Alana pergi dari tempat dimana Rhea disekap. Ia akan mengunjungi Jennie dan Peter. Pikirannya terbagi kesana kemari, memikirkan tindakan apa yang harus ia ambil untuk Rhea, bagaimana caranya agar Sean tetap aman, dan apa yang harus ia lakukan agar kejadian yang Jennie alami tidak terulang lagi.
Ia hampir menyerah akan semuanya, ia berpikir untuk meyerah dan pergi meninggalkan semua kerumitan ini.
Namun jelas tidak akan semudah itu. Sean adalah segalanya, jika ia memutuskan untuk pergi bagaimana Sean akan menjalani hidup sedangkan tidak melihat Alana sehari saja, pria itu sudah panik mencarinya.
Alana tersenyum, kembali mengingat kenangan yang sudah ia lewati dengan seorang Sean William didalamnya.
"Dion.. Aku tidak bisa hidup didunia dimana Sean tidak berada didalamnya..
Tapi, aku juga tidak sanggup terus menerus melawan ibuku sendiri. Sekejam apapun ia dimasa lalu, ia tetaplah wanita yang melahirkan dan mengandungku.." Alana menatap kearah jalanan
Dion sendiri tidak tahu harus menjawab apa untuk menenangkan nonanya itu, ia tidak pernah dilatih untuk menenangkan wanita.
Alana kembali tertawa getir, "Kau tahu, Sean dan aku akan menikah saat aku lulus kuliah nanti. Tapi apa sekarang masih bisa? Apa sekarang aku masih pantas bersanding dengannya?
Dion, rasanya sakit sekali.. Sungguh aku tidak main main. Kali ini Rasanya sangat menyesakkan." Alana masih menumpahkan semua yang ia rasakan selama beberapa waktu belakangan
"Nona, apapun yang terjadi, jangan menyerah. Jangan pernah menyerah terhadap apapun. Aku akan selalu mendampingimu. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri." Dion melihat kearah spion yang menunjukan Alana dengan keadaan sangat kacau.
Dion benar benar harus mempertemukan Alana dengan Sean secepatnya. Ia menambah kecepatan mobilnya agar bisa segera tiba dirumah sakit.
Setibanya dirumah sakit, Alana berhenti didepan ruang rawat sahabatnya, menatap dengan sendu handle pintunya, berpikir keras untuk masuk atau tidak.
"Masuklah nona, anda perlu bertemu dengan, Sean." Dion memegang bahu Alana menyalurkan kekuatan yang ia miliki untuk gadis rapuh dihadapannya.
Alana mengangguk dan memutar handle pintu dengan pelan.
Sean mendongak mengalihkan pandangannya kearah pintu dimana Alana berdiri. Ia menghampiri Alana, menenggelamkan gadisnya dalam dekapan yang ia berikan.
Peter menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, tak sanggup melihat kehancuran dari dua orang yang sangat ia sayangi sejak dulu.
"Daddy.. Daddy i need you.." Alana memanggil Sean dengan suara bergetar menahan tangis.
Sean sendiri tak kuasa menahan segala beban yang ia simpan dalam dadanya, semua ini tidak pernah ada ujungnya. Rasa sakit, takut dan hampa selalu ia dapat ketika membayangkan harus hidup tanpa Alananya.
"Aku sangat mencintaimu, princess. Jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku sedetik saja. Kau mengerti?" Sean memeberi jarak dalam pelukannya dan menatap langsung ke manik mata Alana.
Gadisnya mengangguk patuh, mengabaikan setiap jeritan rasa sakit yang ia derita karena kenyataan ini.
"Sebaiknya kalian pulang, aku akan menjaga Jennie dan akan memberi kabar saat ia terbangun." Peter tersenyum ke arah Sean dan Alana, ia ingin kedua sahabatnya berbicara dengan keadaan tenang
"Aku akan segera kembali. Bangsal ini sudah dijaga dengan ketat dan dokter yang menangani Jennie adalah orang orang kepercayaan kita. Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi.
Alfa juga sedang dalam perjalanan pulang." Sean menepuk bahu Peter dan sahabatnya itu tersenyum, ia sangat bangga memiliki persahabatan yang kuat dengan Sean maupun Alfa. Karena mereka bertiga selalu saling menjaga dalam keadaan apapun.
***
Alfa tahu bahwa kekacauan ini akan terjadi cepat atau lambat, namun ia tidak menyangka Rhea akan melibatkan Jennie yang notabenenya tidak mengetahui apapun tentang masa lalu mereka.
Alfa sempat berpikir Rhea akan mencelakai Lea, gadis yang ia cintai dan sudah diketahui oleh Rhea sejak dulu ketimbang Jennie yang baru saja datang ke dalam kehidupan mereka beberapa bulan belakang ini.
Dan hal mengejutkan lainnya adalah Alana yang memilih untuk melawan Rhea setelah dia tahu siapa wanita itu demi mempertahankan Sean. Baik Peter, Sean maupun dirinya sendiri selalu berpikir bahwa suatu hari nanti Alana akan meninggalkan Sean ketika ia tahu masa lalunya.
Terlepas dari semua kemungkinan yang ia dan sahabat sahabatnya perkirakan, Tuhan ternyata mempunyai skenarionya sendiri. Alfa bersyukur setidaknya Sean tidak kehilangan Alana. Ia tidak bisa membayangkan akan sehancur apa pria itu jika Alana memutuskan untuk pergi dari sisinya.
"Apa dia baik baik saja?" Alfa menatap lurus kearah Jennie yang masih tertidur dengan lelap.
Peter mengangguk, "Jennie sudah sadar. Dan dokter bilang dia juga bayiku baik baik saja."
Alfa sedikit terkejut saat mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Peter. "Jennie sedang hamil?"
"Ya, aku sangat bersykur baby baik baik saja." Peter tersenyum dan mengelus surai Jennie dengan sayang.
Alfa menggeleng tak percaya, "Kau dan Sean sama sama pedofil gila!"
Peter mendelik tidak terima, karena bagaimanapun juga usia Jennie dan Alana sudah 19 tahun. Tidak bisa dikategorikan sebagai anak dibawah umur.
"Kau dan dia akan menikahkan?" Alfa hanya memastikan bahwa sahabatnya itu masih waras.
Peter mengangguk semangat. "Aku akan menikah dengannya bulan depan, maaf karena melangkahimu dan Lea." Peter tersenyum lebar
"Bisa bisa Sean juga melangkahiku." Alfa memijat pangkal hidungnya, ia yang paling tua diantara mereka bertiga tapi sial, malah dia yang dilangkahi.
"Kalau begitu hamili saja Lea, aku jamin wanita itu akan menerormu untuk segera menikahinya." Peter tergelak puas
Alfa berdiri dan memukul kepala Peter dengan keras membuat Peter semakin terbahak melihat wajah jengkel sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Daddy ✅
RomantizmI'm her daddy 24/7. Don't you dare to touch her. - Sean William