Prolog

4.7K 337 121
                                    

Prolog

(Has been edited, by Radrael. Wednesday, July 10, 2019)


"Bukalah matamu."

"Tidak apa-apa, jangan takut."

"Yakinlah."

Seseorang mengatakan semua itu dengan nada yang begitu lemah lembut dan penuh pengertian. Seolah, dia mengetahui segala sesuatu yang membuatku bimbang untuk melakukannya.

"Lakukanlah dengan perlahan, pasti kau akan baik-baik saja." Imbuhnya.

Aku menurutinya, membuka mata perlahan dan meyakini jika apa yang dia katakan benar.

"Si—Siapa, kau?"

Aku melihatnya, maka dari itu aku bertanya.

Seorang pria tinggi bermata biru dan berambut krem, dengan balutan jubah putih. Dia juga memakai slendang transparan yang melingkari lehernya.

Wajahnya yang tampan begitu putih berseri-seri, membuatnya tampak bersahaja. Lalu, ada semacam lingkaran emas menyala di atas kepalanya. Dan yang paling aneh, dia mengambang di udara.

Tersadar, kini aku berada di tempat entah bagaimana aku menjelaskannya. Semuanya putih, sangat berbanding terbalik dengan apa yang sering aku lihat.

Apakah ini mimpi?

Aku meragukan semua kenyataan ini, aku tak terima jika tiba-tiba bisa mendapatkan semua ini.

Kemudian aku menunduk, lalu kupejamkan mata dan mengusap-usapnya kasar.

Setelah puas melakukannya, aku membuka mata dan menatap ke arah pria itu lagi.

Seolah tahu, kali ini dia tersenyum dan mengangguk seolah menjawab keraguanku.

"Aku ..., bisa melihat?"

Mengangguk untuk yang kedua kalinya, pria itu kemudian melayang dan mendekat.

"Perkenalkan, namaku adalah Michaella. Seorang malaikat yang diutus langsung oleh Tuhan untuk menyambutmu." tuturnya seraya menundukan kepala.

Cara dia mengenalkan diri dan berbicara, semuanya sangat memperkuat ucapannya. Kesan yang aku dapat darinya, dia memang jujur dan berkata yang sesungguhnya.

Tak sedikitpun, aku merasakan keraguan dan lelucon saat ini. Seakan, semuanya sudah diatur untuk datangnya momen ini.

"Ma-Maaf, aku sangat bingung saat ini. Bisakah, kau membantuku untuk meluruskannya terlebih dahulu?"

"Dengan senang hati." balasnya penuh pengertian. "... Kalau begitu, cobalah melihat ke bawah."

Aku menaikan kedua alis mata pelan. Malaikat pria yang bernama Michaella itu lalu mengangguk sekali lagi.

Saat aku menunduk, yang terlihat di sana adalah genangan air menyerupai sebuah danau, akan tetapi ukurannya sangatlah luas. Itu membentang hingga jarak maksimum pandanganku.

Airnya begitu tenang, bersih, dan sebening kaca. Ini mengejutkan sekaligus menakjubkan. Aku baru menyadari jika aku berdiri di atas permukaan air danau tersebut.

Keterlambatan dalam menyadari semuanya, mungkin karena aku terlalu takjub akan pemandangan baru saat ini, setelah sekian lama tak melihat dunia.

"Airnya, sangat jernih ..." Kataku saat melihat pantulan diri ini yang memakai busana serba putih di atas permukaan air. "Lalu, apa yang ingin kau tunjukan padaku?"

Dia lalu mengeluarkan sebuah guci kecil dari balik jubahnya. Guci itu dimiringkan, hingga keluarlah setetes air dan jatuh ke bawah menyatu dengan permukaan danau.

Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang