Bab 12
Aku tiba di sebuah hamparan tanah yang tandus dan kering. Sejauh mata memandang, hanya ada debu dan kerikil yang menghuninya.
Saat kutengok ke atas, tak ada matahari yang mengawasi. Langit juga tak memiliki warna yang semestinya. Yang ada, hanyalah gumpalan awan hitam pekat.
"Ini, di mana?"
"Tapi, entah kenapa. Seingatku, tempat ini tidak asing."
Setelah lelah menoleh ke sana dan ke sini. Aku memutuskan untuk beranjak dengan berbekal intuisi yang terbesit dalam pikiran.
Tekstur tanah yang kering retak ketika aku pijak, terdengar begitu familiar.
"Déjà vu?" gumamku ngawur.
Sesekali, aku dengan sengaja menendang batu kerikil yang menghalangi.
Mana mungkin, 'kan, ya?
Tak lama, angin berhasil menuntunku ke ujung dataran ini.
"Lembah, kah?"
Aku putuskan untuk menuju ujung lembah itu.
Semakin aku mendekat, samar mulai terdengar suara dentingan logam yang saling beradu. Suara berat berupa hantaman dan hentakan kaki yang banyak, juga semakin keras terdengar. Lama-lama, semua suara itu diadu dengan teriakan semangat yang membara, teriak histeris, serta putus asa.
Tiba-tiba, semua suara ribut itu menjadi sunyi. Saat sebuah pilar cahaya yang kian melebar tercipta dan menembus tinggi ke langit.
Kemudian, munculah lingkaran sihir raksasa berlapis tiga dengan masing-masing berwarna hitam, perak, dan putih dari balik awan.
Seketika, langit menjadi bermandikan cahaya putih cerah.
"K-Kau pasti bercanda, 'kan?"
Keterkejutanku tak berhenti sampai di situ saja. Aku membelakan mata, ketika melihat pedang raksasa yang terbuat dari cahaya putih muncul dari dalam lingkaran sihir itu.
Ada tiga tali rantai hitam yang melilit pedang raksasa itu, seolah menahan pedang tersebut untuk turun semakin ke bawah.
"S-Sword of Ju-Judgement ...."
Entah intuisi darimana. Tiba-tiba aku menggumamkan hal itu dengan gemetar.
Lalu tiga tali rantai itu putus satu-per-satu, mengakibatkan pedang tersebut langsung menancap dengan telak ke bawah.
Hingga tusukan pedang itu membuat ledakan bola cahaya yang berskala luas dan menelan apapun di sekitarnya.
Setelah cahaya itu meredup, keadaan menjadi sunyi. Sebagai gantinya, angin berhembus kasar menerbangkan pasir dan debu yang membumbung tinggi.
Langkahku tertahan ketika telah sampai di ujung lembah.
"I-Ini, sebenarnya ..., apa yang telah terjadi?"
Di bawah lembah ini, adalah sebuah hamparan tanah yang sama. Namun, di mana-mana hanya ada mayat.
Tanah tak hanya retak, bahkan membentuk kawah dan terbelah. Ada satu kawah besar telah mengikis tanah hingga begitu dalam. Itu pasti, bekas ledakan pedang raksasa tadi.
"Ini, perang, ya?"
Pemandangan yang mengerikan. Hampir seluruh wilayah ini, tanahnya ditutupi dengan mayat yang berserakan.
"Tu-Tunggu dulu,"
"Diantara mereka, tak hanya manusia saja."
Benar. Peperangan yang barusan terjadi, tak hanya melibatkan satu ras saja. Ada mayat ras Elf, ras Demi-Human, ras Dwarf, ras Orc, dan ras Giant.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)
FantasyBlurb Sebuah insiden sadis telah merenggut nyawa seorang pemuda cacat bernama Fate. Di saat dia merasa lega karena sudah terlepas dari segala beban kehidupan di dunia, Fate didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan untuk memutuskan takdir baru di...