Bab 13
"Silahkan Engkau garis bawahi hal ini dan pastikan mengingatnya, Fate."
"Semakin berharga ingatan yang Engkau jual, maka kian kuat pula kekuatan yang akan daku berikan."
"Fate."
"Itu juga berlaku kepada energi-kehidupan yang akan Engkau sumbangkan padaku."
"Fate."
Yang benar saja!
Aku menggeretakan gigi tertahan seraya menatap sengit ke depan.
Melalui Catastrophe yang diberikan padaku.
Sebenarnya, apa yang ingin Tuhan rencanakan?
"Fate!"
"A—?!"
Kepalaku tersentak ketika seseorang meneriaki namaku tepat di telinga.
Aku kemudian menoleh ke arah sumber suara itu, dan mendapati Erika yang menatapku bingung.
"E-Erika ...."
"Jangan membuat ekspresi yang menakutkan saat sedang makan." Tegurnya.
Melihat sup kacang merah yang disajikan di mangkuk bagianku menjadi dingin.
Aku hanya menghela napas, dan meletakan sendok serta garpu di sebelah mangkuk.
"Ma-Maaf ...."
"Wajahmu sangat pucat. Apa Kau masih merasa sakit pada bekas lukamu, Fate?" tanya Michelle yang terduduk di samping kiriku.
"A-Atau, Kau memiliki keluhan lain?"
"Benar. Kau bahkan mengeluarkan keringat dingin." Timpal Erika seraya mengusap punggung telapak tanganku.
"Ini minumlah dahulu."
Aku mengangguk dan menerima uluran gelas berisikan air mineral yang Michelle berikan.
Setelah menghabiskannya sekali tenggak, aku merasa menjadi lebih baik, meskipun tak mampu dipungkiri jika kepalaku masih pening.
"Terima kasih, Michelle."
"U-Umm. Yang lebih penting, Kau sungguh baik-baik saja?"
"Katakan saja jika masih ada yang sakit. Biarkan Michelle menanganinya." Tambah Erika cemas.
"A-Ahh, tidak kok, sungguh. Aku sudah baik-baik saja sekarang."
"Ta-Tapi, wajahmu sangat pucat!"
"E-Erika, jangan berteriak di depan makanan. Kecilkan suaramu."
"Ha-Habisnya—"
"Ka-Kalau begitu, aku akan pergi ke toilet untuk membasuh muka dulu, ya." Sambarku.
"Hei, Kau ini—"
"U-Umm, jangan lama-lama." potong Michelle.
Aku mengangguk kecil, lalu segera bangkit dan beranjak meninggalkan mereka berdua di meja makan.
Dengan sedikit menahan rasa mual, aku berjalan seperti orang linglung menuju toilet yang berada di luar Kantin Penginapan ini.
Sesampainya, aku segera masuk dan berdiri di hadapan wastafel.
Setelah menyalakan keran air, aku menatap pantulan diriku yang terjebak di dalam cermin.
"Wajahku lebih suram dari biasanya."
Aku menurunkan pandangan lesu, lalu menumpukan kedua tangan di antara sisi permukaan wastafel.
Suara aliran air yang berasal dari keran terdengar begitu berisik. Akan tetapi, itu justru melarutkan keheningan saat ini dan membuat pikiranku tidak kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)
FantasyBlurb Sebuah insiden sadis telah merenggut nyawa seorang pemuda cacat bernama Fate. Di saat dia merasa lega karena sudah terlepas dari segala beban kehidupan di dunia, Fate didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan untuk memutuskan takdir baru di...