Sabtu pagi. Ify tidak bisa menahan semuanya sendiri. Maka dari itu, pagi ini, dia berniat datang kerumah Sivia lalu meluruskan apa yang terjadi. Ify ingin menjelaskan, bahwa antara dirinya dengan Rio sama sekali tidak ada apa-apa. Entah bagaimanapun caranya Ify tidak mau jika Sivia terus-terus marah dan salah paham padanya.
Sambil menunggu Sivia datang menemuinya. Ify duduk di kursi yang terletak di teras rumah Sivia. Ify meremas kedua tangannya di atas paha. Dia berusaha menyiapkan hati jika mungkin saja, Sivia justru mengusirnya.
"Nggak mau nunggu di dalem aja, Fy?" tegur Shinta, mama Sivia yang kini tengah menyajikan dua es jeruk peras dan beberapa cemilan di atas meja kecil samping Ify duduk.
"Nggak usah tante. Di sini aja, udaranya seger." Ify mengangguk dengan seulas senyum sopan.
"Ya udah. Tante coba lihat Sivia nah ini anaknya."
Ify langsung menoleh dan mendapati Sivia dengan rambutnya yang masih basah. Iya, sepertinya Sivia baru saja mandi. Tidak heran jika Ify sudah menunggu selama hampir setengah jam. Dan Ify bersyukur karena Sivia masih berkenan mau menemui dirinya.
"Kalian ngobrol aja, tante masuk dulu, Fy. Itu di minum sama di makan. Jangan malu-malu." Ucap Shinta.
"Heheh iya tante makasih."
Setelah memberi senyuman hangat pada Ify, Shinta melangkah ke dalam rumah. Barulah Sivia duduk di samping Ify dengan sebuah meja menjadi pembatas keduanya.
"Lo suka sama Rio?"
Ify menoleh. Tidak menyangka jika Sivia langsung menanyakan hal itu padanya.
"Nggak!" Jawab Ify menggeleng tegas. "Sama sekali nggak, Via."
"Tapi dia suka sama lo."
Ify menggeleng lagi. Sorot matanya terlihat yakin bahwa ucapan Sivia itu tidak benar. "Nggak. Dia juga nggak suka sama gue kok. Dia tuh emang gitu sikapnya sama semua cewek. Dan lo tahu sendiri gimana dia, kan?"
Sivia tersenyum sinis. "Lo aja, Fy, yang nggak peka sama semua perhatian di ke lo. Jelas-jelas dia tuh suka sama lo?!" sentaknya kemudian.
Ify menghela. Memikirkan kata yang pas untuk mengeluarkan semua pendapatnya. "Gue tahu. Gue bukannya nggak peka, Via. Tapi, gue cuma berusaha buat ngejaga hati gue. Sekalipun iya, Rio suka sama gue. Gue nggak akan semudah itu buat percaya. Terlebih gue tahu, sikap dia kayak gimana."
"Kayak gimana maksud lo?" Tanya Sivia menoleh. Ify tersenyum tenang, kemudian menatap ke depan. Menikmati halaman rumah Sivia yang di hiasi dengan banyaknya bunga dan tumbuhan hijau.
"Jujur, gue nyaman sama dia. Dan dia anaknya asik kayak yang lo bilang. Tapi, di banding jadi pacar, Rio itu cocok buat jadi temen." Terang Ify tanpa berusaha menutupi apapun yang saat ini ada dalam pikirannya. Namun, itu sama sekali belum mampu membuat hati Sivia melunak dan menoleh padanya.
"Via. Please! Jangan cuma gara-gara Rio kita jadi kayak gini. Rio itu siapa, sih? Dia cuma tukang modus yang nggak ada artinya di banding persahabatan kita."
Sivia menunduk memainkan jarinya. Kalimat panjang Ify tentu saja mengusik perasaannya. Membuatnya menyesal atas sikapnya akhir-akhir ini yang seperti anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seputih Rasa (New Version)
Teen FictionSaat aku menatap langit di siang hari, di sana aku bisa melihat terik sang surya menyerang ke dua mataku. Seolah memberi perlindungan pada awan putih agar tak setiap orang bisa menikmatinya dengan jelas. Dan itu membuatku berpikir, mungkin aku jug...