• bab 02 •

4.3K 477 24
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sesuai rencanaku tadi pagi, aku akan menanyakan pasal tato itu pada pria yang sedari tadi mengganggu pikiranku.

Namun masalahnya, sudah 10 menit mencari, aku belum juga menemukan batang hidungnya.

Aku menunduk, kemudian menghela napas lelah.

Kemana pria singkat, padat, jelas itu?

Aku terus berjalan dan sampai pada penghujung tangga, aku baru menyadari bahwa langkah kakiku telah membawaku ke rooftop sekolah. Tempat favorit di mana aku bisa merasakan kebebasan tanpa adanya bullyan dari mereka.

Aku menyunggingkan senyum saat angin sejuk menerpa wajahku.

Aku berjalan lebih jauh hingga tubuhku mengenai pembatas rooftop. Kemudian kurentangkan kedua tanganku lebar-lebar.

"AAAAA!" Aku berteriak sekeras yang kubisa sebagai kebiasaan yang selalu kulakukan tiap kali aku di sini.

"Bisakah kau diam? Kau sangat berisik."

Aku mengerjap kaget lalu segera memutar tubuh dan mencari asal suara itu.

Mudah saja.

Karena suara tadi berasal dari seorang pria yang tengah berbaring di sebuah sofa berwarna pudar dengan tangan kanan menutup matanya.

"Maaf. Aku tidak tahu kalau ada orang di sana."

Aku mendekat untuk memastikan siapa yang tengah berbaring si sofa itu.

Oh! Bukankah itu pria yang sedari tadi kucari?

Aku terus mendekat dan kembali terkejut saat dia tiba-tiba menyingkirkan tangannya dan menatapku tajam.

Oh, god! Tatapan yang sungguh mematikan.

Aku menyengir bodoh sambil menggaruk tengkukku yang sama sekali tak gatal. "Rupanya itu kau."

"Apa?"

Dahiku berkerut. "Hah? Maksudmu?"

Dia bangkit dan menyenderkan punggungnya pada senderan sofa. Dibarengi dengan kedua tangannya yang ia lipat di depan dada.

"Ada apa?"

Aku lagi-lagi dibuat bingung dengan pertanyaannya. Apa maksudnya? Tidak bisakah dia menanyakannya dengan lengkap? Aku jadi terlihat seperti orang bodoh di sini.

"Ada apa? Bisakah kau perjelas kata-katamu itu?"

"Apa kau ada urusan denganku?"

Ah! Jadi itu maksudnya. Tapi—

"Dari mana kau tau kalau aku ada urusan denganmu?"

"Wajahmu."

Aku lagi-lagi menyengir. Apa segitu mudahnya raut wajahku dibaca?

The Last SorcererTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang