"Kalau capek kenapa nggak istirahat aja tadi?"
"Mana bisa aku istirahat di saat tahu kamu ngejauhin aku."
"Maaf."
"Di terima."
Ify tersenyum, mengusap kepala Rio yang kini berada di pangkuannya. Dia juga tidak berusaha mengelak ketika kedua tangan Rio dengan cepat menyusup dan memeluk perutnya. Ya, setelah penjelasan Rio tadi, pemuda itu meminta waktu untuk tidur sebentar. Rio mengatakan Ify harus bertanggung jawab karena sudah membuatnya tidak tidur semalaman. Dan tanggung jawab itu Ify harus bersedia menemani Rio. Menemani dengan cara membiarkan Rio tidur di pangkuannya. Ya, Rio memang pintar sekali mengambil kesempatan dan juga memanfaatkan kelemahan Ify. Yang saat ini tidak tega melihat kedua mata Rio tampak lelah.
"Kapan mau cerita?" Tanya Rio setengah bergumam. Tanpa membuka mata atau melepas pelukannya.
"Nanti, kamu tidur aja dulu."
Tangan Ify masih mengusap lembut kepala Rio. Pandangan matanya entah menatap apa. Terlihat sekali jika dia tengah memikirkan suatu hal yang cukup serius. Hal yang tak luput dari sorot mata Rio. Pemuda itu membuka matanya tepat setelah Ify bersuara. Dia lantas menghela pelan, kemudian menarik diri untuk bangkit. Tindakan pertama yang Rio lakukan adalah menatap Ify, lalu menangkup wajah kekasihnya itu di kedua tangan. Mengusap lembut pipi Ify dengan ibu jarinya.
"Jadi bener ada sesuatu?"
Ify meraih kedua tangan Rio dari wajahnya. Dan Rio tetap bertahan ketika Ify berusaha menarik kedua tangannya agar terlepas.
"Bilang apapun itu. Jangan di simpen sendiri."
Ify tak menjawab. Dia kembali meraih kedua tangan Rio, meminta pada pemuda itu agar melepas wajahnya. Sekali lagi, Rio menolak dan semakin mempersingkat jarak. Membuat kini ujung hidung mereka saling menempel.
"Please! Tell me why?" mohon Rio pelan. Nyaris seperti sebuah bisikan yang hanya bisa di dengar oleh Ify.
"Fy," panggilnya meminta Ify agar segera memberi respon.
"Can you hug me?"
Rio mengernyit. Memperdalam tatapannya yang seakan tak percaya dengan ucapan Ify.
"Hug me." Ulang Ify tanpa nada.
Detik itu juga Rio menarik kedua tangannya. Lalu tersenyum usil menatap Ify. "Kangen?"
Ify mengangguk lemah. Kemudian menunduk memainkan jarinya. Reaksi yang tak Rio duga karena dia pikir Ify pasti akan kesal. Dalam bayangan Rio, Ify akan memberinya tatapan tajam karena saat ini dirinya tengah menggoda. Rio tahu pasti, jika Ify paling tidak suka dengan semua jenis godaannya. Tapi, melihat Ify yang tampak pasrah, membuat Rio berpikir bahwa keadaan hati Ify memang sedang tidak baik-baik saja.
"Nggak mau?" Ify mendongak, terlihat kesal karena Rio hanya diam saja.
Terkekeh, itu yang Rio lakukan sebelum akhirnya menarik Ify dalam pelukan. "Mau. Mau banget. Bahkan seharian penuh kayak gini juga aku mau."
Ify tak menjawab dengan suara. Dia hanya menyamankan diri, mengeratkan lingkaran tangannya ke belakang tubuh Rio.
Dan Rio merasakan itu, membuat hatinya semakin resah karena segera ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan memaksa Ify, bukanlah hal yang ingin dia lakukan. Bagi Rio, ketenangan Ify lebih dia utamakan di banding rasa penasarannya. Ajaib memang, karena setahu Rio, dirinya termasuk orang yang pasti akan melakukan berbagai macam cara untuk memenuhi rasa penasarannya. Dan kehadiran Ify, selalu membuatnya lupa diri hingga berakhir dengan ketidakberdayaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...