"Gimana?" tanya Sivia seraya meletakkan koper Ify di sudut ruangan belakang pintu. Hari ini Ify memang sudah keluar dari rumah sakit. Karena keadaan apartemen Ify yang masih dalam perbaikan sekaligus tidak mungkin Rio membiarkan dia tinggal sendiri, maka di sinilah Ify berada. Rumah Sivia.
Oke, sebenarnya, Rio sudah meminta Ify agar tinggal di rumahnya saja. Dengan begitu Rio akan lebih bisa menjaga gadisnya. Tapi, lagi-lagi Ify menolak dengan alasan tidak enak karena mereka belum resmi terikat dalam sebuah ikatan pernikahan. Oleh sebab itu, sekarang, Rio menjalankan aksi ngambeknya. Satu hal baru dalam diri Rio yang baru-baru ini Ify ketahui semenjak insiden di mana Rio cemburu pada Gabriel. Entah ini perasaan Ify saja atau bagaimana tapi yang jelas Rio lebih sering menunjukka rasa kesalnya. Padahal, dulu, Rio selalu saja mengalah padanya.
"Nggak di angkat." Jawab Ify mengedikkan bahunya. Ya, Rio tidak mau mengangkat teleponnya. Satu peristiwa yang sangat langka dalam hubunga mereka. Karena jelas. Selama ini, tidak pernah sekalipun Rio mengacuhkan Ify. Dan sekarang, pemuda itu seolah menunjukkan rasa kesalnya yang tidak main-main.
"Terus gimana? Mau lo samperin?" Sivia bertanya lagi. Kali ini dia mengikuti kegiatan Ify. Merebahkan diri dia atas tempat tidur dengan kedua kakinya menjuntai ke lantai.
"Nggak. Biarin aja."
Mendengar jawaban Ify, Sivia terkekeh. "Yups! Bener, lihat aja paling juga dia sendiri yang nggak tahan diemin lo."
Sivia tertawa membayangkan betapa pusingnya Rio yang mungkin saat ini tengah bertarung dengan gengsinya. Sementara Ify tersenyum menerawang, menatap pada langit-langit kamar Sivia.
"Lo kenapa senyum-senyum?" Sivia menyikut lengan Ify. Menangkap basah wajah Ify yang tenang di saat keadaan tunangannya marah itu terasa ada yang mengganjal. Ify terlalu santai dalam hal ini.
"Rio." Gumam Ify tak lepas dengan senyum manisnya yang masih tepetra di sana.
Lipatan kening Sivia semakin bertambah. "What happen with Rio?"
"He's so cute." Senyum Ify semakin melebar. Seolah dia tengah melihat sesuatu yang menakjubkan.
"Hah?" Sivia cengo. Tentu saja.
"Dia lucu kalau cemburu. Dan gue gemes!" pekik Ify tertahan seraya menangkup kedua tangannya di dada.
Sivia bangkit dari tidurnya. Menatap Ify horor lalu meletakkan punggung tangannya di kening Ify.
"Sehat, Fy?"
Ify mengangguk. Masih enggan berhenti tersenyum. "Lebih dari sehat."
"Gilak!" Sivia mulai frustasi. "Gue nggak nyangka sedahsyat itu cinta Rio sampe buat lo yang introvert jadi bisa alay kayak gini."
Ify mengangguk tanpa ragu. "Percaya nggak sih. Kalau cinta bisa buat tingkah lo kadang di luar kendali diri lo sendiri?"
"Apa lo mau bilang kalau sekarang lo juga mulai cinta mati sama Rio?"
Sivia mendesah hebat. Kemudian merebahkan lagi dirinya di samping Ify setelah melihat Ify menganggukkan kepala. "Jadi couple bucin deh lo sama Rio sekarang. God!"
Ify hanya tertawa kecil mendenganya. "Gue juga nggak tahu, sih. Rasanya aneh. Tapi, saat gue berusaha buat lepasin semua ketakutan gue, saat gue berusaha buat jujur sama diri gue sendiri. Hati gue kayak bebas gitu, dan entah lo percaya atau nggak, gue selalu ngerasa bahagia tiap kali ngelihat Rio."
"Dan gue mulai merinding denger seorang Ify yang dulunya super jutek plus anti banget sama Rio, mulai tergila-gila sama tuh cowok."
"Yes, i'm falling love with him." Tanggap. Ify tanpa ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...