Happy reading...
.
.
.
."Hana, keruangan saya, sekarang !!"
"Baik, pak."
Aku menghela nafas begitu meletakkan kembali gagang telepon setelah menerima panggilan dari ruang bapak Radit, Bapak direktur keuangan. Mencoba menebak apa lagi kira-kira kali ini. Mudah-mudahan laporan ku tidak ada yang bermasalah, atau mungkin akan ada kerjaan tambahan lagi.
Hufffttt....!!!!Masuk ke ruangan nya pak Radit itu selalu membuat jantungku deg-degan tau nggak? Apa ini yang dinamakan cinta?
Heh...! Yakali cinta sama bapak yang sudah uban dimana-mana dan punya cucu? ckk!!
"Pak?" Aku menyapa begitu membuka pintu ruangan pak Radit. Kedua bola yang dibingkai kaca mata tebal itu masih tetap terfokus pada layar komputer.
"Masuk, Hana!" Pak Radit, pria tua yang mungkin sudah berusia mencapai 50 an, yang rambut berwarna abu-abu itu menyahut dari dalam tanpa menoleh.
Aku mengangguk lalu berjalan masuk menuju sofa warna hitam tepat bersebelahan dengan meja kerjanya. Ada rasa tenang sedikit mendengar suara pak Radit saat menyuruhku masuk. Raut wajahnya juga sepertinya tenang, tidak ada emosi, apalagi tatapan menusuknya. Ya, aku bukan karyawan baru masuk kemarin atau tiga bulan yang lalu. Tiga tahun berhadapan dengan pak Radit membuatku faham dengan segala jenis ekspresi wajah dan nada bicaranya. Kalau dia menjawab 'masuk, Hana' seperti tadi berarti moodnya sedang bagus. Berbeda kalau dia cuma berdehem singkat atau 'masuk !!' Itu berarti perlu was-was, artinya pertanda bahaya !Pak radit berjalan meninggalkan komputer dan kursi goyangnya ikut bergabung di sofa yang sama di depanku dengan jemari yang sibuk merapikan letak kaca mata tebal itu.
Baru saja aku akan membuka suara namun kubatalkan begitu mendengar pintu terbuka. Spontan aku menoleh, sorot mataku menangkap sosok seorang pria dengan postur tubuh tinggi tegap berjalan ke arah sofa. Kalau di lihat dari penampilan nya bisa di tebak sekitar usia 28-30an dengan penampilan luar dewasa dan berwibawa. Aku sedikit gugup bercampur rasa kagum saat aku menatapnya. Bening !
Dia mengenakan kemeja putih dengan lengan yang sudah di gulung sesiku lalu celana khaki warna coklat tua membalut kaki jenjangnya. Dalam hati aku memuji dengan segala yang ditangkap mataku pada sosok yang sedang berjalan semakin mendekat.
"Eh, sudah ada mbaknya. Maaf agak lama"
Aduhay! Suara beratnya menggetarkan hati. Dia menyapa ramah sambil berjalan mengambil posisi duduk di sebelahku. Ia, disebelahku! sehingga aroma parfum mahal itu seketika memenuhi penciumanku.
Jadi dia sudah disini dari tadi?"Tadi salah satu costumer nya kebetulan nelpon, katanya kalau bisa segera dilakukan pengiriman nya. Berhubung dua hari lagi juga pergantian harga, jadi pihak perusahaan langsung pakai harga baru dari kita, pak." Katanya melanjutkan.
Sementara aku mencoba bersikap se-rileks mungkin agar tidak kelihatan gugup.
Duh, wanginya kok enak banget ya.."Bagus kalau begitu!. Kalau kontraknya sudah selesai besokpun kita bisa langsung melakukan pengiriman, pak." Kata pak Radit bersemangat.
"Oh, kenalin, pak. Ini Hana bagian administrasi keuangan disini. Dia juga yang mengurus segala penjualan, termasuk untuk costumer bapak yang baru ini. Nanti bapak bisa tanya-tanya ke dia kalau ada yang mau ditayakan." pak Radit menjelaskan. Sementara aku masih bingung.
"Oh, baik, pak." Kata pria disampingku yang aku tidak tau siapa namanya.
"Halo, mbak Hana" katanya dengan mengulurkan tangan ke arahku.
"Arganta"Oh, Arganta. Namanya bagus, sebagus orangnya.
Saat itu aku melihat senyumnya yang manis sekali dengan jelas. Tangan nya lembut saat bergesekan dengan telapak tanganku membuatku kagum. Bahkan tanganku tidak selembut itu.
"Hana!" Aku membalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long distance Friendzone shitt !
ChickLitBetween men and women there is no friendship possible. There is passion, enmity, wordship, love but, no friendship!! Dan--kalau sudah merasa nyaman, seseorang bisa lupa kalau dia hanya teman, atau sahabat sendiri. Rasa nyaman bisa membuatku lupa...