SERIBU TANYA

248 16 4
                                    

Merpati tau dia bisa terbang bebas dan hinggap di manapun. Namun, dia memilih untuk tetap tinggal. Bukan karena dia bodoh. Tapi, berkali-kali logika selalu kalah dengan persaan. Meski merasa kosong dan sendirian namun dihatinya masih menyimpan harapan yang ia percaya akan menjadi nyata cepat atau lambat.

Begitu juga dengan Kimberly, saat ini dia tidak tahu kemana dia akan pergi? Atau bagaimana cara dia melupakan semua? Apakah ia harus tetap percaya pada harapan? Atau harus menjalani semua dengan tawa semu?

"Akhirnya.... Sampai juga, keren abis gila..."

Setelah lama perjalanan yang sangat melelahkan, mereka Akhirnya Sampai di villa milik keluarganya Rama. Cukup besar. Ditambah pemandangan indah serta udara yang sejuk.

"Cewek-cewek tidur di rumah inti aja, biar cowok-cowok tidur di Vaviliun." Ujar Rama.

"Mana? Itu?" Tunjuk Bara. "Kecil banget, emang muat buat kita?"

Putra menarik Paksa Bara.

"Muat ayok!!!"

"Jangan lupa tidur cukup, biar besok pagi kita bisa langsung naik ke atas." Jelas Rama.

"Thanks kak!" Ucap Hanin.

"Dah... Good Night Zahra..." Teriak Bagas.

Semua memandang pada Zahra.

"Cie... Jadian Lo?" Tanya Raline.

"Nggak! Enak aja." Jawab Zahra.

"Yaelah... Jadian juga nggak papa, yaelah... Jan lupa PJ nya... Ya nggak?" Tambah Hanin.

"Yo'i."

Perhatian Hani teralih pada Kimberly yang sedang duduk termenung.

"Napa Lo?" Tanya Hanin.

"Gua bingung sama perasaan gua." Kimberly berlalu meninggalkan ketiga temannya.

Sementara yang lain hanya bisa menatap gadis itu penuh penasaran. Beribu-ribu bahkan jutaan tanda tanya tersimpan di otak mereka.

"Temen Lo kenapa sih? Aneh banget." Tanya Raline.

"Temen Lo juga kampret." Ujar Hanin.

"Apaan? Tuh... Temennya Zahra aja." Zahra hanya menggelengkan kepalanya.

"Yaudah... Temen gua."

∆∆∆∆∆

"Kamu ngapain disini?"

Kimberly melirik sekilas, lalu kembali menatap lurus ke depan. Berusaha untuk tidak menghiraukan. Putra duduk disamping gadis itu. Jujur putra sangat tidak mengerti dengan sikap Kim kepadanya.

"Kamu marah sama saya ya?"

Kimberly hanya menggeleng sebagai Jawaban singkat.

"Kalo nggak kenapa sikap kamu dingin sama saya akhir-akhir ini?"

"Biasa aja!" Kimberly ketus.

"Biasa aja kok ketus gitu jawabnya.

Hening.... Tidak ada percakapan sama sekali untuk beberapa menit. Hanya suara hewan-hewan malam yang seakan-akan menjadi backsound dalam kebersamaan mereka.

Dari dalam hati yang paling dalam, sebenarnya Kimberly tidak mau terus-menerus bersikap dingin, dan acuh pada Putra. Dia ingin sekali bertanya pada laki-laki itu tentang gadis yang bersamanya waktu lalu. Tapi begini lah Kimberly, nyalinya ciut.

"Kamu marah nggak sih sama saya? Kalo kamu ada unek-unek dikeluarin. Jangan disimpan, nanti jadi bisul... Kan nggak lucu, masa ada cewek cantik bisulan?" 'Krikkk.... Crispy'

POTRET PERSAHABATAN [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang