Bab 25
"Uh ..."
Aku bergumam lemah ketika menyadari jika aku kini tengah terbaring di atas tandu. Walaupun pandanganku agak remang, aku yakin jika saat ini aku berada di dalam tenda.
Mendapati sekujur tubuhku yang bertelanjang dada penuh dengan balutan perban, tentu saja aku tak terlalu terkejut. Mengingat, aku sendiri tahu dengan jelas hal yang telah menimpaku sebelumnya.
Mengesampingkan itu, kini ini aku tidak yakin dengan kondisi tubuhku. Tapi, aku bisa memastika jika keadaanku sudah berangsur membaik.
Terbukti sekujur tubuhku tak lagi mati rasa dan nyeri di kepala sudah hilang. Meski tak mampu dipungkiri sih, jika tubuhku masih terasa berat terutama di bagian dada.
Aku lalu melirik ke samping, di sana ada gelas yang berisikan air mineral di atas meja. Ini waktu yang pas, karna saat ini aku merasa haus. Akan tetapi saat aku hampir meraihnya, gelas itu malah tersenggol jemariku lalu berakhir jatuh dan pecah.
"Yah ... pecah," gerutuku pelan. "payah sekali, sih."
Ini menjengkelkan, kenyataan bahwa tubuhku belum sepenuhnya pulih itu memang wajar. Tapi, jika sampai seperti ini aku memang benar-benar merasa tidak berguna. Padahal, aku paling benci merepotkan orang lain.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang tergesa dari luar tenda.
"Oh, kau sudah sadar?" ucap seseorang seraya menyibak tenda.
Meski membelakangi cahaya, aku bisa mengetahui orang itu melalui nada suaranya yang lembut. Lagipula, aku pernah mengalami situasi saat ini sebelumnya.
"Michelle, ya ..."
Gadis berambut pirang itu kemudian melangkah masuk dan segera duduk di bangku yang tersedia di samping tandu. Lalu, dengan pengertian dia menuangkan segelas air untukku.
Sebelum itu, dia membantuku untuk duduk terlebih dahulu.
"Ini, minumlah dengan perlahan ..."
"Umm .... Terima kasih."
"Bagaimana keadaanmu?"
"Seperti yang kau lihat, aku sudah lebih baik, kok."
"Begitu?" Michelle lalu mengusap lembut dahiku dan mendiamkan telapak tangannya di sana sesaat.
"...."
"Benar. Demammu juga sudah turun, syukurlah ..."
"Umm ..."
Setelah Michelle menarik tangannya dari dahiku, suasana hening pun menghampiri.
Ini sedikit mengejutkan, kukira Michelle akan memarahiku atau setidaknya menghardikku setelah semua hal yang terjadi hari ini. Tapi kali ini, entah mengapa dia hanya diam.
"Ngomong-omong, berapa lama aku tak sadarkan diri?"
"Sepertinya hampir seharian."
"Begitu ..., lama juga, ya."
"Itu karna kau terkena gejala kehabisan mana, membuatmu membutuhkan waktu yang lama agar bisa sadar dan memulihkan mana di dalam tubuhmu." Jelas Michelle.
"Maaf ... karna keadaanku, Penjelajahan kita sementara dihentikan." balasku pelan sembari mencengkram selimut.
"Fate tidak perlu minta maaf, kok," saut Michelle seolah mengerti apa yang kurasa. "ini bukan salahmu."
"Rasanya aneh jika kau tidak mengatakan apapun tentang ini."
"Kau mau aku memarahimu?"
"Duh ... anu, gimana, ya ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)
FantasyBlurb Sebuah insiden sadis telah merenggut nyawa seorang pemuda cacat bernama Fate. Di saat dia merasa lega karena sudah terlepas dari segala beban kehidupan di dunia, Fate didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan untuk memutuskan takdir baru di...