1. Menantang

19.6K 836 677
                                    

Sinarnya mentari memiliki arti tersendiri bagi kebanyakan makhluk hidup, terutama manusia. Diterik matahari siang ini rupanya tak sedikit pun mengurangi rasa bahagia seorang cewek yang tengah memakai pakaian seragam sekolah lengkap.

Sebut saja Aura, lebih tepat nya Shereen Aura Kenzeero. Cewek yang dikenal pecicilan dan jahil ini sering kali menarik perhatian orang-oranh karena aksinya yang cukup konyol.

Bagi Aura, tiada hari tanpa menjahili orang. Setiap hari Aura selalu menjahili siapapun, ia tak memandang bulu saat berbuat hal konyol pada orang-orang. Bahkan ia berani menjahili guru kelasnya sendiri, walaupun sering kena hukuman tetapi hal itu tidak membuat Aura kapok.

D idepan matanya ada sepasang sepatu berwarna putih, Aura celinguk ke kanan kiri mencari siapa pemilik sepatu tersebut. Ia menemukan sepatu itu di pinggir lapangan. Aura tidak dapat menemukan pemilik sepatunya. Fikiran jahil tiba-tiba terlintas diotak nakalnya. Aura sempat tersenyum disela-sela pemikiran konyolnya itu.

Aura menggantung sepatu yang ada ditangannya itu pada pohon besar dekat lapangan sekolahnya. Sebelum menaruh sepatu itu, Aura harus memanjat pohon terlebih dahulu. Disekitar Aura hanya ada beberapa siswa, dan cewek itu tidak merasa malu sedikit pun saat aksi nya disaksikan beberapa pasang mata.

Aura tersenyum bahagia saat melihat sepatu putih itu tergantung dengan kondisi acak-acakan. Baru saja ingin berbalik ke belakang, ia dapat melihat jelas ada seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri dengan angkuh nya. Aura langsung menyengir karena aksinya diketahui oleh guru.

Disinilah Aura belajar dan melakukan aksi kejahilan, di SMA Mars. Sekolah yang menyajikkan siswa-siswa berprestasi dari keluarga terpandang.

"Jahil lagi?" terka wanita paruh baya itu sambil berkacak pinggang.

Aura menyengir tanpa dosa. "Kamu itu cuma bisa bikin kepala ibu panas tau, nggak?" bu Riva menarik daun telinga Aura sembari memelototkan kedua bola mata besarnya.

"Aww! Ampun, bu!" pekik Aura.

"Makannya jangan iseng! Sekarang berdiri di tengah lapangan sambil hormat!" perintah bu Riva yang langsung diangguki Aura.

Cewek itu langsung berlari ke tengah tengah lapangan, lalu ia hormat pada bendera merah putih. Aura melakukan hal seperti ini jika dikelasnya ada pelajaran matematika. Sungguh pelajaran yang pasti membuat otak Aura mengebul tiap kali harus memikirkan jawaban dari pertanyaan yang diberikan.

Aura sudah terbiasa melakukan hal seperti ini, ia bisa menjamin bahwa dirinya pasti kuat berdiri diterik matahari sampai waktu tiga jam. Keringat terus bercucuran, tetapi wajah Aura masih terlihat segar bugar seperti biasa.

Empat puluh menit kemudian, Aura dapat melihat gerombolan siswa keluar dari kelasnya masing masing mengingat waktu istirahat sudah tiba. Cewek itu menghela napasnya, lalu berhenti hormat pada bendera.

Baru saja ingin melangkah keluar lapangan, tiba-tiba ada bola basket yang mengenai ujung sepatunya. Tanpa fikir panjang, Aura langsung melempar bola tersebut ke arah luar sekolah. Aura langsung berjalan mengarah ke kantin tanpa berdosa, padahal segerombolan siswa cowok tengah menatapnya dengan tatapan ingin memangsa.

"Aura! Kok bolanya lo buang, sih?!" pekik Panjul. Nama panjangnya adalah Panjulio Adiguna, tetapi mereka sering memanggilnya Panjul.

"Ambil sendiri," sahur Aura dengan wajah santai.

"Nyolot banget sih lo jadi cewek!" bentak salah satu gerombolan cowok itu.

Suaranya terdengar tegas dan mengerikan menurut Aura. Ada keinginan untuk menatap siapa orang yang menghina nya barusan, tapi Aura ragu-ragu.

"Budeg, ya? Ambilin bola nya, cepet!" bentak cowok itu lagi. Kini Aura menoleh pada orang yang membentaknya.

Aura tersenyum sinis, ia tahu siapa yang membentaknya tadi. Sudah sejak lama Aura menahan rasa sebal pada cowok tersebut, tetapi ia selalu saja kalah adu mulut dengannya.

Dia adalah Reyvan Raga Fadhiella, cowok berperawakan tubuh tinggi tegap dengan kumis tipis yang selalu menjadi poin utama ketampanannya. Tapi Aura benci Raga. Menurut Aura, Raga itu cowok sadis yang tidak punya perasaan. Raga selalu saja bersikap seenaknya pada orang-orang yang ada disekitarnya.

"Kalo gue nggak mau, gimana?" ledek Aura.

"Gausah belagu!" ketus Raga dengan wajah datarnya.

"Tampol aja Ga, nanti malah lenjeh bego," sahut salah satu teman Raga yang mempunyai wajah bule. Dia adalah Virgo Harianto.

"Kalo bukan disekolah, mukanya udah gue tampar kali!" ucap Raga datar.

"Sikat aja elah, lebay amat!" suruh Virgo.

Nyali Aura menciut seketika, tetapi ia tetap memasang wajah menantang pada ketiga cowok tersebut. Sesekali ia tertawa saat mendengar ucapan Raga, Virgo dan Panjul.

"Lo emang nggak takut sama Raga? Dia bisa aja bikin bibir lo sobek, Aura." ucapan Virgo terdengar sangat lembut namun menyeramkan dan itu sempat membuat keberanian Aura runtuh.

"Kalo lo berani sama dia, gue sih udah absen rumah sakit buat lo, Ra," Panjul juga ikut menakuti Aura.

Raga melangkahkan kakinya agar ia bisa mendekat pada Aura. Saat jarak mereka hanya terpaut dua langkah, dengan sigap Raga memegang dagu Aura dengan lembut. Lalu Raga mengangkat dagu cewek tersebut agar mendongak menatap nya.

"Udah siap?" tanya Raga sambil tersenyum menyeringai.

Aura gelagapan, ingin sekali rasanya ia berteriak, berharap ada yang menolongnya. Ia takut Raga akan melayangkan bogeman kesudut bibir Aura, seperti Raga menonjok beberapa siswa laki-laki yang berani mencari masalah dengan nya.

•••

A/N : Sifat nya Raga udah sangar blm?

AURAGA || END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang