46. Bimbang

1.9K 136 14
                                    

Seminggu sebelum UNBK adalah masa tegang, itulah yang dirasakan Arkan saat ini.

Dan sekarang, sudah beberapa hari dan akan berlangsung sampai UNBK selesai nanti, ia tak akan lagi ke rumah Faiza.

Karena apa? Tugas sudah selesai, alasan untuk belajar pun sudah tak ada. Jadi, ia harus fokus pada UNBK-nya.

Semua tentang Arkan pun tak luput dari pengetahuan Faiza. Walaupun mereka sudah lama tak berkabar, karena handphone Arkan yang sedang disita oleh senior di yayasannya.

Bukan tanpa alasan mereka menyitanya, sejak kelas 12 maupun kelas 9 yang ada di yayasan disibukkan oleh ujian, mereka diharuskan mengumpulkan handphone-nya tersebut.

Lalu Faiza tahu dari mana, sedangkan bertemu saja sudah jarang sekali, bahkan terbilang tak pernah.
Perlu kalian ingat, Faiza memiliki mata-mata.

Yaps, Ardila bisa disebut mata-mata tanpa bayaran.

Mengapa bisa dibilang seperti itu? Karena Ardila yang mau saja disuruh memata-matai Arkan, bahkan info tentang Arkan selalu dilaporkan pada Faiza, tanpa dibayar apapun.

Tak apa, selama dia masih mau. Manfaatkan saja. Pikir Faiza kala itu.

Bilang saja Faiza kejam, durhaka pada kakak sendiri. Tapi demi Arkan? Apapun Faiza lakukan.
Ah, jangan ditiru.

"Ngelamun terus," ucap Ardi yang tiba-tiba sudah ada di samping Arkan.

Arkan terperanjat, lalu menoleh pada asal suara tersebut.

"Demennya ngagetin gua mulu lu," ucapnya malas.

"Lah lu demennya ngelamun mulu," balas Ardi enteng.

Arkan hanya bergeming.

"Ngelamunin doi?" tanya Ardi dengan pandangan masih lurus ke depan.

Saat ini mereka berdua sedang duduk di pagar pembatas kamar pondoknya, dengan pemandangan di depan adalah pepohonan yang sangat mendamaikan hati dan di bawahnya ada kolam ikan.

Pertanyaan Ardi hanya dibalas dehaman oleh Arkan.

"Samperin, bukan dilamunin terus," ucap Ardi kemudian.

Arkan refleks menoleh.

"Bener 'kan?" tanya Ardi lagi.

Arkan menoleh lagi ke depan, menghela napas berat.

"Ketemu di mana? Ke rumahnya nggak mungkin, di sekolah? Dia aja sibuknya minta ampun. Dan kita juga lagi sibuk-sibuknya, Di. Susah buat ketemu dia di sekolah tuh," ucap Arkan sendu.

Ardi menepuk bahu Arkan dua kali, seraya berkata. "Iya betul sih, sabar. Setelah ini lu bakal ketemu kangen-kangenan. Perlu penantian panjang buat nyiptain kangen yang luar biasa." ujarnya kemudian.

Arkan pun mengangguk, mengiyakan.

"Udah ayo, bentar lagi azan asar." ajak Ardi seraya turun dari pagar pembatas tersebut.

"Iya, duluan. Kamar mandi masih antri." jawab Arkan yang masih setia duduk di sana.

Kenyataannya, ada perasaan yang tak biasanya Arkan rasakan. Tak bisa ia jelaskan pada siapapun, dan tak bisa dimengerti oleh siapapun.

Kenyataan yang benar-benar akan terjadi, tapi entah apa itu. Perasaan takut, perasaan khawatir, perasaan kehilangan menjadi satu. Tak biasanya Arkan merasakan ini.

Cukup lama Arkan masih setia dengan lamunannya. Sampai kedatangan seseorang membuatnya sadar.

"Mending salat, biar tenang." ucap orang tersebut dengan tenang.

Berjuang Tanpa Pengungkapan (COMPLETE) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang