• bab 04 •

3.3K 434 42
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Aku pulang," ucapku pelan setelah memasuki rumah. Tidak ada jawaban, itu artinya bibi sedang tidak ada di rumahku.

Langkah kakiku bergerak menuju kamar setelah aku mengganti sepatuku dengan sandal rumahan. Kuletakkan ranselku di meja belajar dan dengan gerakan kilat, kulepas hoodie milik Kou. Aku ingin segera berendam untuk menghilangkan rasa panas di tangan dan tubuhku.

Dengan cepat, kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi. Setelah menutup pintu dengan keras-aku tidak sengaja, aku memasuki bath up yang sudah terisi air dingin dan menenggelamkan badan di sana sampai sebatas mulut.

Rasa panas itu tidak sepenuhnya hilang, tapi setidaknya air dingin ini bisa mengurangi panas di tubuhku dan juga pikiranku.

Lama-lama jika setiap malam aku memimpikan hal itu, bisa kupastikan badanku akan penuh dengan luka sayatan.

Yang kuingat, aku memimpikan tentang dunia sihir sudah sejak lama, lebih tepatnya saat aku sekolah dasar. Hanya saja, mimpi itu kuanggap hal wajar karena aku memang percaya dengan dunia sihir. Lagipula ketika dulu aku masih kecil, aku memang sangat suka berkhayal. Jadi aku tidak terlalu memikirkan tentang mimpi-mimpi anehku.

Beranjak ke menengah pertama, aku tetap masih memimpikannya. Namun masih dapat dihitung jari aku memimpikannya. Bahkan karena jarang memimpikannya, aku sudah melupakan khayalanku tentang dunia sihir.

Memasuki perawalan menengah atas, mimpiku kembali muncul dengan intensitas yang lebih banyak. Bila dihitung, biasanya dalam seminggu, aku bisa memimpikannya sebanyak 2 atau bahkan 3 kali.

Dan sekarang, mimpi itu malah muncul di setiap aku tidur. Bahkan aku merasakan seakan mimpi itu nyata dan berefek pada tubuhku. Aku memang terkadang dapat mengendalikan mimpiku, atau biasa orang menyebutnya lucid dreams. Tetapi akhir-akhir ini, aku tidak merasa kalau aku dapat mengendalikan mimpiku. Semua mimpi itu berada di luar kendaliku.

Aku menghela napas panjang. Jika terus seperti ini, aku jadi kehilangan selera tidurku.

***

"Ah Yuuki, kau sudah pulang? Tidak biasanya kau pulang awal," ucap Bibi.

Tepat saat aku keluar dari kamar mandi, bibi masuk ke rumahku dengan dua bungkus plastik penuh yang aku yakin itu berisi belanjaan dan stok makanan ringan untuk satu bulan kedepan.

"Iya Bi, sensei mengizinkanku pulang. Aku sedikit tidak enak badan hari ini." Aku mengambil salah satu bungkusan itu untuk kutaruh di meja makan.

"Kau sakit? Mau Bibi antar ke rumah sakit?" Dengan cepat bibi menempelkan punggung tangannya ke dahiku.

"Tidak perlu Bi, aku tadi sudah minum obat di sekolah."

Aku menurunkan tangan bibi dengan lembut dan tersenyum untuk menghilangkan kekhawatirannya.

The Last SorcererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang