Dua belas

159 17 2
                                    

.
.
.
.
.

Have you ever been so close with someone
But you were never in relationship
And when you stop talking its felt like a breakup?



***


Rasa kantuk yang tadi menyerang menguap entah kemana, menyisakan perasaan yang tidak bisa ku jelaskan.

Antara percaya dan tidak percaya.

Aku menyibakkan selimut yang masih membalut setengah tubuhku lalu setengah berlari, dengan perasaan yang—entahlah, meskipun rasanya sangat tidak mungkin tapi kakiku sudah bergerak lebih dulu membawa tubuhku melangkah ke arah pintu.

Rasa-rasanya, seolah yang sedang di depan pintuku sana adalah pangeran Harry atau zany Malik sehingga aku seheboh ini.

Mustahil dan tidak mungkin.

Sampai kakiku terbentur ke kaki sofa saat melewati ruang tengah karena terburu-buru.

Sesampai di depan pintu, aku berhenti, mengatur nafas dan berfikir sekali lagi. Menyakinkan kalau suara yang tadi kudengar benar suaranya dan itu nyata, bukan mimpi.

Dengan ragu-ragu aku mulai mengerakkan tangan, memutar kenop pintu dengan sangat hati-hati dan—–

Deg !

Dia Hilton.

Berdiri tepat di tengah-tengah pintu dengan keadaan pakaian yang sudah agak basah. Tetesan air hujan membekas di sekitar jaketnya.

Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin kulontarkan. Ada apa?

Apa dia baik-baik saja?

Dan seingatku, sudah beberapa hari ini kami tidak saling memberi kabar, tidak ada komunikasi sama sekali, kupikir semuanya akan berubah. Ketakutanku akan terjadi. Tapi semua pertanyaan itu hanya tertahan di ujung lidahku. Tatapannya membuat otakku tak bisa menyusun kata demi kata sehingga yang terucap hanya--

"Kamu ngapain disini?" Aku bertanya dengan gugup.

Dia mengangkat alisnya. "Dari segitu banyak kalimat yang bisa kamu ucapin, kamu harus nanya itu?"

"Maksud aku, kk—kkamu kok bisa disini? Tengah malam gini?"
Tapi sepertinya dia tak berniat menjawab dan membuatku mati penasaran.

"Kamu nggak berniat nyuruh aku masuk? Sumpah! Ini dingin banget." Katanya lalu menggeser sedikit tubuhku agar dia bisa lewat dari pintu lalu meninggalkanku yang masih terbengong.


Aku mengikutinya masuk ke dalam setelah mengunci pintu, tapi sebelum itu aku sempatkan melihat ke luar ada sebuah mobil terparkir tidak jauh dari depan pagar.

Ini kedua kalinya dia datang ke kontrakanku setelah sekitar satu setengah tahun lalu. Daya ingatnya lumayan bagus buktinya dia langsung ingat tempat ini padahal baru sekali mendatangi tempat ini.

"Kamu kok bisa tiba-tiba disini sih?"
Aku lagi-lagi bertanya saat dia sudah duduk sambil sibuk meloloskan jaket dari tubuhnya, menyisakan kaos Tshirt putih polos. Mataku tertuju pada tato di lengan nya yang berotot membuat dia kelihatan seperti bad boy.

Aku menahan nafas lalu mengalihkan perhatianku. Heh! Apa yang kupikirkan?

Tidak banyak yang berubah dari penampilan nya, cuma bedanya sekarang banyak bulu-bulu halus di sekitar rahangnya membuat wajahnya terlihat lebih dewasa dan—seksi. Kalau sekilas dipandang mirip--Zayn malik?

Ah! Sekarang aku sudah tidak sesuka itu dengan penyanyi bersuara merdu itu, nyatanya yang ada di hadapanku sekarang jauh lebih dari Zayn malik.

Kapan sih kamu akan terlihat 'biasa saja'?
Malah semakin hari tingkat ketampanan mu selalu bertambah...

Long distance Friendzone shitt !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang