Sepi. Itu yang tersisa ketika malam mulai tenggelam dalam larut. Tidak ada lagi obrolan yang di penuhi dengan canda, hinaan dan berujung pada sebuah tawa.
Sudah satu jam yang lalu, sejak Sivia, Alvin, Gariel dan Lovina pulang, tak ada lagi percakapan yang terjadi antara Rio dengan Ify. Keduanya tampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ify sibuk memainkan ponselnya, sedangkan Rio, terlihat resah dengan posisi berbaring di atas sofa. Menatap langit-langit di dalam ruangan ini dengan pandangan menerawang entah kemana. Tidak tahu pasti apa yang pemuda itu pikirkan, tapi, yang jelas Rio tampak gelisah saat ini. Sesuatu mengusik hatinya dan itu sungguh tidak bisa membuatnya tenang.
Ify sengaja diam, dan membiarkan Rio hanyut sendiri dengan pikirannya. Dia akan menunggu sampai Rio membuka suara untuk mengajaknya berbicara. Karena Ify cukup sadar jika Rio sedang dalam mood buruk saat ini. Ify tahu, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya membuat perasaan Rio membaik. Sementara pemuda itu terus mendiaminya sedari tadi. Huft!
Sivia
Woy
Gimana?
Rio masih ngambek?
Wkwkwk anjir
Kok gue jadi pen ngakak mulu yaIsh lo sih
Ngapain jg tadi ajak Gabriel segalaYaa
Dia nya pen ikut
Masa gue gabolehin
HahahahIfy memejamkan matanya, menghela pasrah dan memutuskan untuk tidak lagi membalas pesan Sivia. Lalu, detik berikutnya, Ify telonjak kaget saat mendengar ponselnya berbunyi. Pertanda sebuah pesan masuk lagi dan itu dari Gabriel. Kedua mata Ify sontak melebar ketika melihat ponselnya justru melayang. Ify mendongak, menatap ponsel itu yang kini berada di genggaman Rio.
Ify tak mengatakan apapun. Hanya memperhatikan gerakan tangan Rio yang meletakkan ponselnya di atas nakas. Kemudian beralih menatapnya tanpa berkedip. Ify reflek menggerakkan punggungnya ke belakang ketika Rio mendekatkan wajahnya. Kedua tangan Rio bertumpu di sisi kanan dan kiri bankar tempat Ify terduduk.
"Yo." Cicit Ify menelan ludah karena gugup dengan jarak mereka yang terlalu dekat.
Seolah tak mendengar Rio bertahan dengan posisinya tanpa melepas wajah Ify yang kini menunduk menghindari tatapannya.
"Yo-" Lirih Ify pelan melepas tangan pemuda itu dari dagunya. Meminta agar Rio berhenti bersikap seperti ini.
"Aku nggak suka lihat dia perhatian sama kamu." Kata Rio menunjukkan kekesalan yang sempat ia tahan.
Ify menghela pelan. Tidak mengerti jika hanya karena Gabriel menjenguknya bisa berakibat seperti ini. "Kan dia yang perhatian bukan aku."
Ify tak tahu apa itu jawaban yang tepat atau tidak. Dia hanya bingung saja dengan situasi ini. Pasalnya, dari sudut pandang Ify, semua terasa biasa saja toh dia juga tidak ada perasaan apapun untuk Gabriel lagi.
"Dan kamu seneng?" balas Rio masih dengan tatapan menghakimi. Namun, belum sempat Ify menjawab, Rio menyela lagi.
"Apalagi sampai di bawain bunga segala."
Rio melirik sebuah bucket bunga yang tergeletak di samping bantal Ify. Membuat Ify langsung memijat pelipisnya karena tingkah Rio benar-benar membuatnya pusing.
"Selain bunga kesukaan kamu, apalagi yang dia tahu tentang kamu?"
"Yo, serius kamu mau bahas hal ini?"
Rio berdecak kesal, kemudian bergerak mundur dan duduk di tepi kaki Ify. "Kenapa? Kamu keberatan?"
Ify menggeleng pelan. "Nggak. Aku nggak keberatan. Cuma, cerita tentang aku sama Gabriel itu udah lama berlalu, dan aku pikir itu bukan hal penting buat kita bicarain lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...