"Hoy kadal buntung! Brengsek! Bedebah!! Biadab! Mati aja lo sana ketabrak truk biar ancur nggak berbentuk lagi."Gabriel mengernyit heran. Melihat Sivia datang-datang langsung menghinanya tanpa permisi.
"Maksud lo apa dateng-dateng langsung hina cowok gue?"
Sivia tertawa iblis kemudian menarik rambut Ami dengan brutal. Jadilah kedua gadis itu saling tarik-menarik rambut.
Melihat kekasihnya menjadi korban keganasan Sivia, Gabriel langsung turun tangan memisahkan keduanya. Gabriel melepasa paksa cengkraman tangan Sivia dari rambut panjang Ami. Lalu menarik kekasihnya itu ke belakang tubuhnya. Gabriel menatapm tajam Sivia, dan di balas Sivia dengan pandangan penuh keberanian. Seluruh teman Gabriel turut menyaksikan apa yang saat ini terjadi. Bel istirahat baru saja berbunyi. Dan kehadiran Sivia yang mendadak, membuat langkah mereka terurung menuju kantin. Terlebih kemarahan gadis itu yang sepertinya tidak main-main.
"Denger ya, lo? Sampai suatu saat nanti lo nyesel dan ngemis buat minta maaf sama Ify. Saat itu juga, Ify nggak akan pernah sudi maafin lo!"
"Dan itu nggak akan pernah terjadi." Sahut Gabriel penuh percaya diri. Menegaskan bahwa apa yang saat ini Sivia lakukan adalah suatu hal yang sia-sia.
"Bener-bener muka tembok lo, ya?" Sivia menggeleng prihatin. Dia menyesal, sangat menyesal kenapa dulu menyetujui Ify bersama cowok tidak tahu diri ini.
"Dan lo!" Tunjuk Sivia pada sosok Ami yang berdiri di belakang Gabriel.
"Jangan bangga dulu. Selanjutnya, giliran lo nanti yang di buang sama cowok busuk ini." Sivia menatap Gabriel marah. Tak ada sedikitpun rasa ramah di sana. Jika bisa, Sivia bahkan ingin menghacurkan wajah Gabriel dengan kuku-kukunya yang sudah panjang.
Sebuah sorakan dan siulan terdengar ketika Sivia berbalik untuk melangkah pergi. Tanpa mereka tahu, jika Sivia menangis di tengah langkah kakinya yang berlari menyusul Ify. Sahabatnya itu masih menangis di UKS. Ify benar-benar hancur saat ini karena bersama Gabriel dia baru mengerti apa sebuah hubungan. Di mana Ify meyakini jika cinta itu tidak akan mudah berubah. Seperti kebanyakan dalam cerita yang ia baca. Ya, Ify sangat percaya bahwa Gabriel adalah cinta sejatinya. Dan Ify belum mengenal apa arti jatuh dalam hal percintaan. Belum bisa, tidak tahu, Ify bingung bagaimana menyembuhkan hatinya yang terasa sakit sekali saat ini.
"Minum, Fy." Sivia menyurukan satu gelas teh tawar hangat pada Ify.
Ify mengangguk lemah. Tanpa bicara, dia menyedu teh itu. "Darimana lo bisa tahu?" tanya Sivia duduk di atas tepian bankar samping Ify.
Ify tak langsung menjawab. Dia menunduk seraya mencengkeram gelas teh itu untuk menghangatkan telapak tangannya yang tadi terasa dingin.
"Fy-"
"Dia aneh minggu-minggu ini." Gumam Ify membuka suara.
"Aneh, gimana?"
Menyeka air matanya, Ify menarik nafas panjang. Menahan diri untuk tidak terisak lagi. "Jarang bales chat gue. Nggak pernah angkat telepon gue. Pernah beberapa hari lalu, dia salah kirim manggil gue mi. Gue nanya mi siapa? Dia bilang pesan itu buat keponakannya yang salah kirim ke gue."
"Lo percaya?"
Ify menggeleng lemah. "Nggak. Karena aneh banget. Masa dia chat nya bilang 'Jangan galak2 kalau jadi istri kedua mi' gitu. Gue waktu baca sampe nahan nafas. Tapi Gabriel tetep kekeuh bilang itu cuma keponakannya. Terus gue nekad minta nomor keponakannya itu. Di kasih sama dia. Waktu gue hubungi ternyata nggak aktif."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...