[Fantasy & (Teen/High School) Romance]
Latar : Jepang
•••
Dunia sihir itu ada.
Begitulah menurut pendapat Yuuki. Meski bullyan sudah seperti sarapannya, Yuuki tak peduli. Ia masih kekeh dengan pendapatnya mengenai dunia sihir itu.
Sampai suatu hari...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Aku bergegas pulang setelah melihat pintu portal dalam keadaan rusak. Ketika pintu rumah telah kugapai, aku segera masuk lalu menutup pintu itu rapat-rapat.
Napasku terengah-engah, mengingat keadaanku saat ini tengah berada dalam keadaan panik. Sambil menyender pada daun pintu, aku mencoba menenangkan pikiranku.
Aku yakin saat ini mereka semua tengah membutuhkanku. Tapi bagaimana aku bisa masuk ke dunia sihir sedangkan pintu portal sama sekali tak bisa kugunakan?
Ayolah Yuuki, berpikirlah!
Tapi, percuma. Berkali-kali kucoba untuk berpikir, otakku makin terasa buntu. Tak ada jawaban di ujung sana saat aku mencoba menjelajahi otakku yang berkapasitas minim ini.
"Apa yang harus kulakukan?"
Aku melihat ke sekeliling. Rumah kini dalam keadaan sepi. Mungkin, bibi pergi ke suatu tempat saat aku sedang ke pasar.
Kemudian aku berjalan menaiki tangga lalu ke kamar. Namun saat aku hendak mencapai kasur, aku tak menyadari ada sekat di lantai yang membatasi ruangan itu dengan pintu. Hal itu membuat tubuhku limbung dan menyenggol beberapa barang di meja hingga terjatuh ke lantai.
"Ashhh," rintihku.
Aku mengusap lututku, berharap bisa meredakan nyeri yang menyerang di sana. Kemudian aku meraih barang-barang yang jatuh dan kususun kembali di meja. Namun saat barang terakhir hendak kuambil, aku memilih menatapnya tanpa kedip.
Barang yang aku tatap saat ini adalah sebuah kunci. Tepatnya kunci yang kuambil secara diam-diam dari kamar bibi.
Aku mengambilnya lalu menatap benda itu lagi dan lagi.
"Teruntuk anakku, YuukiItou."
Kata-kata yang tertulis di kotak itu kembali teringat di otakku.
"Apa sebaiknya aku lihat isinya?"
Lagipula, kotak itu tertulis jelas untukku. Jadi tak apa bukan, kalau aku membukanya? Daripada aku berdiam diri tak tahu apa yang harus kulakukan, lebih baik aku memastikan isi kotak itu selagi bibi tak ada di rumah saat ini.
Aku membuka pintu dengan hati-hati. Lalu masuk tanpa menutup pintu karena menurutku, aku hanya sebentar berada di sana. Sehingga aku hanya membiarkannya terbuka supaya aku bisa lebih mudah keluar tanpa menimbulkan suara yang membuat bibi curiga nantinya.
Ku tarik kotak itu lalu kubersihkan debu yang menumpuk di sana dengan telapak tanganku. Sebentar, aku merasa menyesal karena telah membiarkan telapak tanganku kotor. Tapi tak apalah, aku bisa mencucinya ketika selesai.
Kotak kayu berwarna cokelat itu terlihat mencurigakan di mataku. Sebelum aku mencoba membukanya, aku kembali melihat sisi samping kotak yang bertuliskan kalimat 'Teruntuk anakku, Yuuki Itou' lalu beralih ke belakang koper.