29. Putus?

2.3K 174 8
                                    

Bukannya aku tak memiliki nyali sebagai lelaki. Tapi, hatiku tak cukup berani bila harus menyakiti kembali.

-Fairuz Arkan Habibi

-----------------------------------------

Nisa sempat melemah setelah hari pertama ia bersekolah, sejak ia melihat Arkan yang di hari itu terus-terusan menatap Faiza. Dan hari ini adalah hari libur, Arkan berniat akan menjenguk Nisa di rumahnya, setelah ia sibuk dengan kegiatan MPLS.

Sesampainya di rumah Nisa, Arkan duduk di ruang tengah ditemani Nisa yang sudah menunggunya.

"Udah baikan?"

"Udah kok, kamu udah makan?"

"Udah, tadi sebelum kesini,"

"Kok kamu bisa kesini? Enggak dicariin?" tanya Nisa heran.

"Enggak, sekolah libur. Di pondok juga lagi bebas, jadi aku minta izin keluar dan kesini deh," jawab Arkan. "Kamu pasti bosen 'kan di rumah terus? Makanya aku datengin," lanjutnya.

"Ohh gitu, bosen sih pasti. Tapi yaa mau gimana lagi,"

"Oh iya, aku punya sesuatu buat kamu," ucap Arkan seraya mengelurkan sesuatu itu dari dalam tasnya. "Ini buat kamu," menyodorkan 3 buah coklat batang yang berukuran besar.

"Makasih banyak, kamu ahli banget bikin aku seneng," ucap Nisa girang.

Nisa pun memakan coklatnya, dan Arkan hanya menatap gadisnya tersebut.

Arkan selalu bisa izin keluar pondokan dengan alasan membeli sesuatu, dan memakai kendaraan yang ada di pondok. Memang para santri lelaki bebas memakai kendaraan yang sudah tersedia jika ada keperluan, asal bisa menjaga nama baik pesantren.

Dan Arkan kerumah Nisa pun dengan penampilan ala santri. Peci yang bertengger gagah di kepalanya, kemeja hitam dengan kerah putih, juga sarung yang melilit di pinggang

"Enakkkk," ucap Nisa sambil menjilati tangannya yang penuh coklat.

Arkan yang duduk agak jauh dari Nisa pun sedikit mendekat.

"Pelan-pelan kalo makan tuh," ucap Arkan seraya mengelap ujung bibir Nisa yang ada coklatnya itu dengan tisu yang disediakan di meja.

Nisa mundur tak enak. "Abisnya enak," jawabnya, lalu membuka kembali coklat yang masih tersisa itu. Dan dengan sigap tangan Arkan menahannya.

"Jangan, dua lagi buat nanti. Kamu udah abis satu bungkus," ucapnya seraya menaruh coklat itu di meja. Nisa pun menyengir dan membenarkan rambutnya.

"Kan?" panggil Nisa hati-hati.

Arkan yang tengah menatap gadisnya sedari tadi pun menaikan alis guna menjawab panggilan itu. 

"Aku mau ngomong,"

"Ngomong aja," jawab Arkan.

"Aku mau putus," ucap Nisa cepat.

Arkan yang mendengar ucapan itu menggelengkan kepala.

"Aku salah denger kayanya, kamu bilang apa?"

Nisa menghela nafas. "Aku mau kita putus," ucapnya dengan penuh penekanan.

"Kamu bercanda?"

"Aku serius, aku mau kita putus," tegas Nisa sambil menunduk. Karena tak berani menatap Arkan.

Arkan menghembuskan nafas berat. "Itu permintaan kamu, dan akan aku turuti. Aku pamit," ucap Arkan seraya berjalan keluar rumah tersebut meninggalkan Nisa.

Berjuang Tanpa Pengungkapan (COMPLETE) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang