***
Kou menarikku ke kelas. Beberapa menit setelah aku memberikan hoodie dan imagawayaki, sensei masuk. Dalam hati aku merutuki kehadiran sensei yang dirasa kurang tepat itu.
Selama kurang lebih empat jam kemudian, bel istirahat yang kutunggu-tunggu itupun akhirnya berbunyi. Saking senangnya, aku hampir saja menepuk bahu Kou lalu menagihnya. Namun sebelum tangan ini mendarat di bahunya, dewi dalam diriku memperingatiku bahwa di sini masih ada kumpulan singa betina yang siap menerkamku kapan saja.
Aku mencoba berpikir selagi Kou terus memandang ke depan-aku sebenarnya tidak tahu dia menatap ke papan tulis atau bukunya.
Setelah satu menit aku berpikir, sebuah ide terlintas di otakku. Segera ku sobek kecil buku tulisku lalu menuliskan dua buah kalimat di sana.
'Kau masih berhutang penjelasan padaku. Kutunggu kau di belakang sekolah sekarang juga.'
Setelah itu aku bangkit dan berjalan ke depan. Kulempar kertas itu ke mejanya dan berjalan ke luar setelah sebelumnya aku tersenyum puas karena kertas itu mendarat sempurna di sana.
Tak berselang lama, kakiku kini berada persis di depan taman belakang.
Sebentar kurutuki diriku yang telah memilih tempat ini. Tapi bagaimana lagi? Hanya tempat inilah yang paling aman di sekolah. Jadi aku tak perlu cemas karena Sakura dan ekornya tak mungkin berani menginjakkan kaki di sini.
Beberapa detik setelah aku menyender pada tembok, Kou datang dengan menyaku kedua tangannya di saku celana.
Mungkin jika aku adalah penggemar berat pria tampan, bisa jadi aku sudah menjerit kegirangan saat ini.
Kou berhenti di sampingku. Punggungnya ia senderkan pada tembok, seperti posisiku sekarang.
"Jadi?" Kubuka suaraku berharap Kou akan segera menjelaskannya.
"Wizard," ucap Kou lalu kembali terdiam.
"Oke wizard. Lalu?"
"Kau."
Oh, ya Tuhan. Jika saja membunuh itu tidak termasuk dosa, aku pasti sudah melakukannya pada Kou sejak dulu. Bolehkah?
"Kou, bisakah kau bicara lebih panjang untuk saat ini? Aku benar-benar butuh penjelasan itu karena kau sendiri mengatakan bahwa aku adalah seorang wizard yang tersesat di bumi." Aku menjedanya sebentar, kemudian menghembuskan napas. "Bisakah kau jelaskan itu padaku?"
Kou masih pada posisinya. Ia menatap hamparan rumput liar yang bergerak karena terpaan angin musim semi. Dan aku hanya memandangnya dari samping. Beberapa detik kemudian aku menatap apa yang tengah ditatapnya dan memutuskan untuk menutup mulut. Sampai akhirnya sebuah suara membuatku kembali menoleh dengan guratan jelas di dahi.
"Seperti yang kubilang padamu. Kau adalah wizard. Kau salah satu bagian dari kami."
"Bagaimana bisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Sorcerer
Fantasy[Fantasy & (Teen/High School) Romance] Latar : Jepang ••• Dunia sihir itu ada. Begitulah menurut pendapat Yuuki. Meski bullyan sudah seperti sarapannya, Yuuki tak peduli. Ia masih kekeh dengan pendapatnya mengenai dunia sihir itu. Sampai suatu hari...