9. thank you

24.5K 4K 186
                                    

  Jake terbangun tengah malam menangis tersedu-sedu, seperti bermimpi buruk. Jaehyun yang ikutan terbangun pun langsung mendekap Jake, menenangkannya. Tetapi bocah itu tak kunjung diam juga. Ia mengigau.

"Mama..." racaunya sambil terisak.

  Rahang Jaehyun mengeras. Benci sekali dirinya mengingat sosok mantan istrinya itu. Dendam sudah melekat di jiwanya. Bukan karena ia ditinggalkan demi pria lain, namun sifat egois dan tega istrinya itu meninggalkan Jake di saat ia masih membutuhkan figur seorang ibu.

"Jake... Daddy's here baby," ucap Jaehyun yang masih mendekap anaknya itu. Ibu jarinya menghapus air mata Jake yang terus mengalir. Apa yang sebenarnya ia mimpikan?

"Ma...Mama jangan pelgi..."

"Hush..Jake it's okay, Daddy di sini," Jaehyun menahan air mata yang sudah ada di pelupuknya.

  Ia memikirkan perasaan Jake. Pasti sangat berat bagi seorang balita untuk tumbuh tanpa dukungan dari ibunya. Bagaimana perasaannya ketika teman-temannya merayakan Hari Ibu di sekolah dan hanya ia sendiri yang datang tidak bersama ibunya, melainkan bersama pengasuhnya? Apakah selama ini dia diolok-olok oleh teman-temannya?

  Akhirnya Jake membuka kedua matanya dan menatap Jaehyun, "Daddy jangan tinggalin Jake sendili... Jake takut..."

***

  Zea bergegas mengambil jaket di lemari serta tas mengajarnya. Barusan ia menerima telepon dari Riley untuk datang lagi.

"Nona Kim Zea?" panggilnya di ujung sana

"Iya?"

"Bisa datang hari ini?"

Alis Zea bertautan, "Datang hari ini? Untuk?"

Riley diam selama beberapa saat, "...Jake merengek dari tadi malam ingin bertemu denganmu."

"T-Tapi kelas privatku dengan Jake hanya ada di hari Sabtu, bukan?"

"Tak masalah, nanti kau akan dibayar lebih. Tolong cepatlah datang..." mohon Riley. Ia terdengar lelah sekali.

"Baik. Aku akan ke sana sekarang."

  Zea bahkan tidak sempat untuk memoles wajahnya sedikitpun. Untungnya minuman berkarbonat yang tadi ia minum meninggalkan warna kemerahan di bibirnya. Jadi setidaknya ia terlihat segar.

  Sebenarnya ia tidak enak pada Chilla. Seharusnya hari ini mereka berdua akan ke perpustakaan kota. Tapi panggilan darurat tadi membuyarkan semua rencananya. Apalagi Riley mengiming-iminginya dengan bayaran lebih, tentu saja ia tidak bisa menolak.

  Pintu lift terbuka. Begitu ramainya lobi apartemen hari Minggu ini. Semua sofa terisi, ada yang sedang membaca koran, ada pula rombongan yang membawa koper. Mungkin mereka penghuni baru.

  Seseorang menarik perhatian Zea.

'Mr. Jung? Apa yang ia lakukan di sini?' batinnya bertanya.

  Ia mengenakan jaket kulit  dan dalaman putih. Lagaknya seperti sedang menunggu seseorang. Zea mencoba untuk tidak memerdulikannya dan terus berjalan menuju pintu lobi.

"Zea."

Jantungnya berpacu sangat cepat. 'Mungkin hanya halusinasiku semata,' pikirnya dan membuat langkahnya sedikit lebih besar.

"Kim Zea," panggil pria tersebut, menarik lengan Zea—sedikit mencengkram lebih tepatnya.

  Badan Zea terhuyung. Kalau saja ia salah memijak lantai, mungkin badannya sudah terhempas.

"Aku menunggumu dari tadi," ucapnya datar dengan nada yang rendah.

  Bagaimana Jaehyun bisa tahu tempat tinggalnya? Ia bahkan tak mencantumkan alamatnya di iklan les piano.

"A-ah ya, Mr. J—"

"—Jaehyun," tekannya.

  Ya Tuhan, Zea ingin ditelan bumi saja rasanya sekarang. Nada bicara Jaehyun membuat lututnya bergetar. Dengan segenap keberanian yang tersisa, ia mencoba untuk membalas Jaehyun.

"Maaf tapi aku ada kelas piano sebentar lagi," ujarnya dengan suara yang tercicit.

  Wajah Jaehyun tetap datar. Ia pun masih mencengkengram pergelangan tangan Zea.

"Dengan Jake, bukan?"

  Ah, bodoh sekali Zea. Pastilah Jaehyun yang meminta Riley untuk memanggilnya hari ini. Ia membisu, tak tahu lagi harus menyangkalnya bagaimana.

  Jaehyun menarik Zea keluar dari lobi apartemen, "Aku—Aku nanti ketinggalan bus!" pekiknya sambil melepas tangannya dari genggaman Jaehyun dengan kasar.

  Pria itu mengangkat alisnya sebelah, "Bus? Yakin?"

Zea menepuk dahinya. Sekarang sedang hujan deras. Bus pasti sudah penuh sesak.

Jaehyun 1-0 Zea

"Cepat naik," perintahnya yang sudah duduk di kursi kemudi.

Zea merasa lancang. Apakah tidak apa-apa menumpangi mobil Jaehyun? Apakah pria ini tak merasa bersalah pada istrinya? Ia tidak ingin orang mengecapnya sebagai perempuan tidak baik.

Sunyi, benar-benar tidak berkutik Zea dibuatnya. Hanya suara hujan yang sedari tadi mengisi keheningan antara keduanya.

Tiba-tiba Jaehyun memulai percakapan, "Untuk tumpangan ini, anggap saja sebagai rasa terima kasih dariku."

Zea menoleh ke arahnya, "Untuk?"

"Jake."

"—Jake terlihat lebih... bahagia, setelah bertemu denganmu."

***

A/N : Selamat malming!! Bagi yang ga malmingan, Zea & Jaehyun malem ini yang nemenin kalian HIYA HIYA HIYAAA

Visualisasi Jaehyun ketika jemput Zea :

Visualisasi Jaehyun ketika jemput Zea :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AWAS OLENG NTAR NYUSRUK.

***

My Melody✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang