"Alfaaaa! Lihat macannya menggendong bayi!" Lea berteriak dengan girang saat melihat macan yang tengah menggendong anaknya.
Alfa tertawa melihat kekasihnya yang anggun berubah menjadi seperti tarzan betina sejak saat mereka keluar dari villa.
Sean berdecak melihat tingkah sepasang manusia yang amat sangat banyak bicara didepannya. "Kalian akan diterkam singa jika terus menerus berteriak macam orang utan seperti itu."
"Itu macan daddy, bukan singa." Alana terkekeh saat menyangkal perkataan Sean.
"Nah dengar itu bodoh, binatang didepanmu adalah macan. Bukan singa." Alfa tertawa dengan amat sangat menjengkelkan
"Binatang didepanku memang macan, tapi binatang yang berada dibelakang mu adalah singa." Sean berkata dengan wajah datarnya namun Alfa langsung melompat karena terkejut.
Baik Alana maupun Azalea, mereka sama sama terbahak melihat Alfa yang terjungkal kebelakang.
"Uncle kau sangat hiperaktif hari ini, hingga singa saja malas mendekat padamu. Jadi tenang saja ia tidak akan mengigit." Alana mengulurkan tangannya membantu Alfa untuk berdiri
Pria mungil itu mendelik tajam kearah Lea yang sibuk menertawakannya, tanpa berniat membantu.
"Lihat saja jika Peter menyusul, aku akan meminta bantuannya untuk memasukan kalian kedalam karung dan melempar kalian kearah jerapah yang lapar!" Alfa berucap dengan penuh penekanan dan ia menghentakkan kakinya sebelum pergi meninggalkan yang lain.
"Jerapah tidak makan daging bodoh." Sean menjawab dengan wajah jengkel yang amat ketara.
Alfa adalah lulusan terbaik Harvard university, namun jika berhadapan dengan hewan hewan ia akan terlihat buruk sekali soal pengetahuannya.
"TEERSERAH! YANG PENTING JERAPAH ITU BESAR!"
Lea dan Alana benar benar terbahak karena tingkah pria yang baru saja berlari terbirit birit kembali pada mereka karena ada rusa yang mengikutinya.
"SAYANG TOLONG AKU DIA AKAN MEMAKANKU!!" Alfa bersembunyi dibalik punggung kekasihnya
"Al, rusa sama seperti jerapah, mereka tidak suka daging." Lea berkata dengan lembut membuat Alfa sedikit menjauh dan kembali memasang wajah menyebalkannya.
"Aku akan kembali ke villa dan bermain dengan Peter, aku marah pada kalian bertiga."
Sean memutar bola matanya dengan jengah sedangkan Alana mendengus pelan. Alfa bisa berubah menjadi sangat kekanakan saat merajuk.
"Aku akan menyusulnya, kalian tak apa?" Lea hendak kembali ke villa mereka namun bertanya terlebih dahulu pada dua orang yang tersisa.
Alana menganggukkan kepalanya, "Aunty bisa menyusul uncle Al. Dia akan semakin merajuk jka diacuhkan saat moodnya sedang buruk."
Lea tertawa ringan dan menunjukkan sisi keibuannya yang amat kentara. "Kau benar. Kalau begitu aku akan kembali ke villa sekarang."
Tinggal lah Alana dan Sean berdua dengan pemandu mereka.
"Daddy, aku mengasingkan dia ketempat yang jauh. Tak apa bukan?" Alana berkata pelan
Sean tahu siapa yang Alana maksud, pria itu mendekat dan merangkul gadisnya dengan posessif. "Jika itu memang yang terbaik, dan merupakan pilihanmu aku tak apa. Jangan berfikir bahwa aku masih memiliki rasa padanya, princess. Seluruh hatiku sudah kau miliki tanpa sisa,"
"Aku hanya takut menyakitimu tanpa aku sadari.."
"Sekalipun kau tidak pernah menyakitiku sayang, kau adalah anugerah. Sungguh, jangan terlalu banyak berpikir dan berujung dengan menyakiti dirimu sendiri." Sean mengecup pelipis Alana dengan lembut, membuat gadis itu memejamkan matanya.
Alana setuju dengan apa yang Sean katakan, ia memang terlalu banyak berpikir hingga merasa kewalahan dan lelah sendiri, padahal seharusnya ia jalani saja apa yang sedang ia lalui sekarang, perkara bagaimana mereka dimasa depan kelak, itu akan menjadi urusannya nanti. Yang jelas ia hanya harus memastikan bahwa Sean harus tetap ada dalam dunianya, sekarang ataupun nanti.
"Lebih baik kita kembali ke villa dad, jerapahnya tidak mau mendekat padaku.." Alana memeluk lengan Sean dengan erat membuat pria itu terkekeh.
***
"Lihat siapa yang bodoh sekarang.."
Baru saja mereka memasuki villa, pemandangan yang terlihat adalah Peter dan Alfa sedang beradu mulut dengan masing masing menggenggam roti cokelat ditangan.
"Ada apa ini Jennie?" Alana mendekat kearah Jennie yang sedang duduk disofa ruang tengah villa mereka.
"Peter marah pada uncle Alfa yang memasukkan selai cokelat pada roti buatannya, Peter tidak suka jadi mereka berperang sejak tadi." Jennie menjelaskan dengan wajah malasnya, ia sedang menikmati potogan apel sambil menonton perilaku kekanakan calon suaminya.
"Dimana aunty Lea?"
"Ia sedang mengangkat telepon beberapa menit yang lalu.
Omong omong aku sangat penasaran pada wanita bernama Rhea, ia sering sekali disebut tapi aku tidak tahu dia siapa." Sambungnya
Alana menghela nafas pelan, cepat atau lambat ia harus menceritakan ini pada Jennie, ia juga berhak tahu siapa orang yang hampir menghilangkan nyawanya.
"Dia adalah wanita yang dulunya pernah berhubungan dengan Sean. Wanita yang menghalalkan segala cara agar Sean kembal padanya."
Alana menelan ludahnya dengan gugup, ia benar benar sulit menguasai diri jika harus mengingat kenyataan yang sedang ia ceritakan ini.
Rhea adalah ibuku, yang baru aku ketahui beberapa waktu belakangan. Dia juga wanita yang berusaha melenyapkan nyawamu dan baby.
Maaf.. Jennie maafkan aku, jika saja kau tidak mengenalku kau tidak akan celaka dan mendapat ancaman separah ini." Alana mengakhiri kalimat panjangnya dengan uraian air mata. Ia mulai terisak pelan.
"Tidak. Jangan bicara begitu Alana. Kau sahabatku. Aku beruntung bisa mengenalmu. Aku yakin ini pasti berat untukmu, tapi tak apa, karena aku dan yang lainnya akan selalu berada disampingmu hingga akhir.." Jennie memeluk sahabatnya erat, ia mengusap pelan punggung Alana agar gadis itu lebih tenang.
Tanpa dua wanita itu sadari, ketiga pria yang sedari tadi beradu mulut sudah terdiam, melihat dan mendengar apa yang baru saja Alana ucapkan.
Sean menghela nafasnya dengan berat. Alana lebih sering menangis akhir akhir ini, dan itu benar benar menyesakkan. Ia tidak suka gadisnya menderita.
"Baby.. kemarilah aku ingin bicara denganmu." Sean menghampiri Alana dan meraih gadisnya
Alana mengikuti langkah Sean, jemarinya digenggam erat oleh pria itu.
"Apa sudah lebih baik?" Sean bertanya saat mereka duduk disebuah ayunan kayu di halaman belakang villa.
Alana menganggukkan kepalanya, menatap lengannya yang masih bertautan erat dengan lengan Sean.
"Jangan menangis lagi sayang, daddy tidak sanggup melihat lebih banyak lagi tangisan dari matamu.."
"Ini bukan salah daddy, aku memang lebih sensitif akhir akhir ini." Alana menjawab dengan parau.
"Apa yang harus daddy lakukan agar peri kecil daddy kembali ceria?" Sean mengusap surai gadisnya dengan penuh rasa sayang
Alana tersenyum lembut. " Cukup tetap ada disampingku. Perlahan aku akan kembali menjadi Alana yang kuat, Alana yang selalu menjadi kekuataan Sean Masen William."
Setelahnya mereka tidak bersuara, Sean membawa Alana kedalam pelukannya.
"Princess.."
Alana mendongak menatap Sean dengan wajah polosnya. "Yes, daddy?"
"Bagaimana jika kita menikah dalam waktu dekat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Daddy ✅
RomanceI'm her daddy 24/7. Don't you dare to touch her. - Sean William