Bab 16
Langit malam di Kota Centoaria, seperti pada umumnya diriasi oleh para bintang dan bulan. Teruntuk yang kesekian kalinya, pemandangan tersebut telah menyihir mataku.
Kekagumanku pada bintang memanglah sedikit berlebih ketimbang kebanyakan orang. Meski begitu, aku tidak begitu mahir dalam membedakan bintang satu dengan yang lainnya.
Karna sudah jelas, selama ini aku hanya mendengar semua itu dari Nenela. Tapi, jika belum terlambat dan akan tahu bahwa takdirku berakhir seperti ini, aku sangat ingin mempelajarinya.
Aku ingin mempelajari apa yang selama ini Nenela ceritakan padaku. Aku, ingin mengetahui dan melihat bintang yang senantiasa Nenela tunjuk.
Kuharap, dengan ikut mempelajarinya, sosok Nenela akan selalu terkenang di dalam diriku. Setidaknya, hingga tiba waktunya bagiku untuk menjual diriku pada Catastrophe, aku ingin melakukannya.
"Hei, Fate. Tutuplah jendelanya, udara di luar mulai bergerak masuk," Hardik Elly. "Ravinca nanti kedinginan."
"Ah, umm. Maaf ...."
Setelah menutup jendela dan memastikannya terkunci, aku lalu menyibak gorden yang terpasang.
Malam pertamaku di Centoaria, sudah dipastikan jika aku akan tidur di lantai.
Seperti yang telah terjadi, mulai kini Ravinca berada di bawah tanggung jawabku. Jadi, sebisa mungkin aku akan memberikannya fasilitas untuk hidup.
Jadi, yang paling sederhana adalah dimulai dari tempat untuk tidur. Oleh karna itu, aku memutuskan untuk membiarkan Ravinca memakai kasur kamar Penginapan ini, mengingat hanya tersedia satu.
Tapi, itu tidaklah seburuk kelihatannya. Pasalnya, dengan senang hati Elly memberikanku sebuah kasur lantai lengkap dengan bantal dan selimut miliknya yang kebetulan sudah tak terpakai.
Meski sedikit kotor karna sudah terlalu lama disimpan, itu masih jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Sungguh, itu sangat membuatku tertolong untuk saat ini dan seterusnya.
"Apakah dia sudah tidur?" tanyaku.
Elly tersenyum seraya membenarkan posisi selimut yang menghangatkan tubuh Ravinca.
"Umm, dia terlihat tidur sangat nyenyak." balasnya.
Aku kemudian menggeser pandanganku pada Ravinca yang sudah pulas terlelap di tempat tidur.
Wajahnya ketika terlelap tampak begitu lugu dan damai, kedua kelopak matanya yang terpejam ternyata sangat bulat.
Tarikan napasnya ketika tidur, lembut terdengar bagaikan aliran air.
"Imutnya." kata Elly gemas seraya mengelus lembut poni Ravinca. "akan sangat menyenangkan jika Ravinca tadi bersedia menerima ajakanku untuk tidur di kamarku. Dengan begitu, aku bisa menatapi wajahnya ketika terlelap semalaman suntuk."
Aku pun hanya terkekeh ketika mendengar itu, "Kau bisa mengajaknya lagi lain kali, kok."
"Umm, aku sangat menantikannya."
Begitulah. Elly tadi sempat mengajak Ravinca untuk tidur bersama di kamarnya.
Bagiku, itu tidaklah buruk. Malahan, aku merasa lebih tenang. Namun, dengan cepat Ravinca menolak itu dan lebih memilih untuk tetap bersamaku.
Tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu. Aku kemudian segera beranjak dan berjalan mendekat ke arah tempat tidur.
"Elly. Apakah tidak apa-apa jika kau tetap berada di sini?" tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)
FantasyBlurb Sebuah insiden sadis telah merenggut nyawa seorang pemuda cacat bernama Fate. Di saat dia merasa lega karena sudah terlepas dari segala beban kehidupan di dunia, Fate didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan untuk memutuskan takdir baru di...