41. Rasa yang Berbalik

2K 163 8
                                    

"Hai ..."

Arkan tercengang mendengar suara itu, suara yang selama ini dia dambakan, suara yang selalu dia rindukan, dan kini suara itu mengalun dengan lembutnya.

Sesaat Arkan terpaku, menatap ke arah sosok yang tadi bersuara. Sosok yang amat sangat Arkan rindukan, bahagia rasanya bisa menatapnya kembali.

Sampai suara Ardi berdeham mengharuskan yang Arkan kembali ke alam sadarnya.

"Ehem,"

Arkan salah tingkah dibuatnya.

Faiza yang melihat itu pun menunduk, menyembunyikan merah di pipinya. Faiza tersipu malu, tidak bisa menyangkal perasaannya untuk Arkan yang memang masih ada, masih bersemayam di dalam hatinya.

"Sini duduk, Za!" ucap Ardi tiba-tiba.

"Ehh iya,"

Faiza duduk di sebelah Ardila, di meja persegi itu terdapat kursi panjang di kanan dan kirinya. Di depan Faiza ada Ardi, di samping Ardi ada Firman dan di samping Firman ada Arkan. Kebayang bagaimana suasananya?

"Kemana aja, ngga pernah keliatan?" tanya Firman setelah Faiza mengambil duduknya.

"Eh ada kok, lu 'kan sibuk jadi nggak pernah liat gua."

Padahal Faiza-lah yang selalu menghindar dari mereka.

"Ahh nggak, baru bulan-bulan ini sibuknya. Sebelum semester ini 'kan kita belum sibuk, tapi ketemu lu susah bener kayanya," lanjut Firman lagi, lebih terdengar seperti memojokkan Faiza.

"Eh dia 'kan anggota OSIS, jelas sekarang jarang ditemuin lah," ujar Ardi membela Faiza yang sudah terlihat kesulitan menjawab pertanyaan Firman.

Ah iya, Faiza termasuk anggota OSIS. Memang Faiza selalu mengikuti jejak Ardila yang kelewat aktif itu.

Faiza tertawa garing. "Nah iya bener, jadi anggota OSIS bikin gua sibuk seketika." ucapnya masih dengan diiringi tawa garing itu.

Lalu mereka lanjut membicarakan seputar program OSIS yang digarap oleh angkatan Faiza, mereka juga mengobrol seputar jadwal sibuknya kelas 12, dan masih banyak lagi obrolan-obrolan mereka selanjutnya.

Di tengah obrolannya, Faiza merasa jika ada yang tengah menatapnya, dan Faiza yakin itu Arkan.
Tak melihat memang, tapi sangat terasa jika Arkan kini sedang menatapnya.

Faiza menunduk, mencoba menahan perasaannya. Lalu mendongak lagi, setelah mengumpulkan keberaniannya itu. Karena untuk saat ini biarkan Faiza berpura-pura membenci Arkan terlebih dahulu.

"Eh iya, kalian lagi belajar. Kok gua ganggu gini sih yaa," ucap Faiza merasa tak enak.

"Nggak apa-apa kali, santai aja. Kaya nggak tau kita aja ah," ucap Ardi lalu tertawa.

"Gua ke sana aja deh, gabung sama mereka. Kalian lanjutin aja," Faiza bangkit menghampiri meja di sisi lain. Di mana meja itu masih ada santri yang baru datang, biasanya mereka hanya menumpang ngopi atau sekadar bermain.

"Sini, Za!" ucap salah satu dari mereka di sana, Faiza mengangguk dan duduk di sebelah lelaki yang memanggilnya tadi. Dan itu tak lepas dari pandangan Arkan sedikit pun.

Firman pun menyenggol pinggang Arkan dengan sikutnya, sampai Arkan meringis kesakitan.

Faiza yang mendengar pun menoleh.

"Lagian belajar tapi pandangannya kemana bae, mana itu mandangin sambil mangap." celetuk Firman meledek,

Dan lagi lagi penuturan Firman membuat pipi Faiza panas, mungkin sudah merah merona sekarang.

Lalu arkan mengalihkan pandangannya pada buku di depannya.

"Gua udah dapet lima soal yang udah gua pahamin nih." ucap Ardi tiba-tiba.

"Gua juga," Firman menimpali

Ardila mengangguk, lalu beralih menatap Arkan yang tengah memandangi buku di depannya.

"Dipandangin tapi kaga dipahamin mah percuma, Kan." ucap Ardila dengan entengnya.

Membuat Arkan tersentak dan Ardi juga Firman cekikikan ditempatnya.

"Pelan-pelan lu pahamin deh," ucap Ardila lagi.

"Iya udah bentar."

Setelah Arkan menanyakan beberapa soal yang menurutnya sulit. Mereka menutup bukunya, merapihkannya lagi.

"Mau langsung balik?" tanya Ardila.

"Baru jam setengah 10, nanti aja deh." jawab Firman seraya membaringkan badan di kursi panjang yang dia, Arkan dan Ardi duduki tadi.

Sedangkan Ardi dan Ardila sudah berpindah ke meja yang ada di sisi lain. Arkan hanya memainkan ponsel di kursi yang tadi diduduki oleh Ardila.

Arkan bingung harus bergabung atau tidak ke meja sana, sebab ada Faiza di sana, dan sudah jelas Faiza pasti masih membencinya.

Sesekali Arkan melirik meja sisinya itu, melihat betapa bahagianya tawa Faiza di sana. Jika Arkan di sana, mungkin dia tak akan tertawa seperti itu.

"Samperin, lu ajak ngobrol pelan-pelan," kata Firman tiba-tiba dengan posisi masih tiduran di kursi itu.

Memang meja yang di sisi lain itu agak jauh, jadi saat suara yang kecil seperti suara Firman tadi tidak akan terdengar ke meja sana.

Arkan menoleh pada Firman.

"Gua belum punya keberanian penuh." ucap Arkan.

"Niatin dong, perbaiki hubungan kalian, sebelum menyesal nantinya." ucap Firman lagi.

"Lebih baik gagal tapi pernah mencoba daripada menyesal karena tak pernah mencoba sama sekali." Firman melanjutkan.

Arkan hanya bergeming, dengan pandangan tetap pada satu objek di meja sana.

Lagi-lagi Firman bersuara.

"Jangan nyiksa diri sendiri, yakinkan hati lu. Kalau udah yakin, kejar lagi deh!"

Arkan mengangguk seolah mengerti. "Malam ini gua diem dulu, kalo malam-malam berikutnya dia masih mau keluar buat gabung, itu tandanya dia udah mau nerima adanya gua lagi," ucap Arkan yakin.

Dan Firman hanya mengangguk, dengan pandangan tetap pada handphone di genggamannya tersebut.

Terlihat di meja sanaFaiza tengah tertawa sangat lepas, melihat itu tak bisa dipungkiri Arkan pun menyunggingkan senyumnya.

Tertular.

Melihatnya bahagia saja rasanya Arkan juga ikut bahagia, karena tawanya saja membuat Arkan tertular kebahagiaan tersebut. Ia yakin Faiza memiliki magnet kuat dalam tawanya tersebut.

Arkan yakinkan diri, malam berikutnya harus berani menyapa Faiza.

Mungkin di rumah Faiza saja, jangan di sekolah. Arkan tak ingin banyak anak sekolah yang tahu bahwa Arkan mulai mendekati Faiza kembali. Karena yang ia tahu, Faiza tak akan nyaman untuk hal itu.

Dan malam-malam selanjutnya lagi, Arkan akan memulai aksinya kembali mendekati Faiza. Ia yakin, bahkan sangat yakin untuk rencananya tersebut.

Setidaknya itulah rencana dalam benak Arkan dengan pandangan yang tak lepas barang sedetik pun dari gadis yang duduk tak jauh di sana.

Lagi dan lagi, tawa itu menularkan kebahagiaan di bibir Arkan. Entah sadar atau tidak Arkan sedari tadi senyum sendiri melihat tawa dari gadis itu.

"Ah, dia yang selama ini mengalihkan dunia gua ternyata." batin Arkan

----------------
Ngihaaaaa 💃
Arkan berbalik memperjuangkan Faiza uy! 🤭

Berjuang Tanpa Pengungkapan (COMPLETE) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang