Mentari menyambut datangnya pagi, kini aku sudah bangun lebih dulu dari siapapun. Karena aku sudah merencanakan sesuatu untuk balas dendam dengan Bang Satya.
Aku pun segera memutuskan untuk ke kamar Bang Satya juga Kevin dengan memencet bel berulang kali agar mereka bangun.
“Al, ngapain si?” tanya Kevin yang membukakan pintu dengan wajahnya yang baru saja bangun.
“Bang Satya mana?” tanyaku.
“Ada, dia lagi tidur!” tunjuknya.
Aku pun segera masuk tanpa izin dari Kevin, karena aku menerobosnya. Astagah! kamar ini sangat kacau, dimana-mana ada kotoran entah baju, makanan, dan segala-galanya terkapar di lantai. Pantas saja Kevin melarang ku masuk, jika aku harus menilai kamar ini aku akan menjawab kamar ini berubah jadi kandang sapi. Dan Bang Satya itu sapinya, dia masih tidur berbalut selimut.
Pada hitungan ketiga aku langsung menimpa tubuh Bang Satya dan mengganggunya, bahkan aku meloncat-loncat diatas tubuhnya tak peduli jika nanti ia marah padaku. Karena itu tak sebanding dengan rencana yang di buat Bang Satya semalam, yang membuatku harus bernyanyi di depan semua orang.
Tiba- tiba Bang Satya bangun, sepertinya dia murka dengan kelakuanku. Kini apa yang akan ia lakukan pada adiknya sendiri.
“Luna!” teriak Bang Satya yang kini malah menggendongku penuh paksa.Apa yang akan di lakukan Bang Satya kali ini?
”Turunin Luna Bang!” teriakku sambil memukul- mukul punggungnya.
Bang Satya sama sekali tidak memperdulikan perkataanku, kini ia membuka jendela kamar.
Oh astagah, aku baru sadar jika jendela kamar Bang Satya juga Kevin terhubung langsung dengan kolam berenang.
“Ah, Bang Satya turunin Luna!” teriak ku di kupingnya.
Bang Satya sedang mengambil ancang- ancang untuk menyeburkan ku ke kolam berenang.
Benar saja, dia menghempaskan tubuhku dengan mudah ke kolam renang hingga membuat bajuku jadi basah semua.
“Bang Satya! Seharusnya gue yang ngelakuin ini sama lo!” teriakku seraya ia menutup jendela kamarnya.
“Vin, tolong!” ucapku meminta bantuan dari Kevin, namun Kevin tidak keluar dari kamarnya karena jendela sudah ditutup lebih dulu oleh Bang Satya, pasti ia melarang Kevin untuk membantuku.
Semua orang menatapku di sepanjang koridor menuju kamarku, lihat saja kini penampilan ku seperti kucing yang terjebur di sungai, Lepek!
Setelah berganti pakaian, kini aku memilih untuk berdiam diri di kamar, kesal akan perlakuan Bang Satya tadi.
“Dek, kamu gak ikut sarapan di bawah?” tanya Ka Rina padaku.“Luna disini ajah masih bete sama Bang Satya,” ujarku yang sekarang menarik selimut lalu membungkus tubuhku.
Kini aku tidak tertidur, walau aku membungkus diriku dengan selimut. Karena aku merasa lapar, ingin turun ke bawah untuk sarapan, tapi merasa gengsi jika nanti Bang Satya mengejek ku.
Tiba- tiba.
“Laper?” suara itu menginterupsiku. Aku langsung membuka bungkusan selimut itu dan mendapati wajah seseorang yang kini ada di depan ku. Wajah yang sedu, mata yang tajam, membuat hati merasa nyaman jika terus memandangnya.
“Gak usah gitu ngeliatinnya, aku emang ganteng ko!” ujarnya membuat ku memukulnya dengan bantal.
Dia berusaha untuk melindungi dirinya dari pukulanku, dan dia mengambil bantal yang ku pegang sebagai senjata untuk memukulnya
“Eit, sekarang gak bisa mukul lagi!” ucapnya seraya penuh kemenangan karena ia berhasil mengambil bantal ku.
Aku hanya diam tak berkutik sedikit pun, “Ayo!” paksanya yang menarik tangan ku.
“Mau kemana?” tanyaku dan sekarang dia menarik membawa ku masuk ke dalam mobil .
