"Tunggu, Fy. Kita masih dalam permainan. Dan lo masih ada bagian buat nanya ke gue. Ini semua nggak seperti yang kalian bayangin. Lo percaya kan, sama gue?" Seru Sivia berusaha membantu Rio yang tampak kebingungan menghadapi Ify.
"Oke." Tak ada alasan bagi Ify untuk membantah. Karena Ify memang sudah sangat mempercayai Sivia. Dan Ify juga tidak ingin bersikap kekanakan yang asal marah sebelum mengetahui cerita yang sebenarnya.
"Kalau gitu, ceritain awal mula lo sama Rio jadian sampai putus dan karena apa?" tanya Ify kemudian. Sivia mengangguk tenang. Meski akan terdengar memalukan, itu lebih baik daripada Ify salah paham.
"Jadi, waktu lo ngejauhin Rio waktu itu, lo kan jarang juga main sama gue lagi. Nah, akhir-akhir itu kita jadi deket. Terus gue asal bilang sama Rio 'kita coba pacaran lo mau nggak?' gitu dan Rio iyain karena saat itu mungkin dia butuh pengalihan perasaannya ke lo. Jujur aja, waktu denger dia udah nggak sama tunangannya terus lo juga nolak dia. I think, bisa berusaha buat masuk di hati Rio. Tapi, ternyata setelah kita jalan selama beberapa hari, rasanya aneh. Dan dari situ gue sadar kalau perasaan sayang gue ke Rio nggak lebih dari sahabat. Akhirnya kita nggak patokin status apa buat ke depannya."
Sivia menarik nafas sejenak. Memperhatiakan keempat temannya yang ternyata masih serius menyimak.
"Sampai Rio kembali berjuang buat raih cinta lo. Sumpah, deh. Saat itu perasaan gue lega, sama sekali nggak ada rasa sakit atau apapun. Karena gue sadar kalau Rio emang cintanya cuma sama lo, Fy."
Sivia tersenyum merasa bersalah menatap Ify, "Maafin, ya? Gue nggak cerita karena ngerasa hal itu nggak penting. Lagian juga gue sama Rio nggak anggep itu serius."
Sivia tiba-tiba nyengir. "Gue jawab Rio pernah jadi mantan gue biar kesannya mantan gue nggak cuma satu gitu." Gelak tawa Sivia seusai mengatakan hal itu.
"Jadi, Sivia mantan terakhir lo, Yo?" celetuk Gabriel menyimpulkan sendiri. Mengingatkan mereka pada tangtangan yang Gabriel berikan pada Rio.
"Bukan." Jawab Rio yakin.
Semua tampak semakin antusias. Hanya Ify yang menyipitkan matanya curiga saat ini.
"Masih ada lagi, siapa?" tanya Sivia kepo.
"Nggak terima ya, karena Rio ternyata masih main bahkan saat sama lo." Sindir Alvin sinis.
Sivia menatap Alvin sengit. "Mulut lo tuh lebih nyinyir dari lambe turah!" semburnha kesal. Sembarangan aja kalau ngomong. Tak sedikitpun, Sivia merasakan hal itu. Dia hanya penasaran saja tidak lebih. Woy! Ingin sekali rasanya membalikkan meja sangking jengkelnya.
"Siapa?" pertanyaan itu beralih di suarakan oleh Ify. Hingga membuat perdebatan Sivia dan Alvin terabaikan.
Ify mendonggakkan kepalanya untuk menatap Rio. Yang membuat Rio langsung menunduk, manyatukan pandangan mereka untuk saling beradu.
"Kamu." Jawab Rio lembut. "Kamu mantan aku setelah kita nikah dan beralih jadi istri aku." Terang Rio kemudian, tak sedikitpun meredupkan tatapan penuh cintanya.
"Kapan drama mereka berakhir Tuhan." Keluh Sivia mengusap wajahnya. Mulai ingin mual melihat keintiman Rio dan Ify yang tidak tahu tempat. Alvin dan Gabriel serempak terkekeh, melihat tingkah Sivia.
"Mau nanya apa lagi?" tanya Rio pelan, meletakkan telapak tangan kanannya di sisi wajah Ify. Ibu jarinya bergerak lembut mengusap pipi Ify. Melihat Ify tak meresponnya, Rio semakin menurunkan kepalanya hingga kini tersembunyi di lekukan leher Ify. Kedua tangannya bergerak secara otomatis melingkari perut.
"Apapun yang ada di pikiranmu sekarang, percayalah, cuma sama kamu aku cintanya." Bisik Rio, bergelung layaknya bayi. Mencari kehangatan dari tubuh Ify.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...