"Masih sakit?" Tanya Rio seraya mendongak. Menatap Ify, kedua mata gadis itu tampak berair. Dia berlutut di hadapan Ify yang kini tengah duduk di kursi panjang depan villa. Bukan, ini bukan villa milik putri. Melainkan villa milik keluarga Rio yang terletak tidak jauh dari tempat Putri. Rio sengaja membawa Ify untuk menginap semalam di sini. Hari sudah semakin larut, dan memang sejak awal Rio sudah merencanakan hal ini.
"Maaf. Gara-gara aku acara kamu jadi-"
"Keadaan kamu jauh lebih penting dari acara itu, Fy." Potong Rio tegas. "Kenapa bisa sih kamu jatuh, hem?" Rio mengolesi lutut Ify dengan salep yang tadi ia minta pada pak Ipul. Seorang pria paruh baya yang sudah bekerja selama hampir sepuluh tahun sebagai penjaga villa keluarganya.
"Perih Yo, pelan-pelan." Ify berjengkit. Menggerakkan kakinya ketika di sentuh oleh Rio.
"Iya. Kamu jangan banyak gerak makanya. Kalau kesenggol makin perih nanti." Rio menahan kaki Ify agar tetap diam.
"Tadi, semua cewek di sana itu mantan kamu?" Tanya Ify pada akhirnya. Menyalurkan rasa penasaran yang sedari tadi ia tahan.
Rio mendongak. Menutup salep yang sudah selesai melaksanakan tugasnya. Dia bangkit lalu menggendong Ify lagi dan masuk ke dalam.
"Rio, jawab." Pinta Ify sedikit merajuk dan memaksa karena Rio hanya diam.
"Iya. Pasti aku jawab kok." Sahut Rio tenang. Menurunkan Ify lagi di atas sofa. Dia kemudian melangkah menuju ke dalam salah satu kamar untuk mengambil sesuatu. Sesampainya di hadapan Ify, Rio menutup kaki Ify dengan selimut yang baru di ambilnya.
"Di luar dingin. Kita ngobrolnya di sini aja."
Rio sudah duduk di samping Ify. Menarik kepala gadis itu untuk di senderkan pada dadanya. "Emh. Coba aku inget-inget dulu siapa aja mantan aku tadi." Kata Rio berusaha berpikir serius. Dan itu mendapat hadiah sebuah cubitan di perutnya dari Ify.
"Aku lagi serius, sayang." Kekeh Rio, "Tunggu bentar biar aku inget-inget dulu." Lanjut Rio setelah mencium singkat kening Ify.
"Satu tadi itu yang namanya Putri. Dua yang namanya Dewi, tiga yang namanya Ayu, empat yang namanya
Tia, enam yang namanya Shinta, terus tujuh yang namanya Rena.""Banyak banget. Itu aja belum semua, kan?" tanggap Ify takjub.
Rio meringis dan mengangguk pasrah. Jika dia berbohong saat ini, sama saja dengan bunuh diri.
"Terus, semua itu tadi teman satu kelas kamu? Masing-masing kamu berapa lama sama dia? Terus ada yang paling berkesan, nggak?"
Rio tertawa kecil. "Di introgasi nih ceritanya."
"Udah ih jawab aja."
"Dapat apa kalau aku jawab."
"Jadi, nggak mau jawab?"
Rio terkekeh renyah kemudian mencium puncak kepala Ify gemas. "Iya-iya di jawab. Kalah aku kalau sama kamu mah."
"Ya udah jawab kalau gitu."
"Sabar dong sayang."
"Rio tau ah!"
Ify mendongak kesal. Memukul dada Rio dan segera beranjak. Namun Rio menahannya. Tentu saja.
"Rata-rata paling sama mereka cuma satu minggu. Karena pasti ketahuan sama Lani. Yang paling berkesan-" Rio terdiam sesaat seraya berpikir. "Sama yang namanya Ayu. Dari semua mantan aku, cuma dia yang saat itu tulus sama aku."
"Oh ya?"
Rio mengangguk. "Dia nggak pernah marah ataupun nuntut buat aku utamain. Bahkan, cuma dia yang nggak ngelawan waktu di serang sama Lani."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Novela JuvenilSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...