21. Kecewa

2.5K 180 3
                                    

"Sekalinya kecewa, akan tetap kecewa!"

▪️▪️▪️▪️▪️

Di kelasnya terlihat Ardila sedang tertawa bersama teman-teman perempuannya. Saat Arkan, Firman dan Ardi memasuki kelas, Ardila menatap mereka. Raut wajah yang tadi sedang ceria, berubah menjadi datar dan sulit diartikan. Ia langsung menuju bangkunya dan duduk di sana.

Moodnya kembali buruk.

Ardila tau, tiga orang itu menghampirinya. Saat mereka sampai di hadapannya, fokus Ardila tidak pada mereka, ia malah mengobrol bersama teman yang ada di belakang mejanya.

Arkan, Ardi dan Firman bingung.

"Dil," panggil Firman.

Ardila hanya berdeham, tapi tatapannya masih fokus pada teman mengobrolnya.

"Dil, nengok sini. Gua mau ngomong," ucap Firman lagi.

Ardila menatap Firman. Hanya Firman.
Lalu mengalihkan tatapannya, lagi.

"Dil, lu bukan tipe orang yang suka ngambek lam ... " Ucapan Firman terpotong, karena Ardila sudah berdiri dan pergi dari sana.

Ardi ingin menyusul, tapi ditahan oleh Arkan.

"Udah biarin, Ardila masih kecewa sama gua. Beri dia waktu," ucap Arkan sendu, Firman pun menepuk bahu Arkan.

"Oke, lain kali kita coba lagi,"

Kringgggg ...

Bel masuk berbunyi, Ardila masuk kelas.
Sempat melirik ke bangku pojok dekat jendela, yang mana ada tiga orang lelaki di sana. Hanya melirik, lalu membuang muka kembali.

Mengambil hati kakaknya saja susah, apalagi adiknya.

Seseorang yang sudah kecewa, pasti sulit untuk mendekatinya lagi, kan?

Jam pulang sudah lewat, seperti biasa kelas Arkan akan pulang lebih akhir.

"Gua nyamperin Nisa dulu," ucap Arkan.

Dan tak sengaja terdengar oleh Ardila yang sedang berdiri di belakang mereka, Ardila hanya tersenyum miring.

Ardi menepuk bahu Arkan. "Kalem bro, biasa cewek. Suatu saat dia pasti ngerti kok," ucapnya santai.

Ardi itu orang yang pecicilan, dia yang ceria selalu bisa membangun suasana.

"Enggak usah terlalu dipikirin, nanti cepat tua lu pada. Biarin aja biarin," lanjut Ardi dengan nada guraunya.

Di dekat gerbang terlihat Nisa dan teman-temannya sedang bergurau. Lalu Nisa menatap Arkan, dan dibalas senyuman kecil oleh Arkan.

"Hai, udah lama?" tanya Arkan yang baru saja sampai di hadapan Nisa.

"Ehem ehem,"

"Cie cie,"

Suara teman-temannya Nisa mulai berisik, berbeda dengan Firman dan Ardi yang hanya saling pandang. Terlihat sekali mereka yang merasa canggung.

"Ah, enggak kok, baru keluar kelas. Udah mau pulang?"

"Iya, ayo bareng. Atau mau kemana dulu?"

"Mau ke rumah sakit, check up," jawab Nisa dan diangguki oleh Arkan.

Nisa sudah berbicara jujur kepada Arkan tentang penyakitnya.
Arkan benar-benar penyemangat Nisa saat dirinya sedang di titik paling lemah. Arkan juga sering ikut ke rumah sakit. Setiap di sekolah, ia suka menyiapkan makanan dan obat untuk Nisa. Mengecek keadaan Nisa berkali-kali, memastikan kondisi tubuh Nisa. Berlebihan sekali, 'kan?

Berjuang Tanpa Pengungkapan (COMPLETE) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang