17. Gosip Miring

2.7K 235 18
                                    

Arkan tidak mengambil pusing gosip yang beredar tentang dirinya. Dia tak ingin terlalu terbawa suasana yang mencekam ini.

"Hahhh!" jerit Ardila di depan Firman, Ardi dan juga Arkan yang sekarang sedang duduk berkumpul.

"Kenapa sih, Dil?" tanya Ardi heran

"Gua khawatir!"

"Tentang gosip itu? Iya kita enggak bisa gimana-gimana, yang di gosipinnya juga santai banget," jawab Firman sambil melirik Arkan.

Arkan yang tadi sedang bermain game, akhirnya ikut gabung dalam pembicaraan.

"Faiza tau?"

"Enggak, Kan. Tapi, tadi gua ketemu di lapangan, dia nanya ke gua sampai panik gitu," jawab Ardila hampir menangis.

"Panik gimana? Kok bisa?" tanya Arkan khawatir.

"Katanya, ... " Ardila pun menceritakan kembali apa yang tadi Faiza ceritakan padanya. Ia mulai meneteskan air mata, isak tangis yang sedari tadi ditahan akhirnya keluar juga.

"Mau gimana pun cuma lu yang bisa bikin masalah ini selesai. Karena yang ada di gosip ini kan lu," ucap Firman pada Arkan, Firman tau Arkan mulai merasa terganggu jika Faiza sudah terkena imbasnya.

"Nah, gua bingung harus gimana dulu." Arkan tampak berpikir. "Gua emang deket sama Faiza sih. Tapi, hubungan gua sama cewek gua juga baik-baik aja kok." Jeda sebentar, Arkan tampak berpikir lebih keras. "Kayanya ada yang sengaja mau bikin gua sama Faiza jauh. Tepatnya sih, bikin Faiza sengsara. Korban dia sebenarnya Faiza!" Arkan mencoba mengumpulkan perkiraannya.

"Tetap harus diselesaikan, kasian Faiza! Emang sih, cewek lu jadi korban digosip ini. Tapi, kan Faiza juga enggak tau apa-apa. Dia cuma korban yang dituduh, padahal dia sendiri enggak tau masalah yang sebenarnya," Ardi menimpali.

"Gua samperin cewek gua dulu," ucap Arkan sambil keluar kelas, dan diangguki teman-temannya.

"Gua gagal banget jadi kakak, gua enggak bisa jagain ade gua. Gua payah banget yaaa?" ucap Ardila disela tangisnya.

"Sstt, jangan ngomong gitu, Dil. Semua bakal baik-baik aja," ujar Firman yang diangguki oleh Ardi.

"Lu berdoa aja, kita percayain sama Arkan. Kalo sulit, kita bantu. Tapi, gua yakin Arkan bisa," lanjut Firman lagi.

"Gua enggak yakin Faiza baik-baik aja sekarang, pasti ada yang terjadi sama dia," ucap Ardila, lalu ia mengingat curhatan Faiza kala itu. "Sebelum dekat sama Arkan dia sempat ngalamin kaya gini. Aldi? Lu kenal Aldi anak pondok yang udah keluar itu 'kan?" tanyanya pada Ardi dan Firman, lalu jeda sebentar. "Dia pernah ngejar si Aldi itu, cuma dia kalah cepat sama sahabatnya. Tapi, dia tetap bertahan dan hebatnya dia bertahan tuh tanpa sedikit pun ngasih tau kalo dia punya perasaan. Dia cuma sekedar merhatiin dari jauh, nemenin chat saat si Aldi itu ngabarin, ngasih bantuan pas lagi dibutuhin," Ardila berbicara sambil menangis, tak terbayang bagaimana bisa Faiza menahan perasaannya kala itu. "Dan sekarang sama Arkan pun kembali ngerasain lagi. Bedanya, kenapa sama Arkan justru lebih sulit jalannya?" Isak tangis Ardila sudah tak terkontrol, hidungnya juga sudah sangat basah.

"Udah, Dil! Lu biar tenang dulu, kalau lu udah tenang, kita pikirin bareng-bareng," Ardi pun menenangkan.

Tiga hari berlalu, selama tiga hari ini Ardila tak bertegur sapa dengan Arkan. Tidak, Ardila tidak marah, hanya saja ia kecewa.

Sampai tiga hari ini Arkan hanya cuek, tidak ada tanda-tanda menyelesaikan masalahnya. Dan yang lebih menjengkelkan lagi, selama tiga hari Arkan malah lebih sering menghampiri kekasihnya.

Ardila yang sudah tidak tahan pun angkat bicara. Saat waktu istirahat tiba, ia menghampiri Firman dan Ardi.

"Gua enggak kuat! Tiap hari gua diem-dieman sama ade gua. Selama tiga hari mata dia bengkak, makan dia kurang, kerjaan dia ngurung diri. Tapi Arkan? Arkan malah senang-senang sama ceweknya. Dimana hatinya sih? Kecewa gua, sumpah!" Ardila meluapkan emosinya yang sudah ia tahan selama ini.

"Maafin gua, Dila. Gua kira dia punya rencana, makanya gua suruh lu diem selama tiga hari ini. Tapi, ternyata malah begini jadinya," ucap Firman lemah, karena awalnya ia yang meyakinkan Ardila bahwa Arkan pasti bertindak.

"Gua enggak habis pikir, bisa-bisanya Arkan sekejam ini. Jahat sumpah, enggak percaya kalau Arkan yang sekarang itu Arkan yang temen gua selama ini," Ardila menangis karena emosi yang sudah tidak bisa ia tahan. Di sampingnya sudah ada Ardi yang seperti biasa selalu siap sedia menenangkannya.

"Kalau besok Arkan enggak ada pergerakan juga, gua mau kita yang turun. Gua enggak bisa liat ade gua dihina terus-terusan. Emang kita enggak punya bukti, karena cuma Arkan yang bisa jelasin semuanya. Tapi, gua mau masalah ini selesai!" Ardila yakin pasti ada jalan keluarnya.

"Oke, gua setuju. Tapi, apa yang mau lu lakuin, Dil? Arkan aja lagi menghindar banget dari kita, di pondok aja dia kaya berusaha ngehindarin kita ya, Di?"

"Iya, gua bingung kenapa Arkan bisa gitu. Ada apa sebenarnya, ya?" Ardi menjeda sebentar. "Apa yang Arkan bilang waktu itu ada benarnya? Kalau dalam masalah ini ada dalang di belakangnya?" Ardi mengutarakan kebingungannya selama ini.

"Oke, gua punya cara. Kalian bantu gua," Mereka pun menyusun rencananya, entah apa yang akan mereka lakukan nanti.

  ▪️▪️▪️▪️▪️

Tiga hari sudah Faiza melewati hari dengan penuh cacian, makian bahkan hinaan. Tak jarang pula yang berbicara langsung tepat di depan wajah Faiza.
Dan sekarang, Faiza hanya bisa pasrah.
Toh, dia memang salah.

Lalu kemana Arkan? Selama tiga hari ini Arkan tidak ada kabar sama sekali. Padahal Faiza pikir, Arkan akan membantunya, melindunginya, dan menyelematkannya.
Tapi, Faiza lupa, dia ini siapa? Dalam gosip ini, Faiza-lah pemeran antagonisnya.

Kini Faiza hanya bersama sahabat-sahabatnya. Entah kemana Arkan, kemana teman-temannya Arkan. Bahkan Ardila pun tidak pernah menemuinya. Ardila yang biasanya selalu menanyakan apa yang terjadi, sekarang tidak. Setiap di rumah Ardila hanya diam jika bertemu Faiza.

Faiza bingung.
Kenapa di saat masalah besar seperti ini mereka tidak ada? Kenapa disaat Faiza membutuhkan mereka malah menghilang? Kenapa Faiza dibiarkan sendirian untul menghadapi masalah sebesar ini?

Selama di sekolah, Faiza hanya terlihat masuk kelas dan keluar kelas.
Setiap istirahat dia tak berniat keluar. Dari pada sakit hati, lebih baik dia menahan lapar.

Masuk dan keluar kelas saja Faiza butuh perjuangan, makian dan cacian yang masih hangat itu selalu didengarnya selama tiga harian ini.

Hanya Azizah lah yang selalu ada untuk Faiza. Azizah yang selalu menyemangati Faiza. Sayangnya, Putri beda sekolah dan Siti beda kelas. Jadi, hanya Azizah yang bisa selalu ada di samping Faiza.

Bayangkan kalau Azizah tidak ada?
Bagaimana Faiza bisa kuat menghadapi masalah ini? Berterimakasihlah pada Azizah. Tanpa dia Faiza lemah.


Berjuang Tanpa Pengungkapan (COMPLETE) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang