SEMBILU

495 29 4
                                    

Pagi ini, angin berhembus kencang. Seorang gadis cantik berjalan gontai memasuki kawasan sekolah. Pagi ini sekolah belum terlalu ramai, hanya ada beberapa siswa yang berlalu-lalang.

Malas, satu kata yang bisa menjabarkan kondisi hari Kim saat ini. Bukan ia malas belajar atau malas pergi ke sekolah. Tapi ia malas Saja jika harus bertemu dengan Banyu atau Putra.

Dan benar saja tampak dari kejauhan Putra sedang berjalan mendekat kearah Kimberly. Kimberly terus berusaha berjalan dengan sangat cepat, tapi usahanya gagal ketika tangan Putra berhasil mencekal lengannya. Kim menghentikan langkahnya.

"Kamu marah sama saya?" Kim masih tak berbalik.

"Saya minta maaf sama kamu, saya ngelakuin hal kemarin Karena..." Kim menghempaskan tangan Putra dari tangannya hingga terlepas. Dia membalikkan tubuhnya.

Kini mereka saling berhadapan, mata Kim menatap Putra tajam. Seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. Kimberly tersenyum kecut.

"Atas dasar apa Lo lakuin hal itu? Lo tau? Gua sakit hati! Gua kecewa! Dan gua benci sama Lo! Sorry gua nggak bisa maafin cowok brengsek kek Lo yang cuma bisa mainin hati cewek." Kim beranjak pergi meninggalkan Putra. Tapi, langkahnya terhenti saat mendengar teriakkan dari Putra.

"Kamu tidak tau saja betapa terdesaknya saya hari itu, saya sangat terdesak. Dan Mungkin kamu Juga tidak tau, disini posisinya bukan hanya kamu yang terluka. Tapi saya jauh lebih terluka dari kamu. Luka saya jauh lebih besar dari kamu."

"Dan kamu tidak tau betapa saya jauh lebih kecewa dengan sikap kamu yang hanya bisa melihat tapi tidak bisa merasakan." Putra berjalan mendahului Kim yang masih tertegun.

Kim mencoba mencerna setiap perkataan yang dikatakan oleh Putra. Tapi, seakan mulutnya terkunci ia tak bisa berkata apa-apa. Badannya pun terasa kaku untuk bergerak.

                                               ∆∆∆∆∆
     

Kimberly masih saja sibuk memikirkan kata-kata Putra tadi pagi, yang bagaikan katana tajam yang berhasil merobek hatinya. Sampai-sampai ia tak bisa melawan perkataan Putra.

"Kim Napa sih Lo?" Tanya Hanin. Raline dan Zahra menoleh.

"Nggak papa kok, gua cuma lagi nggak enak badan aja." Jawabnya tertunduk.

"Lo sakit Kim? Mau gua anterin pulang aja?" Teriak Raline membuat seisi kantin melihat kearahnya.

Putra yang sedang duduk bersama teman-temannya juga menoleh pada Raline. Untuk sesaat mata Putra menatap kearah Kim, hingga pandangan mereka bertemu. Putra langsung memalingkan wajahnya.

"Anter gua pulang." Kim beranjak.

"Napa sih tuh anak?" Tanya Zahra.

"Yaudah gua anterin dia pulang dulu. Ni duit buat bayar makanan gua sama Kim." Raline menyodorkan selembar uang lima puluh ribu. Lalu berlari menyusul Kimberly.

"Lah makanan kita nggak Ra?" Teriak Hanin.

"Bayar sendiri kampret!"

Kim sudah menunggu Raline diparkiran, dengan tas yang sudah dibawanya.

"Udah izin piket?" Raline menghidupkan motornya.

"Nggak usah." Kim naik keatas motor.

"Kalo nanti dikira bolos gimana?"

"Kan sama lo! Udah cepet."

"Lah ni bocah, bolos kok bawa-bawa gua."

Motor melaju meninggalkan pekarangan sekolah. Sepanjang perjalanan Kim hanya menatap kosong pada jalanan.

POTRET PERSAHABATAN [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang