16. Apartemen

3.7K 247 11
                                    

"Iya mah, Renzo setuju. Anak kayak dia itu butuh sekolah yang bisa merubah karakternya!" sahut Renzo menyetujui ucapan Asshilla.

"Renzo! Lo apa apain si? Inget, Aura itu adik kita!" Rozel pun akhirnya angkat bicara saat adiknya dihina.

Renzo menatap Rozel dengan angkuh. "Adik kita? Adik lo doang kali!"

"CUKUP!" pekik Raffa dengan suara yang menggelegar.

Aura melihat raut wajah Raffa yang sudah tidak bisa diartikan lagi. Aura bisa melihat dari sorot mata ayahnya ada kekecewaan yang begitu mendalam.

"Kalau kalian nggak bisa nerima sikap Aura, mending ayah sama Aura pisah rumah dari kalian!" Aura memandang Raffa dengan tatapan terkejut.

"Nggak bisa gitu dong yah, biarin Aura aja yang pisah rumah dari kita!" Renzo mengucapkan kalimat tersebut dengan raut wajah tidak suka.

"Sekali lagi kamu ngomong, fasilitas yang kamu punya ayah tarik!"

Kini Raffa menatap Aura dengan tatapan sendu. Aura bahagia, karena ternyata masih ada yang sayang padanya. Aura kagum dengan sosok Raffa yang bisa mengerti perasaannya yang sedang kacau.

"Ra, ayo kita pergi!" ajak Raffa sambil mengelus puncak kepalanya.

"Aura nggak mau pisah rumah, yah!" protes Aura.

"Kemasi barang-barang kamu, sekarang!" perintah Raffa.

Aura menatap Rozel dengan tatapan memohon agar ayahnya tidak mengajak Aura pergi. Namun ada rasa kecewa, saat Rozel menggeleng-gelengkan kepala karena tidak bisa membantu Aura.

"Puas Ra, udah ngehancurin keluarga kita?" sengit Renzo.

Seketika air mata Aura kembali jatuh membasahi pipi mulusnya. "Aura nggak ada niat buat ngehancurin keluarga kita kak."

"Drama lo ternyata hebat,"

Aura membiarkan Renzo merendahkan dirinya. Ia menatap Asshilla dengan tatapan lirih. Mata Asshilla kini menatap kesekitar dengan tatapan kosong. Aura yakin, jika Asshilla tidak ingin putri bungsunya pergi dari keluarga Kenzeero.

"Mah," belum melanjutkan ucapannya, Asshilla kembali mengelak.

"Keluar sekarang, Aura. Mamah butuh waktu."

"Mah, Aura minta maaf."

"Cukup. Tolong tinggalkan tempat ini!"

Sudah beberapa kali Asshilla menolak permintaan maaf dari Aura. Memang benar kata Fanya, jika dirinya hanyalah sampah yang merusak kehidupan keluarga Kenzeero.

"Ayo, Ra. Kita ke apartemen ayah." Aura mengangguk lalu mengikuti langkah Raffa untuk keluar dari tempat tinggal mereka.

•••

Memang hari ini rupanya adalah hari kesialan bagi Aura. Setelah diusir dari rumah, ia dan ayahnya memilih untuk tinggal diapartemen tempat tinggal Raffa yang sudah lama tidak dihuni. Namun, saat mereka baru mengemaskan barang, tiba-tiba Raffa diberi kabar jika harus pergi kekantor karena ada masalah diperusahaannya.

Aura harus menghela napasnya kasar, ia belum bisa beradaptasi dengan apartemen tersebut. Tadi Aura sempat menelpon Rozel agar cowok itu menemani Aura disini, namun Rozel tidak bisa menuruti permintaan Aura. Alasannya, Asshilla mendadak sakit.

Apa yang harus Aura lakukan ditempat asing seperti ini?

Ponselnya bergetar, tanda ada pesan masuk. Dengan segera Aura mengecek siapa yang memberikan pesan padanya.

Reyvanraga: Temuin gue diparkiran!

Mata Aura terbelakak saat melihat isi pesan dari musuh terlaknatnya, Raga. Awalnya Aura ingin mengabaikan pesan tersebut, tetapi ia berfikir dua kali. Mungkin dengan adanya Raga, ia tidak kesepian.

Dengan segera Aura menghampiri Raga yang tengah berada diparkiran. Aura celinguk ke kanan-kiri untuk mencari sosok Raga yang sedang menunggunya. Namun, tidak ada Raga disana. Aura berfikir jika Raga hanya menjahili nya.

Cewek itu terkejut saat ada tangan yang menepuk bahunya dengan horor. Aura menutup matanya, dan tidak berani untuk melihat sekitarnya saat ia merasakan ada tangan yang bertengger dibahunya.

"AYAH!!!" pekik Aura ketakutan.

"Buka mata lo," perintah cowok itu.

Aura membuka bola matanya perlahan, cewek itu menghela napasnya dengan lega. Ternyata yang mengejutkannya itu bukanlah makhluk halus, dia adalah Raga.

"Ngapain lo disini?" tanya Aura sinis.

"Nemenin lo,"

"Tau dari mana gue ada diapartemen ini?" tanya Aura kembali.

Raga menghela napasnya sebentar. "Rozel."

Ada raut bahagia diwajah Aura, ternyata Rozel memang masih peduli dengan nya. Aura fikir, Rozel juga akan marah akibat kejadian tadi.

"Ini udah malem, sebaiknya lo pulang." saran cewek itu.

"Emang lo berani?" ledek Raga.

Aura mendadak gugup sendiri. Ini adalah tempat yang asing baginya. Bahaya jika tidak ada yang menemani nya.

"Yaudah, lo temenin gue ya?" pinta Aura.

"Ayo ikut gue." tanpa sadar, Aura menarik pergelangan tangan Raga saat menuju ke apartemen milik ayahnya.

Disepanjang perjalanan, tidak ada yang membuka topik pembicaraan. Aura maupun Raga hanya diam dalam fikiran nya masing masing.

Saat sampai ditempat tujuan, Aura langsung mempersilahkan Raga untuk duduk disofa.

"Lo mau minum apa?" tanya Aura dan hanya disahuti gelengan kepala dari Raga.

"Yaudah." Aura menjatuhkan bokongnya disofa tersebut.

Karena bosan, cewek itu membuka ponsel dan memainkan salah satu game favorit nya. Setidaknya aktifitas itu akan mengurangi rasa bosan Aura.

Raga, yang sedari tadi fokus pada ponsel pun mengalihkan pandangannya pada Aura. Ia menatap wajah Aura lekat, Raga dapat melihat jelas jika mata Aura sembab.

Tanpa permisi, Raga menaikkan dagu Aura sampai sang empu nya mengalihkan pandangan dari ponsel ke wajahnya. "Habis nangis?"

Aura segera menepis tangan Raga yang menyentuh dagu nya. "Enggak!"

Cowok itu tidak patah semangat, tangan kekarnya kembali menarik dagu Aura sambil menatap lekat wajah cewek tersebut.

"Enggak usah sok tegar!" ketus Raga tak suka dengan sikap yang dimiliki Aura.

Aura menatap mata Raga dengan lekat. Ia jelas melihat ada ketulusan dimata Raga. Melihat mata cowok tersebut, malah membuat Aura ingin kembali menangis saat mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

Air mata itu mengalir deras dipipi mulus Aura. Raga melihat ada luka yang dipancarkan Aura lewat tatapan mata nya.

"Gue lebih suka lo cengeng, daripada sok tegar."

•••

A/n: dhla gatau mau ngetik apa:(

AURAGA || END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang