53. Hancur

1.1K 128 49
                                    

18+

Rio mengernyit menatap sosok gadis belia yang tersenyum di hadapannya bersama dengan dua teman ceweknya.

"Ini serius kak Rio? Ih kak kangen sumpah!" seru Dinda heboh. Gadis itu mempunyai badan yang kurus namun terlihat berisi, tinggi, kulitnya putih pucat, rambutnya pendek sebahu, ada gingsul di bibirnya. Membuatnya terlihat manis saat tersenyum seperti ini.

"Ini kak Rio mas-mas counter itu, Din?" tanya salah satu teman Dinda yang memakai kaca mata.

Dinda mengangguk lalu, melangkah maju berdiri di samping Rio seraya merangkul lengan pemuda itu.

"Iya dong. Ganteng, kan? Apalagi kalau dari deket gini."

Kedua teman Dinda mengangguk kompak. Tidak bisa membantah pada fakta yang sudah terlihat jelas.

"Oh ya, lo ngapain kak di sini? Sendiri?" Dinda menengokkan kepalanya ke samping dan ke belakang Rio. Mana tahu ada tunangannya kan berabe.

"Cuma mampir aja." Rio berusaha menarik tangannya. Lalu bergerak, memberi jarak agar tidak terlalu dekat dengan Dinda.

"Oh." Dinda mengangguk paham. Penolakan Rio membuatnya sadar jika dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan.

"Duluan, ya." Rio lantas melanjutkan langkahnya. Menuju mobilnya yang terpakir di tepi jalan. Berusaha menguatkan hati, Rio mencoba menepis bayangin Ify saat bersama Cakka. Sesampainya di dalam mobil, Rio menyenderkan keningnya di atas setir. Meredakan nyeri di kepalanya karena sesak yang ia paksa hilang itu tetap berada di tempatnya.

Mengikhlaskan Ify?

Rio yakin tidak akan bisa. Sampai kapanpun dia tidak akan sanggup melihat Ify bersama orang lain. Jadi, apa yang harus ia lakukan sekarang? Darimana dia harus memulai untuk mendapatkan Ify kembali?

Rio tak bisa berpikir lagi. Ia lelah dan merasa tak bisa melakukan apa-apa saat ini. Memejamkan mata, Rio menyandarkan kepalanya. Memberi waktu pada otaknya untuk bisa beristirahat sebentar. Berbeda dengan hati dan dadanya yang justru semakin berlomba memberinya kesakitan. Dan membuatnya kini hanya bisa menangis tanpa suara. Air itu, terus mengalir dari kedua sudut matanya. Rio membiarkan, tak berniat sedikitpun ia menghapusnya.

Membayangkan beberapa momen ketika bersama Ify dulu. Meski tidak membuat rasa sakit itu berkurang, setidaknya Rio bisa merasakan jika Ify  pernah ada dalam hidupnya. Gadis itu, pernah mencintainya. Tidak! Sampai sekarang, Ify masih dan akan tetap mencintainya sampai waktu yang tak di tentukan. Rio berusaha menguatkan diri dengan keyakinannya itu.

TOK TOK TOK

Rio menoleh ke arah jendela kaca pada jok sebelahnya. Terlihat seseroang tengah mengetuk jendela kaca tersebut. Rio lantas membuka kunci pintu mobilnya hingga nampaklah sosok Alvin yang langsung duduk di sampingnya.

"Lo nggak bareng mereka?"

Alvin menggeleng seraya memakai sabuk pengaman. "Nggak. Lo tenang aja, ada Sivia yang pasti nggak berhenti ngerecoh."

Rio tersenyum tipis. Membayangkan bagaimana sosok Sivia yang memang selalu ceplas-ceplos dan bertingkah seenaknya. "Mending kita buruan pergi. Lo turuni gue di halte busway depan aja."

"Kenapa?"

"Motor gue di rumah Sivia."

"Gue anter lo kesana."

Alvin menggeleng tegas. "Nggak. Lo langsung aja ke apartemen Ify. Nanti, Cakka bakal anterin Ify dulu ke sana. Abis itu anterin Sivia ke rumahnya."

Rio membeo sesaat. Dia tidak menyangka jika Sivia dan Alvin mempunyai ide seajaib itu.

"Oh, oke. Btw thank." Rio tersenyum simpul.

Seputih Rasa (New Version) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang