Rumah.
Aku memilih membawa Kevin ke rumahku. Karena aku tau jika aku membawanya ke rumah sakit atau klinik pasti ia menolak.
“Vin, please jangan mati dulu ya?” keluh ku sambil melajukan mobil ini dengan cepat.
“Aku gak akan mati secepat ini kali Al,” suara Kevin yang masih merintih kesakitan membuat ku lebih lega, karena akhirnya Kevin masih bisa menjawab itu.
Sesampai di depan rumah, aku pun membantu Kevin masuk ke dalam, melihat anaknya yang bersusah payah membawa makhluk tak berdaya ini mamah pun membantu ku sambil bertanya-tanya apa yang telah terjadi.
“Luna, kenapa Kevin babak belur kaya gini?” tanya mamah cemas.
“Tadi ada orang jahat Mah, nyerang Kevin jadi kaya gini,” jawab ku.
Mamah pun membantu ku mengobati luka Kevin, “Kevin, untuk sementara kamu nginep disini ajah ya!!” suruh Mamah.
“Tapi Tante,” belum juga Kevin meneruskan ucapannya tapi mamahnya Aluna bersikeras agar Kevin tetap disini.
“Tapi gimana? luka kamu cukup parah lo, itu tangan kamu ajah kaya susah di gerakin. Biar nanti kamu tidur di kamar tamu!” jelas Mamah sambil menyiapkan kotak P3K untuknya.
Kevin mengangguk menuruti perintah Mamah, setelah selesai diobati, Mamah menyuruh Kevin beristirahat di kamar tamu.
Sementara Kevin beristirahat, sekarang Mamah menanyakan kenapa Kevin bisa seperti ini.
“Luna, Kenapa si Kevin bisa sampai kaya gitu?” tanya Mamah padaku.Aku pun menyeritakan kejadian tadi sore dari mulai A sampai Z , membuat wajah Mamah berubah jadi cemas.
“ Luna, itu gimana asal–usulnya sampai temen kamu yang namanya Radit itu gangguin kamu sama Kevin?”“Luna juga gak tau Mah,” ucap ku karna memang aku tak tau apa maksud Radit yang mengganggunya selama ini.
Setelah kejadian tadi sore membuat otak ku berkutik, apa sebenarnya yang Radit mau darinya? Apa Kevin mengenal Radit? Dan apa Kevin tahu apa maksud Radit?
Ingin bertanya mengenai hal ini pada Kevin, tapi sepertinya ia masih tidur karena lelah berkelahi tadi sore. Sebaiknya aku mengerjakan tugas kampus saja dulu sambil menunggu Kevin terbangun.
Pukul 10.00 malam aku masih saja berkutik di hadapan laptop menyelesaikan tugas presentasi ku untuk besok pagi. Dengan secangkir coffee yang rasanya cukup untuk menahan rasa ngantuk, dan di temani oleh tv yang ku biarkan menyala.
“Ekhmm, jangan kebanyakan minum coffee!” suara itu menginterupsi ku.
Seorang pria yang berjalan gontai-gantai menuruni anak tangga sambil menahan sebelah tangan nya yang terluka mulai mendekat.
Dia?
Siapa lagi dia?
Selain makhluk yang bernama Kevin Mahendra putra.
“Kenapa?” tanyaku tanpa rasa bersalah.
“Gak baik buat kesehatan kamu Al," ujarnya yang sekarang mengambil posisi duduk di sebelahku.
“Ko udah bangun?” tanya ku akan keberadaan Kevin kali ini
“Laper," cengir Kevin menunjuk perutnya yang keroncongan.
Aku pun ke dapur membuatkan makanan untuk Kevin, sementara dia sedang sibuk membuatkan dua cangkir minuman.
“Udah, jadi!” ujarku meletakkan masakan yang ku buat.
“Nihh!” ujarnya memberikan secangkir coklat panas.
“Coklat lebih baik buat kamu dari pada coffee,” tambahnya.
“Iya, makasih!” ucapku atas pemberiannya.
Aku pun meneguk secangkir coklat panas yang dibuat olehnya, rupanya selain jago bernyanyi dan memainkan perasaan wanita, ia juga jago membuat coklat panas.
“Harus janji ya, jangan minum coffee lagi,” ujarnya tiba-tiba, sambil mengangkat jari kelingkingnya seolah anak kecil yang membuat sebuah perjanjian.
“iya.”
“Janji dulu,” ujar Kevin yang masih mengangkat jari kelingking nya itu sebagai simbol perjanjian.
“Iya janji, bawel!” culasku meraih kelingkingnya.
Setelah beberapa menit menemani Kevin makan, aku dan Kevin pun menuju ruang keluarga dimana tempatku menyelesaikan tugas kuliah.
Terjadi keheningan di antara kami berdua setelahnya. Hingga munculnya niatan bagi ku untuk menanyakan hal Radit pada Kevin.
Apa kini waktu yang tepat untuk aku bertanya mengenai Radit pada Kevin?“Vin, sebelumnya kamu punya masalah sama Radit?” pertanyaan ku membuat Kevin tiba-tiba menutup buku yang tadinya ia baca.
“Al, maafin aku ya. Gara- gara aku, kamu jadi kena imbasnya gini!” ujarnya memohon padaku.
“Imbas, maksudnya?” maksud Kevin apa? Aku tak mengerti.
“Iya, dulu Radit itu sahabat aku, dia juga punya perusahaan sama bokapnya. Dan suatu hari perusahaan aku itu menang tender dari perusahaannya yang ngebuat dia jadi bangkrut. Dan saat itu Risa yang jadi pacarnya, dia lebih milih mutusin Radit karna Radit udah gak punya apa-apa lagi dan berpaling ke aku. Dan mulai saat itu kita musuhan, padahal itu cuma hal yang sepele Al. Terus yang waktu itu godain kamu di klub, dia itu Radit. Kayanya dia mau bales dendam ke aku lewat kamu Al,” jelas Kevin membuat aku tetap diam.
“Jadi maafin aku udah ngelibatin kamu dalam masalah ini,” ucapan Kevin meyakinkan ku.
Mencoba untuk membiarkan masalah yang telah terjadi berlarut begitu saja. Setelah itu, Kevin pun menyuruh ku untuk segera tidur karena pagi nanti aku juga harus bangun berangkat kuliah.
***
Bunyi jam weaker membangunkan ku, aku segera bersiap kuliah dan turun ke bawah menemui semuanya. Diruang makan sudah ada Bang Satya, Mamah, dan Kevin yang menunggu ku.
“Vin, kamu yakin mau pergi kerja? Emang tangan kamu udah sembuh?” tanya ku pada Kevin karna dia sudah rapih memakai kemeja dan jas kerjanya.
“Udah lumayan sembuh ko Al, nanti aku anter kamu kuliah dulu ya!” jawab Kevin.
Setelah sarapan dan berpamitan, aku pun masuk ke dalam mobil jeep milik Kevin.
Jangan tanya apa yang telah terjadi setelah itu, karena seperti biasa terjadi keheningan diantara kami, sampai saatnya aku turun dari mobil miliknya, dia tetap diam membeku seperti batu.
“Bye, batu!” ujarku pergi meninggalkannya.
Seperti biasa setiap jam makan siang kini aku selalu bergabung dengan Butet dan Miko dikantin, membicarakan hal sesuka kami yang nyatanya itu tidak penting semua.
“Luna, gimana kabar pacar kau itu?” tanya Butet yang mulai kepo.
“Baik, dia udah ga kenapa-napa!”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA
Teen FictionKau adalah bagian dari hidup ku, Bahkan sedikitpun Aku tak pernah menyangka jika musuh ku yang membuat sahabat ku tiada, dan telah merubah ku menjadi badgirl. Kini dialah yang menjadi pacar ku. Dan akankah dia tetap menjadi pacar ku? Walau segalanya...