***
Pagi tadi, Petra mengadakan rapat dadakan. Baik aku, Latro, para tetua, anggota BlackCluster, dan para guru pun hadir untuk mendiskusikan tentang keberangkatanku ke Andrania.
Petra menugaskan beberapa pengawal yang terlatih untuk berjaga dengan cara kamuflase di sepanjang jalan menuju Andrania. Serta siapa saja yang berhak ikut menemaniku ke sana.
Mulanya, keputusan Petra tidak mengikutkan Kou dan Irina kali ini di sepakati oleh semua. Namun tiba-tiba saja, Kou menggebrak meja sambil berucap, "aku akan tetap ikut." dengan suara tegas, seolah ucapannya itu adalah keputusan mutlak yang tidak dapat dibantah siapapun.
Tentu saja ucapan Kou itu membuat Ryou, sang ketua, membuka mulut. "Pikirkanlah kondisimu terlebih dulu. Kau itu masih belum sepenuhnya pulih. Akan sangat berbahaya jika kau nantinya harus mengeluarkan kekuatanmu."
"Aku bisa memastikan sendiri bahwa aku tidak akan kenapa-napa." Jawaban Kou membuat kami semua tak punya pilihan lagi saat itu.
Entah apa maksud sebenarnya ia bersikeras untuk ikut, aku sama sekali tak mengerti. Laki-laki itu terlampau sulit kutebak jalan pikirnya.
Sementara Irina, gadis itu dilarang Petra untuk pergi karena ia harus menjalani serangkaian penilitian sage yang akan di lakukan oleh para tetua dan juga Petra. Hal ini dilakukan karena istri Latro, Alisia, pernah berkata bahwa Irina bukanlah seorang wizard, melainkan sage karena gadis itu memiliki dua kekuatan.
Dan malam ini, di gerbang perbatasan, kami telah bersiap dengan jubah dan peralatan secukupnya sebagai bekal ke Andrania.
Kali ini, Kora diikutsertakan. Hewan lucu berbentuk kucing dengan rambut abu-abu itu terus bertengger di pundakku. Bahkan Alland yang gemas ingin menggendongnya pun mendapat geraman darinya. Aku hanya terkekeh saat melihat mulut Alland mengerucut.
Setelah Petra berucap hati-hati, perjalanan pun di mulai.
Kami harus melewati hutan belantara terlebih dulu sebelum menuju lembah Montae.
Sembari melangkah satu demi satu, kusempatkan untuk melihat ke sekitar. Petra bilang, pasukan penjaga sudah tersebar di sepanjang jalan yang mereka tempuh. Namun hingga saat ini pun, aku belum melihat keberadaan mereka.
Kamuflase yang mereka terapkan, benar-benar layak mendapat acungan jempol.
Dipertengahan senja, langkah kami akhirnya sampai di perbatasan. Dan sejauh ini pula, tak ada tanda-tanda hadirnya klan RedForces. Aku bersyukur karena itu.
Sementara yang lain mempersiapkan sapu, Kora sendiri sudah mengubah wujudnya. Aku mendudukkan diri di sana. Kali ini, tak hanya aku yang menumpanginya. Melainkan juga ada Kou yang duduk di belakangku.
Mulanya, Kou hendak memakai sapunya sendiri. Namun Latro langsung melarangnya, mengingat kondisi laki-laki itu masih belum seratus persen membaik.
Angin berhembus kencang saat perlahan, tubuh Kora mulai beranjak terbang. Sedikit melirik ke belakang, aku melihat Kou tengah menatap ke bawah, mengamati burung Avhem yang hilir mudik di bawah kami. Seolah mereka sedang menemani perjalanan kami ke tempat tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Sorcerer
Fantasy[Fantasy & (Teen/High School) Romance] Latar : Jepang ••• Dunia sihir itu ada. Begitulah menurut pendapat Yuuki. Meski bullyan sudah seperti sarapannya, Yuuki tak peduli. Ia masih kekeh dengan pendapatnya mengenai dunia sihir itu. Sampai suatu hari...