Waktu istirahat, Ify gunakan untuk duduk di rooftop kafe. Untung saja tempat ini sepi, karena memang semua karyawan tengah sibuk bekerja. Bisa di katakan, sebenarnya ini bukan waktunya istirahat. Namun, karena keteledoran Ify sepanjang bekerja. Sering melamun, mengabaikan pelanggan, bahkan sempat salah menghitung jumlah biaya pesanan. Oleh karena itu, Toni menyuruh Ify istirahat sebentar dan mengumpulkan semua pikirannya agar bisa fokus.
Sudah tiga minggu semenjak hubungannya dengan Rio berakhir. Sejak saat itu, Ify tidak pernah tahu lagi keadaan Rio. Pemuda itu, menghilang entah kemana seperti apa yang Ify katakan padanya. Sedih? Tentu saja. Tapi, karena memang itu adalah kesalahannya sendiri, sanggup tidak sanggup Ify harus menerima. Rindu? Ify tak akan mengelak jika sangat merindukan Rio. Dia sudah sangat terbiasa merasakan kehadiran pemuda itu. Sudah sangat terbiasa dengan semua perhatian pemuda itu. Keposesifan pemuda itu, kerecehan pemuda itu, dan semua. Semua hal yang ada dalam diri Rio Ify sudah sangat terbiasa.
"Lo ada masalah?"
Ify menolehkan kepalanya kebelakang. Berpaling dari hamparan gedung untuk menghadap sosok Evan yang tengah duduk di kursi hitam depannya. Hubungan mereka memang menjadi lumayan dekat, sehingga jika tak ada pegawai lain mereka akan berbicara menggunakan bahasa yang lebih santai.
Ify menerima satu cup coklat panas kesukaannya. Ify memang sangat suka dengan apapun yang berhubungan dengan coklat.
"Makasih." Belum ingin ia minum. Ify hanya menggenggamnya di kedua tangan.
"Gue nggak tahu apa masalah lo sebenarnya. Tapi, kalau itu emang berat. Lo boleh ambil cuti kerja."
Ify meringis tidak enak. "Nggak perlu, Van. Gue masih bisa kerja kok."
Evan menggeleng. "Nggak. Lo bisa bahayain reputasi kafe gue kalau lo masih nekat kerja." Evan terkekeh melihat Ify langsung menekuk wajahnya kesal.
"Mending lo liburan aja. Kasihan otak lo keknya butuh di refresh ulang."
"Emang kelihatan banget ya, kalau gue lagi banyak pikiran?"
Evan mengangguk, menyesap minumannya kemudian berkata. "Banget. Make up tipis lo aja nggak nutupin mata lo yang udah kayak panda."
Ify kontan menyentuh kedua matanya secara bergantian. "Iya. Gue emang nggak bisa pake make up." Sungut Ify pasrah.
Evan tersenyum tipis. Memperhatikan wajah Ify dengan seksama. Ingin mengatakan sesuatu tapi terasa terhalang oleh keadaan. "Gue kasih ijin lo libur mulai besok. Sekarang, lo bisa pulang kalau mau."
Evan bangkit berdiri. Ify mengikuti. "Eh gue belum bilang iya mau libur."
"Ini perintah. Lo boleh nolak kalau bersedia gue pecat."
Ify mendesis. "Bos kejam," katanya pelan.
Evan yang masih bisa mendengar hanya terkekeh. "Gue kejam juga karena perhatian sama lo." Ucap Evan kemudian berlalu. Meninggalkan kebingungan Ify yang hanya bisa menatap punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...