23. Love You Too

1.6K 141 54
                                    

"Satu tahun yang lalu-"

Ify memulai membuka suara terlebih dahulu. Saat ini mereka tengah dalam perjalanan menuju apartemen Ify. Sepanjang perjalanan itu pula, Rio tak melepas tangan Ify dan terus menggenggamnya. Terlalu bahagia, membuat Rio enggan bersuara dan hanya menikmati kehadiran Ify di sampingnya.

"Kakaku meninggal karena kecelakaan."

Genggaman Rio mengendor untuk beberapa detik. Namun dengan cepat dia mengeratkan tangan Ify dalam kurungan jemarinya. Tak berani menoleh, karena Rio yakin saat ini wajahnya pasti tampak memutih. Ingin bertanya, namun isi kepala Rio terasa kosong hingga dia tak bisa membuka mulutnya.

"Dan itu semua karena aku. Makanya tadi aku takut banget kalau kamu kenapa-kenapa gara-gara aku juga."

Bukan! Itu sama sekali bukan salah kamu, Fy! Batin Rio berteriak.

"Gi-" gemetar itu yang Rio rasakan saat ia hendak ingin mengetahui lebih dalam tentang perasaan Ify mengenai apa yang terjadi pada kakaknya saat itu.

"Kamu sakit?" tanya Ify kaget merasakan tangan Rio menjadi dingin. Terlebih wajah pemuda itu juga tampak pucat sekali saat ini.

"Yo." Panggil Ify cemas. Menarik tangannya dari genggaman Rio. Namun tak bisa karena Rio menahannya.

"Tetep seperti ini, Fy. Aku nggak apa-apa."

"Tapi muka kamu pucet banget."

Rio berusaha menampilkan senyum kecilnya. "Iya. Itu karena belum makan malam," dustanya kemudian.

Ify menghela pelan. "Ya udah nanti mampir bentar aja. Aku masakin. Kalau kita mampir di tempat makan, kemaleman nyampenya."

Seharusnya tawaran itu membuat hati Rio bahagia setengah mati. Tapi, entah kenapa justru ketakutan itu yang kini masih menyelimuti hatinya. Apakah Ify tetap bisa menerimanya jika gadis itu tahu bahwa dialah dalang utama dari penyebab kakaknya meninggal dunia.

"Rio." Pekik Ify kaget karena Rio tiba-tiba mencium punggung tangannya.

"Sayang kamu, Fy."

Karena Rio tampak tidak peduli dengan protesannya, Ify memilih diam. Membiarkan Rio melakukan semaunya sendiri. Walau begitu, Ify merasa aneh karena sikap Rio saat ini. Senyum dan wajah bahagia pemuda itu seketika menghilang dan berganti dengan kedataran. Terlihat seperti bahwa dia sedang menanggung beban yang amat berat. Ingin bertanya, tapi Ify yakin Rio tidak akan mudah mengatakan kebenaran padanya. Ya, setidaknya untuk saat ini. Lagipula, Ify bukan termasuk orang yang haus akan masalah seseorang. Jika Rio mau berbagi dia akan mendengarkan. Jika tidak, Ify merasa tidak punya hak untuk memaksa Rio bercerita. Status pacar bukanlan suatu hal besar untuk saling mengetahui kehidupan masing-masing. Dan mereka juga masih baru. Jika memang mereka harus bisa saling terbuka. Semua akan terjadi secara perlahan. Toh, Ify sendiri masih belum bisa seterbuka itu pada Rio.

"Gimana ceritanya kakak kamu kecelakaan?" Rio berhasil menanyakan satu kalimat itu setelah dia bisa mengendalikan perasaan takutnya.

Ify menoleh, sedikit tak percaya mendengar pertanyaan Rio yang tak ia duga. Ify pikir, jika pembahasan itu sudah berlalu. Tak kunjung mendengar Ify menjawab, Rio menoleh. Membiarkan  keduanya saling menatap untuk beberapa saat. Selama itu, Rio terus menguatkan dirinya untuk tetap baik-baik saja.

"Jangan di jawab kalau nggak mau cerita." Lanjut Rio, mengerti akan perasaan Ify yang mungkin tidak ingin membahas hal itu lagi.

"Tabrak lari." Gumam Ify setelah keduanya kembali menatap ke depan.

Dua kata yang cukup mampu membuat Rio tak bisa bernafas. Mencari ketenangan, Rio menelan ludahnya susah. Kepalanya berputar, pusing, dan perutnya terasa mual sekali. Teringat akan hari itu membuat tubuhnya terasa tak bertenaga saat ini. Ya, tentu saja Rio menahan semua itu dan berusaha sebisa mungkin untuk tetap kuat agar Ify tidak melihat perubahan anehnya.

Seputih Rasa (New Version) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang