Bab 17
Ketika membuka mata, tersadar aku kini berdiri di sebuah hamparan padang rumput yang luas.
Hembusan angin begitu terasa kuat di sini. Membuatku beberapa kali membenarkan rambut karna menghalangi mata.
Saat kutatap langit, reflek aku menyipitkan mata karna matahari bersinar cerah mengawasi hamparan ini.
Aku menurunkan pandangan dan menyapu sekali lagi pemandangan sekitar.
"Itu ..."
Pandanganku tertahan ketika melihat sebuah pohon rindang yang tumbuh di hamparan padang rumput ini.
Pohon itu memiliki daun berwarna hijau keemasan, di bawah pohon tak ditumbuhi oleh rumput melainkan oleh bunga dengan berbagai macam warna.
Itu sangat mencolok, oleh karnanya tanpa pikir panjang aku pun melangkahkan kaki menuju pohon tersebut.
Perasaan ini, sama saat aku bertemu dengannya ....
Setibanya di sana, banyak sekali kupu-kupu yang hinggap di antara kelopak bunga yang bermekaran. Tak jarang, banyak di antara mereka yang terbang menari-nari di antara tunas bunga yang hendak mekar.
"Ini mimpi, ya ...."
Karna tak tahu akan berakhir sampai kapan semua ini, aku memutuskan untuk duduk bersandar di pohon tersebut.
Bau sinar matahari yang kering begitu mendominasi, dan itu memang sangat nyaman ketika terhirup. Ini semakin baik karna aku berteduh di bawah pohon yang memiliki daun rindang, menjadikan suasana terasa sejuk.
"Rasanya sangat nyaman." gumamku.
Akan sangat tidak lucu jika aku malah mengantuk di kala sedang bermimpi. Namun, selagi ada kesempatan untuk bersantai, meskipun itu di dalam mimpi, kenapa tidak?
"Sepertinya aku tidak menikmati suasana di sini sendirian, ya?"
Mataku terbelalak perlahan ketika mendengar lagi nada suara itu.
Aku pun segera menoleh dan mengintip dari sisi pohon untuk memastikan si pemilik suara itu.
Yang kudapati di sana adalah seorang wanita dengan balutan jubah hitamnya tengah duduk bersandar pada pohon ini dengan posisi sangat santai.
Ah, begitu ya ...
Ini bukan mimpi, melainkan sekeping ingatan yang dia miliki ....
Ya, itu adalah dia. Seorang wanita yang memilih untuk membuang semua yang dia punya demi melindungi sesuatu yang bahkan dia sendiri telah lupa apa itu.
Wajahnya yang cantik sama sekali tak menunjukan betapa menyedihkan keadaannya. Dia selalu saja tersenyum, padahal dia sendiri sudah tidak memiliki alasan untuk selalu melakukannya.
Rambutnya yang berwarna putih, sekilas tampak seperti untaian benang sutra. Karna saking panjangnya sampai berserakan di tanah.
Dan jangan lupakan, sarung pedang kosong yang saat ini tengah disandarkan pada pundaknya.
"Ya~ ... Kita berjumpa lagi." Sapanya sambil menoleh kecil padaku.
"...."
"Hei, ada apa dengan wajahmu itu? Kau tampak sangat kesusahan, ya?"
"A-Ah, umm begitulah."
"Apakah telah terjadi sesuatu?"
Aku menghela napas, "Ya, banyak hal yang telah terjadi."
"Begitu."
Dari samping, angin berhembus. Membuat rerumputan di hamparan ini menari-nari serentak ke arah yang sama, hingga menimbulkan bunyi semilir yang menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)
FantasyBlurb Sebuah insiden sadis telah merenggut nyawa seorang pemuda cacat bernama Fate. Di saat dia merasa lega karena sudah terlepas dari segala beban kehidupan di dunia, Fate didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan untuk memutuskan takdir baru di...