Dua

523 40 6
                                    

.
.
.
.
Oke, lupakan sejenak soal LDR dan status ku dengan- nya yang kamu dan aku tidak tau apa namanya.

Aku melirik jam tangan ku, sudah pukul 18.14 aku buru-buru meraih tas ku yang ku gantung di sebelah meja kerja ku, hand bag dari kulit warna merah marun, warna kesukaan ku.

"Mau pulang, Na..?" Tanya Raya, teman satu kerjaan, cuma dia di bagian marketing. Usia kami tidak beda jauh hanya 2 tahun di atasku, bedanya dia sudah menikah, tepatnya lima bulan yang lalu, sedangkan aku....

Single and very happy...

Kata kasarnya... jomblo. Ehh, jomlo ngga sih?

"Iya, kerjaan ku udah kelar, lagian ini kan weekend, gak banget deh harus sampe malam di kantor" jawabku asal.

"Yee, yang jomblo sok-sok an mau weekend segala, emang mau kemana? Dinner? Sama siapa?" Raya tertawa, membuat yang lain juga ikut menertawakan ku.

Sudah biasa, guys!!!!!!!!

Mereka semua memangtahu aku ini single dan bahkan sudah jadi bahan olokan sehari-hari.

Ya ampun, gini banget deh kalau jomblo.

"Aku sumpahin kalian yang punya pacar cepat-cepat putus tau rasa lo !!!" Balasku tak mau kalah sambil menyapukan pandangan ku pada mereka satu satu.

"Udah deh, cape ngomong sama kalian, aku mau pulang dulu, kucing ku udah nungguin dari tadi" Kataku lalu meninggalkan mereka yang tak tau masih ngapain, palingan nungguin jemputan pacar atau suami masing-masing sambil menggosip.

Kudengar lagi tawa mereka setelah mengucapkan kata-kataku tadi.

Mereka memang selalu begitu, apalagi Raya, situkang kepo. Tapi aslinya mereka asik orangnya, asal jangan dimasukin ke hati saja omongan nya, mereka memang begitu, suka ceplas ceplos. Kalau orang yang tidak paham bisa tersinggung, makan hati !

Aku keluar dari lift setelah berada di lantai dasar.

Oiya, aku lupa. Aku bekerja di sebuah perusahaan Swasta yang bergerak di bidang Niaga umum Bahan Bakar Solar. Sudah 3 tahun bekerja sebagai Administrasi Keuangan. Semenjak lulus kuliah aku hanya bekerja disni, pengalaman kerja hanya disini.

Thanks God!.

Jadi, pengalaman kerja ya cuma disini.

Sebenarnya tidak betah, sih, beberapa kali pernah ingin mencoba ke yang lain, tapi mengingat bagaimana mencari kerja di ibu kota susah-susah gampang—iya, susahnya dua kali gampangnya sekali, apalagi di jaman sekarang nyari kerja tanpa orang dalam itu tak mudah. Nepotisme bermain.

Jumlah penduduk yang pengangguran tidak sedikit. Coba bayangkan setiap tahun berapa ribu orang lulusan Sarjana dari berbagai Universitas yang butuh pekerjaan. Jadi lebih baik mensyukuri yang sudah ada saja dulu walaupun sering lembur. Belum lagi bos yang lumayan cerewet, kalau ngomong bisa ngalahin pedasnya sambel ayam geprek level sepuluh. Yah itu sudah jadi konsekuensi—sebagai kacung. Betah nggak betah ya di betahin saja...

"Eh Yaya! Ngapain disini? Belum pulang?" aku memanggil Yaya, dia sedang berdiri di depan lobi. Ngapain dia? Sudah gelap begini juga.

"Na. iya belum. Kamu udah mau pulang?"

"Iya, kamu ngapain masih disini? Pesan ojek online?"

"Nggak, ini lagi nunggu jemputan"

"Siapa?"

"cowok aku dong"

"Ohh !"

Ohh!!

Jomblo itu bukan status rendah, jomblo bukan berarti nggak laku. Jomblo itu pilihan.
Aku sering mendengar kalimat 'penghiburan' itu, bahkan selalu kupakai sebagai penghibur untuk diriku sendiri kalau jomblo tak seburuk itu. Tapi tau tidak, sih, jomblo itu bisa jadi status yang paling hina kalau sedang berada di sekeliling orang-orang yang sudah punya pasangan. Apalagi jomblo dalam jangka waktu yang sangat lama. Seperti sekarang, misalnya.

Long distance Friendzone shitt !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang