11. Mengalah lagi

3.8K 260 14
                                    

Sampai detik ini, aku masih menyimpan sejuta rahasia yang menyakitkan:')

•••

"Go, tadi aku bikinin kamu sandwich. Nanti dimakan ya!" ucap Luna sambil menyodorkan kotak makan berwarna silver ke arah Virgo.

Yang diajak bicara malah diam dengan tatapan datar. "Berapa kali gue bilang, nggak usah kasih gue makan kayak gini, Lun! Kesannya gue itu kayak anak TK!"

"Maaf, tapi aku ma-"

"Mau apa? Mau jadi pacar gue, hah?!" bentak Virgo setengah frustasi.

Entah harus bagaimana lagi cowok itu menyikapi sifat keras kepala Luna. Virgo tidak suka dikejar oleh wanita, tetapi ia lebih suka jika wanita cuek yang lebih memilih stay untuk menunggu dikejar.

Luna mengangguk dengan ragu.

"Lo emang enggak takut kecewa?" Ela menggeleng dengan pasti.

Luna tidak peduli dengan apa yang ingin Virgo lakukan kepada dirinya. Intinya ia ingin seorang Virgo Harianto menjadi kekasihnya. Hati Ela sudah mantap untuk menjadi bagian dari hidup cowok itu. Ia rela melakukan apapun demi Virgo.

"Tapi ada syarat nya,"

"Apa?" Luna menjawab antusias.

"Lo harus bisa bikin Aura jatuh cinta sama Raga!"

Shit! Ini yang ia takutkan. Luna tahu, Aura itu tidak suka dipaksa apalagi dengan apapun yang tidak dia sukai. Luna hanya mempunyai keyakinan sekitar lima persen untuk membuat sahabatnya jatuh cinta pada Raga.

"Go, lo gila?!" sentak Raga merasa tidak setuju dengan permintaan cowok itu.

"Santai, main rilex aja, Ga."

"Aku nggak yakin, Go."

Virgo tersenyum menyeringai. "Yaudah, lo enggak bakal bisa jadi pacar gue!"

"Go, aku sayang sama kamu. Please kasih kesempatan buat aku." lirih Luna

"Kalo lo bisa ngelaksanain syarat gue, dengan berat hati lo bakal jadi pacar gue," ucap Virgo dengan lirikan mata yang malas untuk menatap Luna.

"Kamu bisa pegang omongan kamu?"

Virgo mengangguk, lalu pergi meninggalkan Luna sendiri.

"Semoga rencana gue berhasil!" Batin Luna berharap agar doanya terkabulkan.

•••

Dua hari berlalu dengan sangat cepat. Hari ini adalah hari dimana ia kembali ke sekolah. Rasanya malas sekali Aura untuk menjalankan aktifitas belajar nya seperti biasa. Apalagi sudah dua hari ini Renzo mendiami nya hanya karena kejadian yang lalu. Memang hanya Rozel yang tetap menemani nya disaat senang maupun sedih.

Keluarga Kenzeero tengah sarapan bersama dimeja makan. Keadaan nya sangatlah hening, dan hanya ada suara sendok dan piring yang menyatu.

"Zo, nanti malam ajak Fanya makan malam disini ya," mendengar ucapan itu Aura langsung tersedak makanan yang baru saja masuk ke mulut nya.

Ucapan Asshilla benar-benar membuat hatinya resah dan tidak tenang. Rasanya Aura ingin menangis saja, bukannya lemah tapi ia tidak mau ada perusak di antara keluarga nya.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Asshilla. Dan Aura hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Iya mah, nanti Renzo bakal nyuruh Fanya dandan yang cantik buat ketemu calon mertuanya," Renzo berucap dengan wajah datar.

Aura mengumpat dalam hati. Sampai kapan pun ia tidak akan sudi menganggap Fanya sebagai calon kakak ipar nya. Fanya itu bukanlah wanita baik-baik. Ia tidak rela jika Renzo disakiti oleh wanita licik seperti Fanya.

"Renzo nanti pas kamu jemput Fanya, ajak Aura ya. Biar mereka bisa saling kenal." ucap Asshilla.

Renzo diam, lalu menghembuskan napas kasar. "Nggak bisa!"

"Kenapa?" tanya Asshilla.

"Renzo takut kalo Fanya disakitin sama Aura. Soalnya akhir akhir ini dia suka ngejelek-jelekin Fanya!" Renzo menatap tajam bola mata Aura.

"Renzo! Ayah nggak suka kamu ngomong gitu ke adik kamu!" tegas Raffa yang akhirnya turut berbicara.

Memang terkadang Raffa hanya menyimak ucapan mereka. Tetapi jika ada yang menyakiti Aura, ia tidak akan tinggal diam. Karena menurut Raffa, Aura sangatlah berharga bagi nya.

"Emang begitu kenyataannya. Kalo nggak percaya tanya aja sama dia!" Renzo menunjuk Aura menggunakan dagu nya.

Raffa mengalihkan tatapan nya. Sekarang Aura tengah menjadi fokus Raffa. Ayah Aura ini hanya ingin mendengar kejujuran dari putri kesayangan nya tersebut.

"Apa itu benar?" tanya Raffa dengan tatapan intens.

Aura harus menjawab apa? Percuma saja ia berterus terang, toh tidak ada bukti yang bisa Aura perlihatkan agar mereka percaya dengan omongan nya. Untuk saat ini, lebih baik Aura mengalah.

"Iya yah," ucap Aura gugup lalu menundukkan kepala nya.

"Tatap mata ayah, Aura!" tegas Raffa.

"Hilangkan rasa iri didalam diri kamu! Ayah nggak suka. Tolong bersikap lebih dewasa sedikit, paham?"

Aura mengangguk lalu pamit kepada kedua orang tuanya untuk berangkat sekolah. Makanannya belum habis, dan Aura tidak peduli dengan hal itu. Yang terpenting ia ingin menenangkan segala bebannya lebih dahulu.

•••

A/n: Babang Renzo knp Jadi Sensi ya?

AURAGA || END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang