Sebelas

10K 685 18
                                    

Jika kebanyakan wanita benci menunggu, lain halnya dengan Alana. Gadis itu suka menunggu. Dengan menunggu ia bisa mempelajari seni dari sebuah kesabaran. Selain itu, Alana akan memanfaatkan waktunya dengan baik ketika menunggu, seperti membaca majalah, novel, buku pengetahuan atau mendengarkan musik dari musisi yang ia sukai.

"Alana.. hhhh.. untung kau belum meninggalkanku." Jennie menghampiri Alana yang sedang duduk dengan tenang dipojok ruangan perpustakaan.

"Kau kena tilang, lagi?" Tanya Alana

Jennie menganggukkan kepalanya lalu merengut kesal. "Padahal aku tidak melajukan mobilku dengan kecepatan penuh! Dasar polisi kurang belaian. Bisa bisanya dia menilang mobilku tanpa sebab."

Alana memicingkan matanya. "Berapa kecepatan mobilmu saat ditilang?"

"Hanya 112 kilometer perjam! Tidak seberapakan?" Gadis itu merengek meminta dukungan dari Alana

Alana memutar bola matanya, "Kau bukan berkendara disirkuit balapan Jennie. Astaga... jika aku menjadi petugas tadi, mobilmu itu sudah pasti aku derek secara paksa untuk dibawa ke kantor polisi!"

Jennie menghentakkan kakinya dan memasang wajah kesal. Pasalnya ia memang sangat terburu buru tadi.

"Omong omong, miss Berta tidak akan masuk jam 11 nanti. Ada urusan mendadak dia bilang."

Jennie membulatkan matanya dengan wajah kesal bukan main. "Apa wanita itu gila??? Aku hampir mati tadi demi mata kuliah sialannya itu!"

"Aku juga harus meninggalkan uncle Peter dan uncle Alfa dirumah, padahal kami jarang berkumpul. Jika aku tau miss Berta tidak akan datang, mungkin aku masih berada dirumah sekarang." Alana mengehela napas panjang.

Tapi tak apa. Lagipula aku harus menyusul kuis mata kuliah Ekonomi. Tadi pagi aku tidak datang." Sambungnya

Jennie duduk disebelah Alana, "Aku juga akan menyusul kuis itu nanti sore. Jadwal Mister Handry ada di kelas Jeon."

"Berarti kita akan ikut kelas mereka nanti?" Alana bertanya dengan was was

Jennie menganggukkan kepalanya, "Oh ya.. Kenapa kau meninggalkanku kemarin?"

Alana berdecak mengingat apa yang terjadi padanya kemarin. "Sean marah. Dia melihat Xabilly mengusak rambutku."

"Sungguh?? Si bodoh itu malang sekali."

"Kau mengejek Sean bodoh?" Alana salah menangkap ucapan Jennie kali ini

"Bukan, tentu saja bukan Seanmu. Tapi Xabilly. Dia bukan tipikal orang yang  mudah jatuh cinta. Tapi ketika hatinya jatuh, malah pada tempat yang salah."

"Setiap orang berhak mencintai dan dicintai. Tentang pada siapa, kapan dan bagaimana cintanya itu tidak bisa ditentukan, Jen." Alana menaruh kembali buku yang ia bawa ke mejanya

"Omong omong, uncle Petter sempat menanyakanmu." Alana kembali membuka suara

Jennie diam menunggu kelanjutan dari ucapan sahabatnya.

"Sepertinya dia ingin melakukan pendekatan denganmu.." Alana melanjutkan ucapannya

Jennie berdecak, "Dia itu sudah sangat matang, tampan dan berwibawa. Untuk apa melakukan pendekatan padaku yang masih seorang mahasiswi tingkat pertama."

"Aku dan Sean terpaut 17 tahun jika kau mau tau." Alana tersenyum kecil

"Aku sebenarnya sangat penasaran dengan hubungan kalian.. Kau.. menjadi semacam babygirlnya Sean atau bagaimana?"

Alana mengangguk tapi kemudian ia menggeleng. "Aku sudah bersama dengannya sejak bayi.. Mangkannya aku memanggil dia Daddy. Tapi semakin aku beranjak dewasa tidak ada perasaan cinta pada seorang ayah untuknya. Yang ada hanya aku mencintai Sean sebagai seorang wanita." Alana menjeda pekataannya

Sugar Daddy ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang