6. Cerita Kita

1.8K 178 65
                                    

Alasan Rio belum pulang adalah karena tadi ban motornya kempes. Lalu, ia memutuskan untuk menghubungi salah satu sopirnya membawakan mobilnya ke kampus. Selama menunggu, Rio memutuskan untuk pergi ke cafetaria. Dan Rio sungguh bersyukur telah mengayunkan tungkainya ke tempat itu sehingga dia bisa melihat bagaimana Danu memperlakukan Ify. Jujur, Rio sendiri tak mengerti kenapa tadi tiba-tiba darahnya mendidih melihat pemaksaan Danu pada Ify. Benar, dia hanya ingin bermain-main dengan Ify seperti yang Danu katakan. Dia tidak akan berkilah untuk hal itu. Maka, untuk saat ini, Rio sendiri bingung dengan reaksinya tadi.

"Maaf."

Rio menghentikan langkah ketika suara Ify terdengar. Menatap pergelangan tangan Ify yang masih dalam genggamannya. Lalu beralih memperhatikan wajah Ify yang sekarang menatapnya datar. Dalam genggamannya, tangan Ify terus bergerak meminta untuk di lepaskan.

"Maaf, Rio. Tolong lepasin." Kata Ify pelan. Tak bernada seperti bagaimana ekspresi gadis itu sekarang. Apa Ify sedang marah padanya saat ini?

"Danu bilang apa aja tadi?" tanya Rio dengan sekali tembakan. Dia yakin pasti ada sesuatu mengenai dirinya yang Danu katakan pada Ify.

"Nggak ada, kok." Ify memilih untuk tidak menjawab dengan jujur. Karena bagi Ify, dia hanya cukup tahu. Sehingga untuk ke depannya, Ify lebih berhati-hati dengan pemuda ini.

"Bener? Tapi lo kelihatan marah sama gue? Dan kenapa akhir-akhir ini lo selalu ngehindar?"

Ify berusaha menampilkan senyum tenangnya. "Nggak ada, Rio. Gue nggak ada maksud ngehindar. Lo tahu sendiri, Sivia masih marah sama gue. Dan itu buat gue jadi pengen sendiri."

Alasan yang cukup masuk akal. Dan Rio, bisa menerima itu. Meski terasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi Rio berusaha untuk percaya saja.

"Oke." Rio melepaskan tangan Ify.

"Duluan, ya, makasih buat tadi."

Setelah mengatakan itu, Ify melangkah pergi. Hari ini, dia pulang naik busway karena motornya kemarin habis di cuci. Sedangkan tadi pagi saat ia berangkat, hujan datang dan menghancurkan segalanya.

"Lo ngapain?" Tanya Ify heran melihat Rio justru berjalan di belakangnya.

"Pulang." Rio menjawab tanpa beban.

"Ngikutin gue, ya?" Ify bertanya lagi dengan wajah jutek andalannya. Membuat Rio terkekeh, namun juga mengangguk. Jelas tidak mungkin seorang Rio pulang dengan naik kendaraan umum. Ify tahu betul bagaimana kehidupan pemuda itu selama ini yang jauh dari kata susah mengenai ekonomi.

"Gue mau anter lo."

"Nggak perlu. Gue bisa pulang sendiri."

Rio lagi-lagi mengangguk santai. "Ya, gue tahu lo bakal bilang gitu. Makanya gue diem ngikutin lo aja."

Ify menghela. Mungkin, Ify akan sedikit mengikuti permainan Rio di sini. Dan membiarkan Rio melakukan apapun semaunya. Ify melangkah lagi, diikuti Rio yang kali ini pemuda itu berjalan di sisinya.

"Sayang banget ya, sama sivia?" tanya Rio membuka obrolan. See, Rio itu memang pintar memancing Ify untuk merespon ucapannya.

"Heem." Dehem Ify dengan anggukan.

"Terus kapan lo sayang sama gue?"

Seputih Rasa (New Version) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang