Ruang 7x 8 m³ dengan nuansa soft pink ini mengingatkan ku padanya, ini kamar yang selalu di kunjungi Kalva sehabis pulang sekolah. Bahkan foto-foto yang ada disini semuanya berisi potret kebersamaan ku dengan nya.
Terpukul?
Itu pasti, bahkan sudah seminggu ke pergihanya aku tetap saja menangisinya.
Aku sangat terpukul kehilangan sosok Kalva, dia sosok yang selalu ada untukku, bahkan kami sering di bilang pacaran karena kedekatan kami, bahkan Kalva yang selalu membela ku dari Kevin.
Kevin?
Terlintas nama Kevin membuatku sadar. Kevin, cowok brengsek yang suka cari ribut dengan ku dan Kalva.
Dan Kevin.
Ia adalah penyebab kematian Kalva. Aku baru ingat apa yang terjadi sehingga membuat Kalva tiada. Dan dia juga yang membuatku berubah 180 derajat.
Setelah apa yang ia lakukan sebulan yang lalu dan sekarang dia belum juga puas sehingga ia yang telah meregut nyawa Kalva.
Aku harus ke rumah Kevin sekarang, tapi ia tak tahu rumah Kevin.
Mungkin minggu besok ia bisa menemuinya di sekolah.
Aku menyelusuri sepanjang koridor, mencari makhluk yang sudah menyebabkan Kalva tiada. Tapi hasilnya nihil, aku beranjak ke rooftop, biasanya di sana tempat Kevin nongkrong, dan benar saja ia sedang bersama wanita-wanita yang tergila- gila olehnya.
"Gue perlu ngomong sama lo!" ujarku menarik Kevin menjauh dari wanita-wanita itu.
"Ngomong ajah di sini, apa masalahnya?" tanyanya.
"Gara- gara lo Kalva meninggal, apa si yang sebenarnya lo mau?" tanya ku dengan intonasi tinggi.
"Heh, dikira gue lo kesini buat mohon- mohon minta balikan," ujarnya tertawa bersama wanita- wanitanya.
"Sorry, lo salah! Gara- gara lo Kalva ninggalin gue buat selama-lamanyaaaaaaaaaaa!" teriakku sambil menarik kerah baju Kevin.
"Tunggu, lo ngomong apa si? Emang apa hubungannya gue sama Kalva?" ujarnya menarik tanganku mencoba melepaskan genggaman kerahnya yang ku tarik tadi.
"Kalo lo gak sakit ginjal waktu itu, Kalva gak mungkin donorin ginjalnya buat lo!" ujar ku mendorong tubuh Kevin hingga ia terhuyung kebelakang.
"Gue gak nyuruh Kalva donorin ginjalnya buat gue ko, " ujar Kevin membantah tanpa ada rasa bersalah.
"Seharusnya lo ngerasa bersalah setelah denger Kalva meninggal karena udah donorin satu ginjalnya buat lo. Lo adiknya, harusnya lo dateng ke pemakamannya!" teriakku lagi untuk kedua kalinya, tanpa memperdulikan apa tanggapan wanita-wanita yang ada di sekeliling Kevin sekarang.
Kevin hanya diam, tidak lama dari itu Rangga dan Gita datang dan menarik ku pergi.
"Kenapa si?" tanya ku.
"Lun, sampai detik ini Kevin belum tau kalo dia saudaraan sama Kalva. Makanya dia bertingkah kaya gitu, dia gatau apa-apa." jelas Gita.
"Emang yang tadi gue lakuin itu salah?" tanyaku lagi.
"Ya engga salah si, tapi seharusnya dia denger penjelasan kalo dia itu adiknya Kalva dari orang tuanya sendiri," jelas Rangga.
"Udahlah ah bodo amat, gue gak peduli!" ujar ku pergi meninggalkan mereka karna aku tak satu kelas dengan mereka berdua.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA
أدب المراهقينKau adalah bagian dari hidup ku, Bahkan sedikitpun Aku tak pernah menyangka jika musuh ku yang membuat sahabat ku tiada, dan telah merubah ku menjadi badgirl. Kini dialah yang menjadi pacar ku. Dan akankah dia tetap menjadi pacar ku? Walau segalanya...