Rio melangkah gontai keluar dari kantor polisi. Karena sikap anehnya di bandara dan juga dengan asal meletakkan sepeda motornya, dia di tangkap pihak security dan di bawa ke kantor polisi terdekat. Selama di tahan, Rio hanya menyerahkan kartu nama sang papa tanpa mengatakan apapun sebagai bahan pembelaan. Sampai Davin datang bersama pengacaranya, Rio masih enggan membuka suara. Para polisi yang tengah mencari muka, meminta maaf padanya karena kehadiran seorang Davino Sanjaya, sama sekali tak Rio pedulikan. Pemuda itu hanya berekspresi datar lalu melangkah pergi.
Davin hanya bisa menghela menatap putranya yang terlihat seperti patung bernyawa. Dia bahkan membukakan pintu, karena Rio tampak tak punya tenaga untuk itu. Sementara pengacaranya bertugas membawa sepeda motor Rio yang tadi di sita oleh pihak kepolisian. Tak lama, Davin mulai melajukan mobilnya. Membiarkan Rio kembali hidup dalam dunianya yang sudah hancur karena kepergian gadis yang sangat di cintainya.
"Majulah."
"Ma-ju?"
"Di tepi jalan sana ada nasi goreng abang-abang enak banget. Traktir, ya?"
Rasanya, Rio ingin kembali pada masa itu. Saat pertama kali Ify memberinya kesempatan. Ketika pertama kali gadis itu bersedia membuka hatinya. Ketika pertama kali Rio merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Terlalu bahagia hingga dia lupa jika sebuah rahasia bersiap untuk meledak dan membuatnya hancur dalam satu waktu.
Rio mengusap wajahnya setelah berhasil menarik nafas dari rasa sesak yang tak berhenti ia rasakan. Terlebih, ketika sadar jika Ify sudah pergi dan bahkan menjauh dari kehidupannya. Membuat Rio merasa, tidak ingin hidup lagi.
"Iya. Aku emang sempet kesel."
"Aku nangis karena ketakutan kamu kenapa-kenapa nggak terjadi dan aku bersyukur buat itu."
Menyanggakan siku pada pintu mobil. Rio menggigit kukunya. Melakukan sesuatu untuk mengalihkan tangisnya yang hampir tak bisa ia tahan. Teringat wajah Ify saat itu. Ketulusannya. Menjatuhkan telak hati Rio hingga membuatnya tak bisa bangun lagi.
Saat itu, Rio tak pernah menyangka jika ada seseorang bisa mengkhawatirkan dirinya hingga membuat orang itu menangis. Membuat Rio merasa bahwa dirinya benar-benar berharga. Lani, bahkan tidak pernah menangis untuk keadaannya. Gadis itu, selalu mengeluh tentang segala keburukan yang ia lakukan. Bukan maksud membedakan, tanpa itu, kedua gadis itu jelas sangat berbeda.
"Kamu udah bikin aku tergantung sama kamu. Tapi, kamu malah bilang kayak gitu. Seolah-olah kamu emang ada niat mau nyakitin aku."
Kesedihan gadis itu. Melemahkannya.
"Aku suka tangan kamu. Rasanya hangat. Apalagi kalau kayak gini."
Ketenangan gadis itu. Meluluhkan segala egonya.
"Sejak kapan?"
"Sejak kapan apa?"
"Sejak kapan kamu tahu, kalau aku adalah adik dari korban tabrak lari kamu."
Rio mengusap air matanya yang entah sejak kapan mengalir. Mungkin karena dia teringat bagaimana suara tangisan Ify yang begitu menggema di telinganya. Teringat bagaimana wajah Ify yang begitu terluka dan rapuh. Kerapuhan yang sama sekali tak bisa di luapkan oleh gadis itu. Kerapuhan yang hanya bisa gadis itu tunjukkan dengan tangisan tanpa henti. Terduduk di tanah Ify meratapi kesedihannya. Dan Rio, hanya mampu melihat itu tanpa bisa menghilangkan kesakitan yang gadis itu rasakan.
"Sampai kamu ada dan ngebuat aku lupa akan tujuan hidup aku yang ingin terus nyiksa diri aku. Aku bahagia sama kamu. Aku mau terus sama kamu. Karena sama kamu, aku ngerasa cukup, nggak mau apa-apa lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Fiksi RemajaSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...