Sivia menyilangkan kedua tangannya di dada. Menatap sosok yang baru saja muncul dari depan gerbang rumahnya. Tubuhnya bersandar pada pintu menunggu sosok itu hingga sampai di hadapannya.
"Lo diem!" Sivia menahan bahu Ify yang hendak melangkah. Alvin bergerak maju, berdiri di hadapan Ify. Setelah mendengar cerita Ify tentu saja Sivia dan Alvin tidak akan tinggal diam begitu saja.
PLAK
"Untuk salam pertemuan kita." Desis Sivia bengis. Sorot matanya menusuk tajam Cakka yang kini berdiri di hadapannya. Pemuda itu memegang pipi kanannya, karena baru saja di tampar oleh Sivia.
"Ada masalah nona?" kata Cakka santai.
Sivia berdecih. "Masalah banget. Karena rumah gue nggak nerima orang yang punya penyakit hati!"
"Oh ya?"
Sivia mengangguk. "Iyalah!"
Cakka mengedikkan bahunya. "Gue cuma mau jemput Ify. Dan itu, sama sekali nggak ada urusannya sama lo."
Sivia mengangguk kalem. Kemudian melayangkan lagi tamparannya. Dia tidak peduli meskipun setelah itu tangannya terasa panas.
"Santai." Cakka terkekeh, menangkap pergelangan tangan Sivia dengan mudah saat ingin menamparnya.
BUGH
Meski kaget, tapi senyum puas terpatri di wajah Sivia melihat Cakka hampir terjatuh karena pukulan Alvin. Cakka tertawa hambar, menyeka darah segar dari sudut bibirnya.
"Pulang lo! Ify nggak akan kemana-mana. Dia akan tinggal di sini sama gue."
Cakka tersenyum miring. Tak menganggap ucapan Sivia itu penting untuk ia dengar.
"Siapa lo ngatur-ngatur gue?"
"Siapa juga lo ngatur-ngatur hidup sahabat gue!" balas Sivia menantang. Menyentak tangan Alvin yang merangkulnya, Sivia melangkah mendekati Cakka.
"Siapa juga lo berani-beraninya maksa sahabat gue buat obsesi busuk lo!"
"Kita nggak cukup kenal buat saling bicarain hal ini. Permisi!"
Sivia mendorong dada Cakka yang ingin bergerak maju menjangkau Ify.
"Banci!" Pekik Sivia mengeluarkan seluruh emosinya. Kesakitan Ify adalah kesedihannya. Dia tidak akan membiarkan siapapun itu menyakiti sahabatnya.
Alvin dan Ify menatap Sivia kaget. Takut jika ucapannya itu membuat Cakka murka. Dan itu benar, karena sorot mata Cakka kian menajam bersamaan dengan kedua tangannya terkepal kuat.
"Apa lo bilang?"
"Lo cowok yang lebih hina daripada banci! Seenggaknya banci masih punya perasaan manusiawi untuk nggak nyakitin orang lain. Apalagi manfaatin kelemahan cewek. Dan lo, lebih pengecut dari Rio karena nggak bisa nerima kenyataan!"
Kedua mata Cakka menyipit, berusaha memahami ucapan Sivia. "Diem kalau lo nggak tahu apa-apa?"
Sivia tak gentar. Dia semakin melayangkan tatapan tajamnya. "Gue emang nggak tahu apa-apa soal lo. Nggak penting juga gue tahu."
Cakka terkekeh, memiringkan wajahnya seolah menganggap ucapan Sivia hanyalah angin lalu. "Terus, apa masalah lo sekarang?"
"Lo buat Ify sedih. Lo buat dia kehilangan kebahagiaanya, ya jelas gue nggak terima! Bangsat!"
Nafas Sivia tersenggal. Hatinya tidak melega sedikitpun karena teringat bagaimana rasa sakit yang di rasakan oleh Ify selama ini.
"Oh." Tanggap Cakka santai. Menyulut emosi Sivia karena pemuda itu masih bisa tersenyum saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...