***
"Ada apa?" tanyaku membuka percakapan.
Kou masih dalam posisi awalnya, menatapku lamat.
Aku mendekat lalu berjongkok di depannya sambil mengibaskan tanganku. "Hei! Kau melamun?"
"Bagaimana kondisimu?" Bukannya menjawab, Kou malah bertanya balik.
"Kau bisa melihatnya sendiri. Kondisiku baik-baik saja," ucapku dengan disertai senyum kecil.
"Hatimu, bukan fisikmu."
Aku membalas tatapan netra hitamnya yang terkesan tajam itu. "Jika aku mengatakan baik-baik saja, apa kau percaya?"
"Tidak."
Kekehan kecil keluar dari mulutku. "Itu benar. Suasana hatiku saat ini sangat jauh dari kata baik-baik saja. Buruk. Sangat buruk."
Aku menunduk menatap rumput di taman itu. Sementara Kou mulai bangkit dari duduknya.
Beberapa saat kemudian sebuah tangan terulur tepat di depan wajahku, membuatku sontak menengadah, menatap si empunya.
"Ikut aku."
"Ke mana?"
Kou tidak menjawab dan di detik itu aku tersadar bahwa Kou tidak mungkin akan menjawabnya. Jadi kuputuskan untuk menerima uluran itu dan mengikuti ke manapun langkahnya membawaku.
Kami menaiki sebuah tangga hingga akhirnya tibalah kami di sebuah rooftop. Udara dingin langsung menyambut kami begitu langkah kami semakin jauh.
Aku berjalan hingga pembatas rooftop. Begitu juga dengan Kou yang kemudian menyenderkan punggungnya di sana.
"Aku baru tahu jika di akademi ada tempat seperti ini."
Kupejamkan kedua mataku. Perlahan, angin dingin mulai membelai wajahku.
"Kau suka?"
Mataku terbuka dan memusatkan pandangan pada pemilik wajah datar yang kini tengah menatapku. Kuanggukan kepalaku sambil memasang senyum. "Sangat. Terima kasih sudah membawaku ke sini."
Kou mengangguk sekali. "Nikmati saja anginnya, itu bisa membuatmu lebih tenang."
Aku mengikuti apa yang Kou sampaikan. Dan benar katanya, aku merasa lebih baik dari sebelumnya.
Kupandangi langit hitam bertabur kelap-kelip bintang di atas sana. Lalu menghela napas sejenak sembari pikiranku kembali tertuju pada hal-hal yang terjadi tadi.
Tanggung jawab itu sudah satu langkah lebih dulu berdiri di depan mataku. Dan kali ini aku tidak bisa berkutik. Banyak dari mereka yang membutuhkanku. Itu membuatku tidak bisa meninggikan rasa egoku.
Walau berat, tidak ada salahnya mencoba kan? Lagi pula aku tidak sendiri. Ada wizard, para petinggi BlackCluster.
Aku menoleh pada Kou yang tengah memejamkan matanya sementara angin malam mulai bermain pada surai hitam kelamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Sorcerer
Fantasía[Fantasy & (Teen/High School) Romance] Latar : Jepang ••• Dunia sihir itu ada. Begitulah menurut pendapat Yuuki. Meski bullyan sudah seperti sarapannya, Yuuki tak peduli. Ia masih kekeh dengan pendapatnya mengenai dunia sihir itu. Sampai suatu hari...