Aku menaruh hp di sebelahku setelah yakin pesan ku yang terakhir tidak akan di balas pak Arga. Dia mungkin orangnya cuek, hanya akan membalas yang penting saja—yang berhubungan dengan pekerjaan, tentu saja.
Memangnya apa yang kuharapkan? Pak Arga—yang baru beberapa jam lalu kukenal akan berbasa-basi lewat chat? Menanyakan apa aku sudah makan, misalnya? Haha!
Dua menit kemudian bunyi notifikasi chat masuk berbunyi lagi. Buru-buru aku meraih hp lalu membukanya. Tapi ternyata bukan dari pak Arga, nama 'junse Hilton' tertulis disana menempati urutan teratas chat.
Owhh sahabat ternyata.
Junse Hilton :
Sibuk, dek?Senyumku terbit membaca dua kata itu. Ada tidak, sih pacar kalian semanis ini?
Kalau ke sahabatnya saja seperti ini, bagaimana ke pacarnya ya? Ah! Tidak, aku tidak sanggup hanya untuk membayangkannya saja.
Aku belum membalas saat dia masih mengetik, ada tulisan typing...Junse Hilton :
Udah di rumah?"Udah, udah di rumah dari tadi. Kamu?"
Junse Hilton :
Ok! aku telpon kalo gitu !Kebiasaannya, paling tidak suka chatting atau berkirim pesan. Katanya malas, jarinya pegal.
"Apa enaknya chat-an, sih? Harus ngetik-ngetik dulu, belum lagi kalo yang ditulis panjang, makan waktu banget. Udah gitu tulisan di chat suka di singkat-singkat, bikin pusing ngartiinnya. Enakan juga ngomong langsung.
Dia beberapa kali mengatakan itu saat kadang aku tidak dalam kondisi yang memungkinkan untuk bertelepon atau sedang malas bicara. Seperti pernah dulu, malam hari saat aku sedang asik menonton drama di laptop, aku menolak teleponnya dan mengatakan chat-an saja, dan dia membalas..
"Jariku suka pegal kalo ngetik lama-lama, Hon...enakan juga dengar suaramu langsung daripada baca huruf-huruf itu. Ini aja udah malas ngetiknya. Aku telpon aja, ya." Ya. Begitulah Hilton, dengan segala sifat mengesalkan yang sayangnya selalu tak bisa kutolak.
Setelah dia mengirimkan pesan terakhir tadi, tidak sampai berapa detik ponsel ku sudah bunyi lagi.
"Halo.." aku menyapa.
"Halo, Ton?"
Tidak ada sahutan dari sana. Aku melihat ke layar ponsel, masih tersambung.
Kemudian terdengar suara gresek-gresek tidak jelas."Halo, Hilton! Kamu lagi ngapain?" Masih tak ada jawaban.
Ada sekitar dua menit aku menunggu, mungkin lagi sibuk, dia emang sering masih kerja tapi malah menelpon, mentang-mentang punya jabatan!
Ini orang lagi ngapain sih? Dia baik-baik aja, kan? Nggak ada terjadi sesuatu kan, yang——
Oke, aku memang sedikit berlebihan sering khawatir sejak kejadian dulu, sekitar setengah tahun yang lalu. Dia kecelakaan kerja, tangan nya kena apa gitu aku tidak paham. Dia kan kerja dengan peralatan service mobil yang kalau menurutku sama saja dengan bengel yang bekerja dengan benda-benda berbahaya, tapi kalau aku bilang begitu dia akan membalas tertawa mendengar kata bengkel itu.
"Di bayanganmu aku itu kerja kayak yang di bengkel-bengkel pinggir jalan itu, ya? Yang tangannya hitam-hitam"
Ya memang di bayanganku seperti itu...
Tapi kemudian dia hanya tertawa seperti omonganku mengandung humor yang sangat lucu.
"Ini udah perusahaan besar, nggak pakai alat-alat manual lagi" katanya menjelaskan masih dengan sisa tawa.
Ya sama saja, sih!
Intinya pekerjaannya berbahaya, ya meskipun dia tidak orang yang bekerja langsung dengan alat-alat bengkel itu—ya kerjaannya memang hanya duduk di depan layar computer, tapi dia kadang tetap ikut kerja bantu-bantu karyawan nya saat mereka butuh bantuan, atau ada yang tidak mereka mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long distance Friendzone shitt !
Literatura FemininaBetween men and women there is no friendship possible. There is passion, enmity, wordship, love but, no friendship!! Dan--kalau sudah merasa nyaman, seseorang bisa lupa kalau dia hanya teman, atau sahabat sendiri. Rasa nyaman bisa membuatku lupa...