“Mau makan, pasti laper kan?” ujarnya yang mulai melajukan mobilnya itu.
Aku mengangguk, hingga mobil yang dikendarai Kevin berhenti di suatu tempat.
Tempat yang tidak terlalu buruk.
Kini Kevin menggandeng ku masuk ke dalam, aku kira ini tempat makan ternyata salah. Ini sawah, mau ngapain Kevin membawa ku ke sawah? Masa iya dia akan menyuruh ku membajak sawah seperti kerbau, tapi rasanya tidak mungkin.
Sejauh mata memandang, mata ku selalu menyorot hamparan sawah dimana- mana. Cukup indah, walau yang terlihat hanya warna hijau saja dimana-mana.
“Ayo makan!” ujar Kevin mengalihkan pandangan ku yang sekarang sudah ada meja dengan beberapa makanan dan minuman.
Aku pun duduk atas perintahnya yang mempersihkan ku duduk.
“Gimana?” tanyanya.“Gimana apanya?” ujarku yang sekarang aku sedang menyuap beberapa makanan.
“Bagus kan?” ia bertanya pada ku.
“Bagus Vin,” ujar ku yang padahal semua itu biasa saja, tapi aku masih menghargai apa yang ia lakukan untuk ku.
Kami pun mulai menikmati ini, semua padi bergoyang seraya angin menggapainya. “ Vin, kenapa si kamu milih makan di tengah sawah gini?”
“Lagi pengen ajah Al, abis bosen kalo makan di pinggir pantai mulu,” ujarnya.
“Oh,” ucapku yang masih memegang makanan yang ingin ku lahap tapi Kevin melahapnya lebih dulu, membuatku mendengus kesal.
Dia malah tertawa lepas seakan tak punya salah dengan ku.
“Nih, dari Bang Satya. Katanya kalo dia yang ngasih takut di amuk lagi sama kamu!” ujar Kevin memberikan dua tiket.“Tiket konser Bali blues festival!!” ujarku.
“Vin, berarti nanti kamu ikut aku ya!” ucapku menyimpan tiket konser itu.
“Kemana?”
“Ya nonton konser."
Tak lama hari semakin sore, aku pun mengajak Kevin ke tempat di adakannya konser Bali Blues festival. Sungguh setelah sekian lama akhirnya ia bisa menonton konser lagi.
“Al, pulang yuk!” rengek Kevin sementara aku menikmati suasana ini.
“Kita baru nyampe loh Vin, setelah sekian lama aku gak nonton konser lagi masa kita pulang gitu aja!” jelas ku.
“Emang sebelumnya kamu suka nonton konser Al?” ujar Kevin yang meperkeras suaranya karna disini musik terdengar sangat kencang.
“Suka!! Dulu yang suka nemenin aku nonton itu Kalva, tapikan sekarang dia udah gak ada Vin, ya walaupun aku maksa dia kaya apa yang aku lakuin ke kamu,” jelas ku sambil bergoyang menikmati musik.
Sepertinya Kevin mulai merasa terbiasa dengan ini, tak lama datang segerombolan wanita mendekat kearah ku dan Kevin. Wanita itu menggodanya, dan Kevin meneladeni mereka. Terlihat amat jelas wanita- wanita itu menggoda Kevin, lagi pula siapa yang tidak tertarik dengan tampilannya yang mempesona, dan matanya yang bisa meluluhkan hati para wanita.
Aku hanya diam melihat itu, aku sadar aku memiliki pacar yang playboy. Tapi jika ia sayang padaku pasti ia tidak melakukan sesuatu yang dapat membuat pacarnya cemburu.
Seketika saja Kevin mengubah posisinya yang tadinya ia biasa-biasa saja padaku kini ia merangkul ku dan membuat kepala ku bertumpu pada bahunya.
“Aku mau nunjukin ke mereka kalo aku udah punya kamu,” ucapan itu membuat pipi ku memerah, tak sanggup untuk menatap wajahnya kini. Dan tak lama wanita-wanita itu pergi meninggalkan kami setelah Kevin menunjukkan jika dia adalah milikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA
Teen FictionKau adalah bagian dari hidup ku, Bahkan sedikitpun Aku tak pernah menyangka jika musuh ku yang membuat sahabat ku tiada, dan telah merubah ku menjadi badgirl. Kini dialah yang menjadi pacar ku. Dan akankah dia tetap menjadi pacar ku? Walau segalanya...