"Ya udah lop. Thank, ya."
Rio menutup sambungan teleponnya dengan lesu. Hari ketujuh usaha Lovina menemui Ify tidak membuahkan hasil sama sekali. Dari pagi, siang, sore, hingga malam, Lovina selalu mengetuk dan memencet bel unit Ify yang sama sekali tak mendapat respon dari gadis itu. Ify, seolah benar-benar menghilang dari bumi.
Sempat, malam setelah mereka bertemu. Ify menghubunginya, namun ketika Rio mengangkatnya, panggilan itu langsung di matikan. Rio sempat berpikir jika Ify mungkin salah nomor atau memang gadis itu merindukannya. Membuat Rio tersenyum tanpa sadar membayangkan wajah lucu Ify yang berusaha menahan diri akan egonya. Tak ada keraguan lagi dalam diri Rio jika Ify memang tak akan dengan mudah melupakannya. Gadis itu jelas benar-benar mencintainya.
Rio juga sempat berpikir, membiarkan Ify untuk sementara waktu menikmati peran dan kepura-puraannya. Sekaligus, menguji hubungan mereka agar rasa rindu itu semakin tercipta. Membayangkan pertemuan mereka yang di liputi rasa rindu membuat Rio tak bisa berhenti tersenyum saat itu.
Dan ya, usaha Rio pada akhirnya membuatnya cemas sendiri. Karena tidak pernah lagi melihat Ify muncul di tempat kerjanya. Saat Rio bertanya pada salah satu pegawai disana, ternyata Ify sedang berlibur. Rio mengumpat kesal karena harus kecolongan satu berita itu. Tidak menemukan Ify di tempat kerja, Rio menghubungi Sivia, bertanya kapan terakhir bertemu dengan Ify. Dan lagi, jawaban Sivia membuat Rio gusar dan di landa kepanikan.
Setiap hari, Rio berusaha menelpon Ify, walau selalu berakhir operator yang menanggapinya. Rio juga tak lupa melibatkan Sivia dalam hal ini. Meminta gadis itu menghubungi Ify sekedar ingin tahu jika Ify dalam keadaan baik-baik saja. Karena sungguh, Rio merasa gelisah sekali dan entah kenapa Rio tidak bisa menghilangkannya. Terlebih, saat tahu jika ternyata, panggilan Sivia juga tidak mendapat respon dari Ify. Jika sudah seperti ini ceritanya, Rio tidak akan bisa tenang menjalani harinya. Kemana Ify sebenarnya? Apa Cakka tengah membawanya ke suatu tempat?
"Fuck!" Umpat Rio terngiang akan satu nama itu membuat Rio muak.
Rio mengacak rambutnya frustasi. Ingin rasanya dia berlari kencang menuju apartemen Ify. Memeriksa sendiri keadaan gadis itu, memastikan dengan kedua matanya sendiri jika Ify masih ada dalam jangkauannya.
Dan keinginannya itu meredup saat teringat kebersamaan Ify bersama Cakka kala itu. Mungkin saja sekarang mereka sedang bersama. Mungkin saja mereka sedang bahagia. Mungkin saja kebersamaan mereka semakin terjalin dan membuat Ify melupakan dirinya. Ya, mungkin saja.
Lalu, untuk apa sekarang dia masih saja seperti orang bodoh memikirkan gadis itu? Untuk apa?
"Sial!" Rio mengumpat lagi. Merasakan rasa nyeri di hatinya. Membayangkan Ify tertawa lepas bersama Cakka di tengah kesakitannya.
"Lo sebenernya di mana, sih, Fy?" tanya Rio melirih. Ya, selabil itu Rio saat ini karena seorang Ify yang selalu berhasil membuatnya gila. Emosi Rio mengendor ketika mengingat dia belum pasti mengetahui keadaan Ify. Jika memang keadaan Ify baik-baik saja, kenapa dia tidak ada kabar sama sekali? Kenapa Ify tidak pernah bertemu dengan Sivia. Padahal jelas, Ify memiliki banyak waktu luang karena libur. Dan kenapa, Lovina tidak pernah sekalipun berpapasan dengannya? Mereka tinggal di tempat dan lantai yang sama. Bahkan Lovina sering mengetuk unitnya. Tapi, sekalipun Ify tidak pernah menampakkan diri. Hanya Cakka, ya, Lovina pernah cerita jika dia sempat beberapa kali melihat Cakka seorang diri. Namun, Lovina tidak berani menyapa karena Cakka terlihat bukan seperti Cakka yang dulu mereka kenal.
Meski dulu Cakka terkenal sebagai anak bandel dan Rio sebagai playboy kelas kakap. Tapi, mereka berdua sama-sama jahil dan selalu mampu membuat orang tertawa karena ketengilan mereka berdua. Bahkan, ketika Cakka mendapat hukuman karena tertangkap basah memukul kakak kelas. Rio menawarkan diri untuk di hukum bersama Cakka. Sesetia itu Rio pada Cakka yang sudah seperti saudara baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...