Enam Belas

151 18 3
                                    





Kawasan rawan Typo, hati-hati !!!

Kalau nemu perbaiki sendiri ya... :)



Happy reading....




Kemarin sempat ketemuan di sini pas, dia lagi di Jakarta...

pas dia lagi di Jakarta...

Kata-kata kak Mei tadi masih terus berputar-putar dalam ingatanku.

Kalimat itu seolah membuatku tersadar dari semua rasa yang telah kubiarkan berkembang selama beberapa tahun ini. Begitu banyak teka-teki dari omongan kak Mei yang tidak bisa ku pecahkan dalam kepalaku.

Apa arti dari semua itu?

Apa ini artinya aku harus——

"Hana!"

"Emm, iya pak?" Aku tersadar dari lamunanku ketika suara pak Arga memanggil namaku. Kurasakan mobil pak Arga yang ku tumpangi sudah berhenti. Aku bahkan nggak sadar kalau ini sudah di depan kontrakan ku. Berapa lama aku melamun tadi?

Pak Arga menatap tepat di mataku dengan alis berkerut. "Kamu baik-baik

 saja? Dari tadi kamu kelihatan aneh. Ada apa?"

Ada raut khawatir yang dapat kulihat disana. Kalau aku tidak salah menerka.

Memangnya bagaimana wajahku sekarang? Apa aku kelihatan sedih? Kecewa? Atau marah?

"Eng—nggak ada, pak." Aku memberikan senyum tipis untuk meyakinkannya. "Kalau begitu saya permisi, pak. Terima kasih tumpangan nya."

Aku memegang gagang pintu mobil bergegas untuk keluar, tapi——

"Saya sudah pernah bilang. Tidak usah terlalu sungkan dengan saya."

Perkataan pak Arga mengurungkan niatku untuk segera turun dan menoleh ke pak Arga.

" Saya bukan atasan kamu yang harus kamu segani dan hormati, dan——ini juga di luar kantor."

Dia diam sejenak mengalihkan bola matanya ke sembarang arah lalu kembali menatap lurus padaku. Ada raut wajah serius yang terpancar di wajahnya.

"Saya ——,maksud saya kamu boleh cerita kalau kamu butuh seseorang teman untuk berbagi masalahmu, saya akan mendengarkan."

Aku menelan ludah. Tapi tetap mendengarkan pak Arga bicara.

Dari sekian lama kami saling mengenal, baru kali ini pak Arga berbicara seserius ini, di luar masalah kerjaan tentunya.

Tapi sedetik kemudian dia tersenyum tipis yang membuat aura serius diwajahnya sedikit berkurang.

"Kamu harus tau, saya tidak pernah menawarkan diri seperti ini kepada wanita manapun. Jadi——kamu harus berterima kasih ke saya" Katanya sambil terkekeh ringan.

Aku tau dia mungkin mencoba menghilangkan suasana ketegangan beberapa detik lalu.

Aku balas tersenyum menanggapi. "Jadi boleh saya merasa spesial karena saya yang pertama bapak tawari?" Kataku membalas gurauan nya, mencoba tidak mengingat sesuatu yang membuatku kacau sejak pertemuan ku dengan kak Mei.

"Ya! Seharusnya begitu." Katanya santai.

Aku memposisikan dudukku yang tadi sudah menghadap pintu kembali duduk seperti semula dengan menoleh pak Arga yang duduk di belakang kemudi.

"Terima kasih kalau begitu. Saya akan menceritakan suatu saat kalau saya merasa siap untuk bercerita. Tapi ——soal , itu——maksud saya, bapak memang bukan atasan saya secara tidak langsung. Tapi saya tetap menganggap bapak sebagai atasan saya. Saya mengargai bapak, di kantor ataupun di luar kantor."

Long distance Friendzone shitt !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang