Tiga puluh satu

6K 497 34
                                    

Alana berdiri dengan beberapa orang disekitarnya, orang orang yang mengantar kepergiannya. Peter, Jennie, Alfa serta Azalea.

Jika kalian bertanya apa ada Sean disana, jawabannya adalah tidak. Alana yang meminta agar Sean tidak ikut mengantarnya ke bandara. Alana takut jika Sean ikut mengantarnya, ia tidak akan sanggup pergi.

"Aku akan merindukanmu, jaga dirimu baik baik." Peter memeluk Alana dengan erat. Pria itu memang sudah menganggap Alana sebagai adiknya sendiri.

Alana mengangguk, ia tertawa karena Peter dan Alfa sudah menangis senggukan sejak memasuki ruang tunggu bandara.

"Aku akan kembali pada kalian, bisakah kalian menungguku?"

"Tentu saja kau harus kembali, pada kami gadis nakal! Jika tidak, aku yang akan menyeretmu pulang." Alfa menyeka air matanya dengan kasar

"Kau harus pulang saat baby lahir Al.." Jennie berkata dengan pelan.

"Tentu saja aku akan kembali. Kalian harus memenuhi janji kalian untuk tidak menyusulku, ya?" Gadis itu mulai berurai air mata saat meminta janji dari sahabat sahabatnya itu.

Azalea maju memeluk Alana dengan erat, wanita itu tidak banyak bicara namun ia yang menangis paling hebat sejak dua hari sebelum keberangkatan Alana. "Jaga dirimu baik baik."

Alana tersenyum sebelum akhirnya pergi meninggalkan mereka berempat. Ia melambaikan tangannya sebelum benar benar menghilang.

"Nona pesawat anda, sudah siap." D4 menghampiri Alana dengan paspor ditangannya.

"Terimakasih Dion, Kau sudah mengurus semuanya bukan? Aku tidak ingin usahaku dan Sean sia sia. Aku ingin bertemu lagi dengannya karena takdir, bukan karena hal yang sudah kami rancang."

D4 mengangguk paham.

Alana tersenyum tulus pada D4, ia sangat bersyukur memiliki orang kepercayaan seperti D4. "Terimakasih, terimakasih karena kau selalu membantuku, selalu melindungiku. Kau tahu aku tidak akan bisa melakukan ini semua tanpa bantuanmu, Dion."

D4 mengabaikan perkataan Alana yang menjurus pada kesudahan kontrak kerjanya dengan gadis itu.

"Jaga dirimu, kau bisa menghubungiku kapanpun kau membutuhkanku."

Alana mengangguk, gadis itu memeluk Dion sebagai tanda perpisahan, ia tahu bahwa urusannya dengan D4 tidak selesai sampai disini. Hanya saja untuk waktu yang lama kemungkinan besar ia tidak akan berjumpa dengan pria ini.

"Aku pamit, D4."

***

Semua yang terjadi memang diluar dugaan dan keinginan mereka semua, namun nasi sudah menjadi bubur. Dan biar waktu yang menyebuhkan hati dan jiwa yang terluka.

Sean tidak pernah membayangkan akan duduk didalam kamarnya dengan perasaan sehancur ini karena harus melepaskan Alana.

Terlebih dengan status yang baru saja mereka dapatkan dengan susah payah dan penuh dengan air mata. Alana kini sudah resmi menjadi tunangannya, dan seharusnya mereka menikah dalam waktu dekat.

Namun Sean tidak mau menjadi manusia yang egois dengan hanya mementingkan perasaannya sendiri.

"Mommy.. i miss her.." sean berkata dengan sangat pelan pada ibunya

"Aku tau nak, kalian sudah sejauh ini dan jangan menyerah hanya karena jarak."

Sean mengangguk. "Aku tidak mau pulang."

Nyonya William tertawa renyah, putranya masih sangat kekanak kanakan bahkan hingga usianya sedewasa ini.

"Permisi. Tuan teman anda menunggu diluar." Salah satu pengawal Sean menginterupsi

Sean mengerutkan keningnya bingung. Seharusnya mereka masih dibandara sekarang. Kenapa sudah tiba disini?

Tidak menunggu lama, ia berlalu menghampiri entah siapa yang mengunjunginya dirumah ibunya ini.

"Alfa? Ada apa? Kau tidak mengantar Alana ke bandara?"

Alfa menoleh dengan wajah dibanjiri air mata. Perasaan Sean yang memang sudah tidak baik baik saja semakin acak acakan saat mendapati kondisi sahabatnya ini.

"Sean.. Sean.. Princessa.." Alfa berusaha berbicara dengan nafas sesak dan tersenggal. Kakinya sudah tidak kuat menopang beban, ia benar benar lemas.

Buru buru Sean menopang Alfa dan membawa sahabatnya ke dalam rumah.

"Katakan ada apa? Alana sudah berangkatkan?"

Alfa mengangguk. "Pesawatnya sudah berangkat dari tiga jam yang lalu."

"Lalu kenapa? Kenapa kau sekacau ini?"

"Pesawatnya.. pesawat.. yang ditumpangi Alana meledak diudara.."

Sean mendengar semuanya dengan jelas. Sangat jelas bahkan hingga membuat jantungnya berdentam keras. Seluruh dunianya runtuh dalam sekejap mendengar penjelasan yang baru saja dikatakan oleh Alfa.

"Kau gila?!!" Sean membentak Alfa dan membuat semua pengawalnya berjengit karena terkejut.

Alfa tidak menjawab. Ia hanya terus menangis. Ditambah ketiadaan Peter dan yang lainnya, membuat Alfa dan Sean lumpuh. Tak memiliki pegangan.

Saat mengetahui kabar yang begitu buruk ini, Alfa langsung pergi ke rumah nyonya William karena ia tahu Sean ada disana. Mugkin saat ini Peter dan yang lainnya sudah mengetahui kabar jatuhnya pesawat Alana.

"Alfa.. katakan padaku kau hanya bermain main, aku mohon.. kau kakakku bukan?

Jangan seperti ini. Aku tidak suka.." Sean memegangi lengan Alfa dengan erat.

Alfa semakin hancur melihat Sean yang benar benar kacau melebihi apapun.

"Sean.. semuanya.. semuanya benar benar terjadi. Alana ada disana. Dia bersama-

"Tidak. Tidak mungkin dia meninggalkanku lebih jauh lagi. Alfa demi tuhan tolong katakan ini semua hanya leluconmu!" Sean berlutut dikaki sahabatnya.

Ia benar benar berharap Alfa hanya sedang melakukan lelucon seperti biasanya.

"Astaga. Ada apa ini?" Nyonya William berlutut menyamai tinggi putranya.

Sean berbalik dan memeluk ibunya dengan erat. "Mommy, tolong aku.."

Perlahan tubuh Sean meluruh, seolah tenaga yang ia miliki menguap entah kemana. Kesadarannya perlahan menghilang dan semua berubah gelap.

Sama seperti dunianya saat ini.

----

Untuk last part dan epilog akan aku post di Intagram yaaa. See u there!


Sugar Daddy ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang