"Fy."
"Emh." Sahut Ify tanpa mengubah posisinya yang duduk bersandar dan menatap keluar jendela kaca mobil. Setelah cukup lama keduanya saling diam, Rio memulai lebih dulu membuka suaranya.
"Dulu, lo sama Gabriel kenapa putus?"
Rio memang sempat menyuruh salah satu pegawai papanya untuk mencari tahu tentang Ify. Tapi, Rio hanya sebatas tahu di mana dan dengan siapa gadis itu tinggal. Karena sempat, Rio datang ke rumah Ify dan ternyata rumah itu kosong. Sekalipun dia mencari tahu tentang masa lalu Ify, mungkin juga tidak akan mudah. Karena hal seperti itu sangatlah bersifat pribadi yang hanya tersimpan dalam pikiran. Yang sulit untuk di selidiki bahkan oleh detektif sekalipun. Sedangkan selama ini, Ify belum sama sekali terbuka tentang kehidupan pribadinya pada Rio. Mengartikan bahwa, Rio belum masuk dalam dunia Ify. Begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, Rio telah sadar jika selama ini hubungan mereka hanya sebatas teman kampus.
"Bukan urusan lo."
Seperti yang sudah Rio duga. Akan sangat sulit baginya untuk bisa masuk dalam dunia Ify. Rasanya, Rio ingin sekali menyerah. Dan menikmati hidupnya lagi seperti saat dia belum bertemu dengan Ify.
"Boleh gue simpulin arti kemarahan lo itu karena sakit hati gue udah bohongin lo dari awal?"
"Terserah. Pikiran juga pikiran lo sendiri."
Hanya Ify yang mampu menyerang jantung Rio hingga membuatnya tak bisa berkata-kata. "Yang artinya lo juga cinta sama gue." Terang Rio tanpa menggerakkan kepalanya untuk menoleh.
Dalam diamnya. Ify sempat terpaku mendengr ucapan Rio. Tenggorokannya kering. Ingin menyangkal tapi bibirnya terasa sulit untuk berbicara. Hatinya berdenyut nyeri karena saat ini perasaannya di liputi kebingungan. Cinta? Ify bahkan lupa bagaimana rasanya mencintai. Atau sebenarnya cinta yang ia miliki belum sama sekali mati?
"Gue nggak cinta sama lo." Ucap Ify tanpa adanya keraguan sedikitpun.
"Terus, kenapa lo kelihatan marah sama gue?" tanya Rio. Berusaha membongkar isi hati Ify agar mau jujur padanya.
"Gue pernah bilang. Kalau gue sayang sama lo seperti gue sayang sama Sivia."
Rio ingat itu. Tapi, Rio tetap tidak mengerti kemana arah jawaban Ify yang sebenarnya.
"Gue nggak marah. Gue cuma kecewa aja sama lo yang nggak mau jujur tentang status lo dari awal. Bahkan lo justru bohong."
"Kalau dari awal gue jujur, apa lo tetep mau temenan sama, gue?"
"Iya. Bahkan itu lebih baik buat pertemanan kita."
Rio diam. Jawaban Ify benar-benar menunjukkan bahwa gadis ini sama sekali tak mempunyai perasaan apapun padanya. Dari hal yang harusnya Rio senang karena Ify tidak terluka saat ini, Rio justru merasakan sakit yang luar biasa dalam hatinya. Ify tidak mencintainya. Satu kenyataan pahit yang harus Rio terima jika gadis ini tidak ragu ketika menolaknya saat itu.
Rio memilih diam. Berusaha fokus pada jalan raya yang kini ia lalui. Tak ingin membahas apapun yang pasti berujung pada kesakitan hatinya. Sungguh! Sedikit saja, apakah Ify benar-benar tidak mencintai dirinya? Jika iya, tolong tunjukkan, sekecil apapun tanda itu, Rio ingin melihatnya. Agar untuk ke depan, dia bisa memantapkan hati untuk segera menentukan pilihan.
Kediaman Rio berlangsung cukup lama. Suatu hal yang jarang sekali di lakukan Rio ketika bersama Ify. Bahkan, hingga Rio menghentikan mobilnya di depan gerbang rumah Sivia, pemuda itu tetap bungkam. Dan meskipun kesal, juga sakit hati, Rio tetap berusaha memerankan dirinya sebagai seorang laki-laki. Membuka pintu, Rio melangkah keluar untuk membantu Ify keluar dari mobilnya dengan tangan gadis itu yang terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
JugendliteraturSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...